Prologue; How It Started

MUSIM semi berlalu tiga kali sejak kita memutuskan untuk bertemu mata dengan mata secara langsung.  Saat itu, aku ingat betul kau merekomendasikan Yeouido Park sebagai tempat awal kita bertemu. Alasanmu sederhana; karena kau suka musim semi dan tempat itu terkenal akan kecantikan sakuranya yang alami.

Kau tahu, awal kubaca kalimatmu, aku tak dapat menahan senyumku untuk tak merekah lebar. Sangat lebar, tapi anehnya bibirku tak terasa pegal. Dan yang lebih aneh lagiーbenar-benar aneh, karena biasanya aku tak beginiㅡaku mengiyakan dengan cepat ajakanmu itu.

Kisah kita tidak serumit seperti yang orang kira. Semua hanya karena aku, gadis penutup yang susah bersosialisasi dengan orang baru ingin mendapat teman kencan. Ara, sahabat baikku yang ramah dan terbuka saja harus menjalani kencan berkali-kali untuk menemukan pasangan yang benar-benar cocok dengannya. Sedangkan aku? Pengalaman kencan saja belum ada, lantas bagaimana bisa memiliki pasangan?

Lupakan soal Ara, kembali fokus dengan masalahku. Ya, karena alasan ituㅡsesederhana itu, Ara menyarankanku untuk mendaftarkan diri dalam satu aplikasi blind date terkenal. Akuㅡyang saat itu masih sangat naif dengan sosial mediaㅡmenolak dengan halus saran Ara.

Tidak, pasti ada cara lain, pikirku. Sederhana, tanpa timbul alasan-alasan lain bahwa saran Ara memang yang terbaik. Jadi malam itu berakhir dengan aku yang keras kepala, lengkap dengan cibiran kesal Ara. Well, aku tidak menyalahkannya karena marah padaku. Aku ini terlalu naif, terlalu lugu, terlalu percaya akan keajaiaban cinta di buku dongeng tanpa ada niat untuk berusaha mendapat kenalan lelaki.

Tiga minggu berikutnya, aku benar-benar tidak mendapat teman kencan. Alih-alih bersosialisasi, aku malah mengurung diri dengan tumpukan novel dan komik online yang berhasil kuunduh semalaman penuh. Tidak ada lelaki yang mengajakku berbicara di kampus, tidak ada pula 'pangeran berkudah putih tampan' yang menjemputku dalam istananya. 

Memang apa ada pemuda yang dapat jatuh hati dengan gadis kutu buku dan tampilan standar sepertiku? Tidak ada, maka aku pun harusnya tidak berharap apa-apa.

Itu awal mula yang akhirnya mengantarkanku untuk isengㅡhanya sekadar iseng, eum, ditambah sedikit penasaranㅡuntuk memasang aplikasi blind date yang terkenal, lantas mendaftarkan diri dengan profil yang begitu singkat (Jelas, aku tak mau orang dari dunia maya mengetahui fakta-fakta internalku). Aku tidak memberitahu Ara tentunya. Bisa-bisa ia menjadikan ini bahan olok kalau sampai tahu aku mengikuti sarannya.

Lalu, aku melihat profilmu.

Tidak sengaja. Sama sekali tidak disengaja. Namamu tertulis begitu saja dalam kolom pencarian, membuat jariku tertarik untuk memencet profil dan membaca lebih jauh biodata singkatmu itu.

Aneh? Tidak. Hanya setelahnya kutemukan diriku mengernyit dengan rasa heran membumbung.

Jeon Wonwoo, laki-laki berusia 20 tahun. Sibuk dengan urusan kuliah. Daftar dalam blind date hanya karena permintaan Ibu.

Lalu fotomu. Aku ingat betul fotomu yang membuat tawaku langsung tersembur dan tak kunjung berhenti walau dua menit berlalu.

Bagaimana bisa ... bagaimana bisa kau memasang gambar anime untuk mencari jodoh? Ditambah gambar seorang perempuan di tengahnya, padahal jelas di profil tertera kelaminmu lelaki.

Maksudku, hei, aku sudah berkeliling dalam aplikasi ini untuk dua jam penuh, rata-rata lelaki yang (benar-benar) ingin mencari jodoh memasang foto cool mereka. Tujuannya tentu untuk memikat hati wanitaㅡterlepas dari keaslian foto yang entah benar atau tidak.

Namun setelah membaca kembali biodatamu, aku paham mengapa kau aras-arasan menulis profil. Disuruh ibualasan yang klise sekali, kau barangkali tidak ingin mencari pendamping, tetapi desakan orang-orang terdekat membuatmu melakukan hal di luar batas nyaman. Baiklah, untuk urusan itu aku tak berniat untuk ikut campur, apalagi sampai mengontakmu lebih jauh. 

Sampai jemariku membuka status terbarumu.  

Aku lantas membeku. 

Penikmat novel fantasi romantis, juga komik online yang menarik. Ada rekomendasi?

Sesederhana itu, yang kemudian membuat batinku bertanya-tanya, Kenapa kesukaan kita sama?

