Bab 19~Keputusan

"Ada satu cara lagi yang bisa menyelamatkan Zen," ucap Raizel. Sumei dan yang lainnya yang mendengar itu menjadi penasaran. "Apa itu?" tanya Sumei. "Yang bisa menekan kekuatan kegelapan dalam diri Zen yaitu Yang Mulia Ibusuri Elizabeth," jawab Raizel. "Maksudmu, mantan ratu Western sekaligus wanita yang terkenal dengan sebutan Penyihir kegelapan itu?" tanya Sumei terkejut. "Tentu saja, memang siapa lagi ibu Zen kalau bukan Ibusuri Elizabeth," jawab Raizel. "Benar juga, dengan bantuan Yang Mulia Ibusuri, beliau pasti bisa membantu," ucap Sumei.

"Apa kalian tahu dimana Yang Mulia Ibusuri berada?" tanya Raizel. "Maaf yang mulia, semenjak kepergian Yang Mulia Allen, Ibusuri menghilang. Hanya Yang Mulia Zen yang sering berkomunikasi dengan beliau," jawab Usui. "Gawat, jika memang seperti itu, kita tidak akan bisa menemukan cara lain," ucap Raizel. "Mungkin aku bisa membantu kalian." Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita lembut yang menggema di ruangan. Membuat semua orang di sana terkejut sekaligus waspada.

"Kalian tidak perlu waspada, aku mengenal suara ini," ucap Raizel. Tiba-tiba muncul butiran cahaya yang menjadi satu di ujung meja rapat yang berbentuk persegi panjang itu. "Lama tidak bertemu, penyihir suci, Elsa Fortent," ucap Raizel sambil tersenyum kecil. "Benar, lama tidak bertemu yang mulia," ucap seorang wanita yang muncul saat butiran cahaya itu mulai menghilangkan cahayanya. Seorang wanita cantik bergaun putih polos panjang dengan rambut yang berwarna putih sepunggung yang diurai.

"Yang Mulia Raizel, beliau ini?" tanya Aleort yang sedari tadi hanya terdiam. "Dia adalah penyihir suci atau penyihir cahaya sekaligus sahabat dari Ibusuri Elizabeth," jawab Raizel. "Sepertinya kita sudah lama sekali tidak bertemu, nona Elsa."

"Benar, Yang Mulia. Salam kenal semuanya, saya Elsa Fortent. Senang bisa bertemu dengan kalian semua," ucap Elsa sambil membungkukkan badan dengan anggun. "Jadi, nona Elsa. Tadi Anda bilang, Anda bisa membantu kami? Apa Anda bisa menghubungi Ibusuri?" tanya Raizel. "Pertama, saya akan menjelaskan mengenai keadaan Yang Mulia Zen saat ini. Karena sebelum Yang Mulia Zen pergi berperang, saya menemui beliau karena ada ramalan baru untuknya. Tapi, sepertinya yang lainnya juga perlu mendengarkan hal ini," ucap Elsa.

"Saya akan memanggil yang para petinggi lima kerajaan lainnya," ucap Aleort lalu segera berlari meninggalkan ruangan.

***

"Apa yang kau lakukan di sini, Uta?" tanya Alvis yang berdiri di bibir pintu masuk ruang latihan pribadi milik Uta. Membuat Uta yang mengayunkan pedang kayunya langsung berhenti dan menatap Alvis dengan ekspresi yang lebih dingin dari biasanya. "Ada apa? Sepertinya suasana hatimu sedang tidak enak," tanya Alvis. "Aku baik-baik saja," jawab Uta lalu kembali mengayunkan pedang kayunya. "Tidak mungkin kau berlatih dengan seragam kerajaan yang kau pakai untuk rapat hari ini. Katakan, apa terjadi sesuatu di rapat tadi?" tanya Alvis.

Membuat Uta kembali terdiam. "Bukankah kau yang seharusnya mengatakan sesuatu, kak?" tanya Uta lalu menatap Alvis tajam. "Apa maksudmu?" tanya Alvis yang terlihat bingung dengan pertanyaan adik sepupunya itu. "Kau sudah tahu kan, jika Ayah telah menjadi Raja kegelapan?" tanya Uta. Seketika semunya yang menghiasi Alvis menghilang dan tubuhnya menjadi tegang. "Kenapa kau tidak mengatakan apapun?" tanya Uta. "Uta, dengarkan aku. Ak-"

Uta mengarahkan pedang kayunya tepat kearah leher Alvis. Membuat pria itu terdiam. "Saat ini aku hanya ingin mendengar jawaban dari pertanyaanku tadi. Kau sudah tahu kan, jika Ayah telah menjadi Raja kegelapan? Jawab!" ucap Uta dengan aura berwarna kuning emas yang mengelilingi tubuhnya dan matanya yang tiba-tiba berubah menjadi kuning emas bercahaya. "Uta, tenanglah. Akan aku jelaskan, jadi tenanglah," ucap Alvis.