Tetapi hei, itu hanya kesukaan! Bukan kesamaan besar yang harus dihebohkan, toh banyak orang menikmati bacaan yang sama. Kau pasti berpikir aku gilaㅡsejujurnya aku juga tidak mengerti apa yang merasuki pikiranku saat itu, sehingga jariku memencet tombol pesan dengan pikiran berkecamuk. Tanpa alasan. Tanpa keinginan mengenal jauh.

Hanya penasaran.

Lalu dengan jantung berdegup kencang, semangat yang menggebu, juga sebersit keraguan, aku mengirimimu sebuah pesan. Benar-benar sederhana, terkesan aneh dan kikuk, bahkan aku merasa menyesal saat membaca ulang. Seharusnya aku bisa menahan diri, seharusnya aku tidak gegabah tadi.

Namun kau tahu, terkadang bermulai dari sebuah kecerobohan, sebuah kisah akhirnya tertuliskan.

Lee Hyun Ji
Jadi kau penikmat komik online juga? Sudah pernah membaca I Love You More Than You Know? Ah, kupikir itu rekomendasi yang bagus. Twistnya mengesalkan, mungkin kau akan suka.

Aku tak henti merutuki diri saat itu. Sedang kedua jempolku berusaha mencari cara untuk menghapus pesan itu, hatiku digulat gundah dan gelisah. Namun tidak ada tombol apapun, aku menggigit jari cemas. Tak ada cara lain selain menunggumu membacanya, lalu berpikir bahwa aku gadis bodoh yang tidak cukup berani untuk berkenalan langsung sampai harus membawa-bawa topik soal komik online. Bagaimana bisa aku mengirim pesan pada orang asing tanpa mengucapkan 'salam kenal'? Hah, benar-benar tak dapat dipercaya.

Jadi untuk menghindari rasa malu dan kesal terhadap diri sendiri, dengan cepat jariku memencet tombol 'kembali', hendak mematikan ponsel dan melupakan semua yang terjadi sebelum sebuah getaran menyengat kulit. Aku mengernyit. 

Layar ponselku menyala. Sebuah notifikasi tertera.

Dan itu sebuah balasan pesan. Darimu. Dengan namamu tertulis jelas, Jeon Wonwoo.

Aku dapat merasa jantungku bertalu gila-gilaanㅡberdetak tak wajar sampai aku rasa ia akan meledak keluar tubuh. Wajahku memerah, dilanda malu luar biasa. Ini untuk pertama kalinya, benar-benar pertama kali seorang lelaki asing mengirimiku pesan.

Jariku bergetar saat membuka pesanmu. Aku jelas mengingat bagaimana napasku berderu tak karuan, kegerahan mulai menguasai tubuh sekaligus hati, rasa tak tenang menyelimuti. Semua benar-benar tak dapat dipercaya, bahkan mataku juga ikut membulat hanya untuk membaca kalimat-kalimatmu.

Setelahnya, baru aku tercenung hebat.

Katakan, apa aku benar-benar sedang bernapas dalam sebuah realita?

Jeon Wonwoo
Wah kau baca itu juga? Aku sudah membacanya sejak lama. Episode 69 adalah episode favoritku!

Kuakui, itu komik fantasi-romanstis terbaik yang pernah kubaca!

Ah, ya.

Aku lupa memperkenalkan diri. Salam kenal, Jeon Wonwoo, kau bisa memanggilku Wonwoo.

Aku ... aku tidak sedang bermimpi, 'kan?

Saat itu detak jantungku mulai mereda. Rasa takut dan paranoid yang muncul perlahan-lahan hilang. Aku merasa lebih tenang, senyumku bahkan mengembang saat membalas pesan-pesanmu berikutnya. Kau ingat kita bahkan bertukar pesan sampai tengah malam, hanya untuk membicarakan satu judul komik itu.

Kau pemuda yang ramah dan menyenangkan, itu gambaran awalku tentangmu. Kau mudah bergaul, tutur katamu halus dan sopan. Baru kudapat menghela napas lega. Jujur saja, awalnya kukira kau lelaki dingin yang irit bicaraㅡmengingat betapa singkat biodatamu itu.

Tetapi, hei, kau bahkan menganggapku teman di hari pertama kita bertukar pesan.

Dari hari itu, kita makin akrab. Kau mengenalkanku dengan dirimu yang lebih dalam, pembawaanmu yang manis dan tenangㅡterkadang penuh perhatian yang membuatku dapat merasakan kehangatan. Hei, kita belum tahu wajah masing-masing saat itu, tapi aku sudah merasa nyaman hanya dengan bertukar pesan denganmu.

Sampai hari itu benar-benar tiba. Sampai kita memutuskan untuk bertukar wajah lewat video call.

Ini ide gila. Benar-benar gila, karena aku tidak pernah melakukan ini dengan orang asing sebelumnya. Sama sekali tidak pernah.

Jantungku berdegup kencang. Saat koneksi internet mencoba menyambungkan wajah kita dari kejauhan, aku mulai menerka seperti apa wajahmu. Apa alismu tebal? Ataukah wajahmu oval dengan mata gelap yang teduh? Ah, entahlah.