"Jawab! Jangan pikir aku tidak akan bisa menusukmu hanya karena menggunakan pedang kayu ataupun karena kau adalah kakak sepupuku," ucap Uta tajam dengan tekanan aura yang sangat kuat. "Benar. Aku sudah bertemu dengan Paman Zen dalam wujud yang berbeda saat selesai latihan kita beberapa bulan lalu," jawab Alvis. "Kenapa kau tidak menghentikan ayah saat itu? Jika begitu, ayah tidak perlu mati!" tanya Uta dengan tekanan yang sangat besar. Tekanan kekuatan cahaya dari Uta yang sangat besar dapat di rasakan hingga seluruh istana.

Membuat Para petinggi lima kerajaan menghampiri ruang latihannya. "Uta, tenanglah," ucap Rika yang datang dengan Nico dan yang lainnya. Mereka langsung terkejut dengan luapan kekuatan dari tubuh Uta. "Gawat, kekuatannya terlalu besar, jika pangeran Uta tidak tenang. Pangeran bisa mati," ucap Elsa. "Uta, tenanglah nak," ucap Rika yang berusaha mendekati putranya. "Aku tidak akan pernah membiarkan Ayah mati!" teriak Uta dengan luapan kekuatan yang semakin besar hingga menciptakan angin yang sangat kencang.

Sehingga Rika dan yang lainnya harus melindungi mata mereka dengan kedua tangan. Namun, tidak berapa lama, tidak terasa tekanan aura yang di berikan oleh itu. Begitu Rika dan yang lainnya membuka mata. Mereka di kejutkan dengan sosok seorang pria berambut hitam yang berdiri di belakang Uta dengan tangan kanan yang menutup mata Uta sehingga menekan kekuatannya. Pria berambut hitam dengan pakaian serba hitam, mata hijau yang sangat mereka kenali dengan berdiri di belakang bayangan ruangan yang tidak terkena sinar sang rembulan.

"Z-Zen," ucap Rika dengan air mata yang berusaha ia tahan. Zen tersenyum lembut lalu menggunakan menempelkan jari telunjuk tangan kirinya untuk memberikan tanda agar Rika diam. "Ayah?" Namun terlambat, Uta sudah mendengar nama itu dari suara ibunya. Kehangatan dari tangan yang menutupi matanya begitu familiar dan sangat ia rindukan. "Tenanglah dan berpikir jerni," ucap Zen dengan suara pelan di telinga Uta lalu mendorongnya.

Beruntung Alvis langsung menangkapnya, sebelum Uta terjatuh di lantai yang keras. Uta langsung berbalik dan terkejut menatap Zen. "Yang Mulia," ucap Elsa. "Ternyata akhirnya kau turun tangan juga, Elsa," ucap Zen. "Saya ingin membantu Anda secepat mungkin, tapi sepertinya saya terlambat," ucap Elsa. "Benar, sepertinya sudah tidak ada cara lain," ucap Zen sambil tersenyum dan mata kiri yang berubah merah dengan kemunculan tato hitam di wajah bagian kirinya.

Elsa dan yang lainnya langsung terkejut saat api biru muncul di hadapannya yang memberikan pembatas agar Rika dan yang lainnya tidak ada yang maju. "Uhuk..." Terlihat darah berwarna hitam yang keluar dari mulut Zen. Membuat semua orang di sana terkejut, termasuk Elsa. "Bahkan sayap indah Anda sudah tertutup kegelapan sebagian," ucap Elsa. "Haha ... setidaknya aku sudah berhasil menahan sampai di sini. Tapi, kali ini aku sudah tidak bisa menahannya, selamat tinggal," ucap Zen lalu menutup matanya dan akan terjatuh.

Namun, dengan cepat seorang pria berambut biru tua menangkap tubuhnya dengan membelakangi Rika dan yang lainnya. "Ini kesempatan kita, Bridget," ucap Rupert. "Baik," jawab Bridget. Setelah itu, Rupert menarik pedang kegelapannya dan Bridget melesat dengan cepat akan menyerangnya. Tetapi, mereka langsung terpukul mundur begitu muncul empat orang yang melindungi Zen.

"Aku tidak mengerti kenapa Yang mulia terbang kemari dengan mudah tanpa pengawal," ucap seorang wanita berambut merah yang berantakan dengan jubah hitam. "Saya pikir Yang Mulia akan langsung menyerang kerajaan Western," ucap pria berambut cokelat pendenga dengan tangan kanan yang membenarkan kacamatanya. "Jadi apa yang akan kita lakukan, tuan Leo?" tanya seorang pemuda berambut silver dengan mata merah sambil menyeringai. "Kita kembali, tugas utama kita adalah membawa Yang Mulia kembali ke kerajaan kegelapan," ucap Leo. "Saya akan membantu Anda," ucap seorang wanita dengan pakaian pelayan dan rambut yang berwarna hijau tua.