Namun satu-satunya yang tersisa dalam benakku hanyalah pertanyaan singkat yang berujung kekhawatiran. Apa kau akan menyukai fisikku ini?

Karena sejujurnya, jauh dibanding Ara, jauh dibanding gadis populer lain dengan rambut bergelombang dan wajah terawat, aku benar-benar tidak layak disandingkan dengan mereka. Fisikku biasaㅡbenar-benar biasa, dengan proporsi alis yang tak terlalu tebal, hidung tak telalu mancung, juga rambut hitam kecoklatan dengan ujung bergelombang yang terkesan sedikit berantakan. Itu natural, kalau kau mau tahu.

Tapi saat internet tersambung cepat, netra kita bertemu hanya lewat layar tipis dengan jarak berjauhan, aku dapat merasa napasku tertahan tanpa sebab.

Tenggorokanku tercekat. Sesaat kaku merambati seluruh bagian tubuh hanya dalam hitungan sekon singkat. Sangat cepat sampai-sampai kita tak merasa kecanggungan menghadang.

Astaga, tampan sekali ...

Aku menyesal tidak menyisir rambut sebelum menghadap layar ponsel. Aku menyesal tidak menaburi bedak tipis pada wajah. Aku bahkan menyesal karena tak dapat mengulas senyum dengan benar.

Saat itu, kau yang meredakan hening dengan mengulas senyum manis, menyapa sembari melambai pelan, "Halo."

Entah harus bereaksi seperti apa, aku benar-benar gugup saat itu. Jadi kuputuskan untuk tersenyum selebar mungkin, entah seaneh apa hasilnya. "H-hei."

"Jadi, kau Hyun Ji? Ah, kau bahkan lebih manis dari yang kukira."

Manis.

Oke, tenang.

MANIS?! KAU BILANG AKU MANIS?!

BAGAIMANA AKU BISA TENANG?!!

"A-ah, k-kau berlebihan." Aku menyelipkan rambut di belakang telinga. Saat itu kehangatan menyelinap diam dalam pipiku. Kupu-kupu mengepak sayap dalam perutku dan mencipta mulas. "Tapi terima kasih."

Aku masih ingat senyummu terukir lebar saat itu. Lalu dengan kalimat riang yang terdengar begitu hangat, kau kembali menyahut, "Ah, ya. Apa kau sudah membaca komik yang baru dirilis? Ceritanya menarik, tapi aku kurang suka grafiknya. Bagaimana menurutmu?"

"Oh, cerita tentang duyung di sekolah sihir? Iya, aku suka idenya. Alurnya juga tidak terlalu cepat, aku rasa itu cocok untuk penikmat genre fantasi-romantis sepertimu."

Lalu obrolan mengalir cepat ....

Itu memang keahlianmu ya, Won, untuk mengusir atmosfir canggung yang sering menghadang.

Kau tahu, saat itu kau tengah membangun sebuah rasa nyaman yang tak pernah kumengerti sebelumnya.

Sampai, sebuah ajakan terlontar dari mulutmu. Itu ketujuh kalinya kita melakukan video call, aku bahkan tak menyangka kau mengajakku secepat itu.

"Musim semi menyenangkan, bukan? Jalanan jadi terlihat cantik."

Aku tersenyum. "Iya," sahutku pelan.

"Mm ... apa kau sibuk akhir-akhir ini?"

Keningku berkerut samar. Tapi kemudian aku menggeleng pelan. "Tidak. Memangnya ada apa?"

Tiba-tiba saja, benar-benar secara tiba-tiba, ekspresimu berubah serius. Kedua iris coklat indahmu menatapku lekat mengisyaratkan permohonan. "Kalau begitu ... apa kau keberatan untuk bertemu secara langsung denganku?"

Tubuhku menegang seketika. Jantungku serasa berhenti berdetak. Napasku tertahan.

Apa ... apa aku tidak salah dengar?

"Ka-kalau kau mau, um ... mungkin, Yeouido Park tempat yang bagus."

Aku masih bergeming dalam keterkejutan.

"Hyun Ji, apa kau baik-baik saja?"

"Oh, oh, y-ya. Te-tentu." Aku mengulas senyum canggung, saat itu keringat membasahi tubuhku dengan cepat.

Kau mengembangkan tawa. "Kau terlihat sangat terkejut."

Aku membalas tawamu pelan. Terdengar sangat aneh karena kegugupan masih menyelimuti saat itu.

"Jadi bagaimana?"

"Ah?"

"Apa kau tidak keberatan untuk bertemuku secara langsung?"

Waktu berputar sangat lambat. Entah kulewatkan beberapa sekon untuk memutar otak saat itu, sebelum kemudian aku menatapmu dengan senyum terulas tulusㅡtentu saja masih dilingkupi gugup. "T-tentu tidak. Baiklah, jadi di Yeouido Park?"

Kau tersenyum hangat. Demi apa, senyummu hal terindah yang pernah kulihat selama ini. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top