"Leo, apa benar itu kau?" tanya Nico. "Oh, lama tidak bertemu, kapten," ucap Leo. "Leo, kenapa?" tanya Nico. "Dari awal saya sudah tidak ada hubungannya dengan kerajaan Western. Jadi, saya tidak perlu mengikuti perintah Anda, perintah yang saya ikuti adalah perintah dari Yang Mulia Zen. Meskipun ia berada di sisi kegelapan, tapi itu adalah keputusan yang sudah saya ambil untuk melayani beliau semenjak bertemu dengannya dulu," ucap Leo. "Kita pergi."

"Tidak akan aku biarkan," ucap Rupert lalu melesat dengan cepat dan akan menusuk Zen dari belakang. Namun, dengan cepat pria berkacamata dengan rambut berwarna cokelat itu menghentikan pedangnya dengan dua jari yang mengapit bila pedangnya. "Jadi, ini pedang kegelapan yang bisa membunuh Raja kami. Tidak akan saya biarkan," ucap pria itu dengan mata yang merah menyala diikuti ketiga orang lainnya yang menatap Rupert dengan mata yang sama.

Semua orang langsung terkejut saat pria berambut cokelat itu berhasil dengan mudah mematahkan pedang kegelapan milik Zen yang di bawah oleh Rupert. "Dengan begini, tidak akan ada senjata yang bisa menghalangi rencana Raja kami," ucap pria itu lalu membuang bila pedang yang sudah ia patahkan. Setelah itu, Leo dan yang lainnya memasuki bagian kegelapan yang di ciptakan oleh bayangan ruangan dan memperlihatkan punggung Zen yang terdapat sepsang sayap dengan berbeda warna.

Membuat semua orang di sana terkejut. "Tidak mungkin, pedang milik Yang Mulia Zen bisa di patahkan dengan mudah. Sekuat itukah ksatria kegelapan?" tanya Rupert. "Uta!" Tiba-tiba, Uta langsung tidak sadarkan diri begitu Zen dan yang lainnya menghilang. Elsa segera memeriksa keadaannya. "Pangeran Uta baik-baik saja. Sepertinya Yang Mulia Zen menggunakan kekuatan cahaya terakhirnya untuk menyegel kekuatan Pangeran Uta yang berlebihan, sehingga ia akan baik-baik saja sampai dia bisa mengendalikan kekuatannya," ucap Elsa.

Satu-satunya senjata yang menjadi harapan bagi mereka agar bisa bersama dengan Zen kembali meskipun hanya sementara kini telah hancur. Bagaimana mereka akan menghadapi Zen selanjutnya?

***

Meskipun mempunyai kekuatan untuk berumur panjang, manusia tetaplah manusia. Akan ada saatnya untuk menghadapi kematian. Namun, yang berbeda hanyalah kematian yang kita alami. Kegelapan dalam hati kita harus bisa kita kendalikan, Namun cahaya yang kita miliki juga harus bisa kita kendalikan. Agar terciptanya keseimbangan dalam kehidupan. Karena setiap manusia pasti memiliki kegelapan maupun cahaya dalam diri mereka. Zen, putra kesayanganku. Ibu berharap agar kau selalu bisa mengendalikan diri. Sekuat apapun kegelapan yang mengendalikan dirimu, selama da cahaya yang masih tersimpan, lindungilah cahaya itu, jadikanlah senjata untuk menekan kegalapan yang berlebihan. Maafkan Ibu yang tidak bisa lagi menemanimu dan tidak bisa lagi bertemu dengan cucu kesayangan ibu. Tapi, ibu dan ayah akan selalu mencintaimu. -Ibu

Seorang wanita berambut hitam panjang yang mengenakan gaun berwarna putih sedang memasukkan surat yang baru saja ia tulis untuk anaknya sebelum kepergiannya kedalam Amplop lalu memberikan cap dengan ukiran perisai dengan bagian tengahnya terdapat huruf E. Ia meletakkan amplop itu di atas meja lalu berdiri. Menatap pemandangan yang indah dari jendela di ruangannya. Senyuman lembut mengembang di bibirnya. Mata hijaunya menatap seorang pria berambut cokelat yang sangat ia cintai dan tersenyum lembut menatapnya.

Meskipun kami meninggalkan dunia ini, kami akan selalu mengawasimu. Kau pasti akan menjadi raja yang baik. Pria dan Wanita itu bergandengan tangan dengan senyum lembut yang terukir di wajah mereka. Sepasang sayap putih muncul di punggung mereka. Mereka berjalan memasuki pintu cahaya yang sangat terang dengan perasaan yang bahagia dan memberikan harapan serta kepercayaan terakhir kepada putra mereka melalui surat terakhir yang akan terkirim jika sudah waktunya.

Setelah kedua orang itu masuk. Pintu cahaya itu menghilang dan surat mulai di tersebar begitu saja kepada orang-orang yang mereka sayangi.

Kini Ibusuri Elisabeth Stevani Grivon telah tertidur abadi.

Bersambung...

Hai hai

Bagaimana? Hehehe

Sudah mulai bagian seru nihh

Semoga kalian bersabar menunggu.

Sampai jumpa lagi

Gokigenyou

Bab selanjutnya :

Jawaban Buntu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top