6. Criminal? Ah, Seriously?
"KAU tak lihat anak kecil tadi? Ah, dia bahkan bisa mengambil empat boneka dari mesin capit itu dengan mudah. Sedangkan kita? Alih-alih mendapat boneka, tertangkap oleh mesinnya saja tidak. Payah. Memalukan sekali, Ji."
Sementara Dino terus mengoceh tentang beberapa hal menyebalkan yang terjadi semasa mereka bermain di studio arcade sore tadi, Hyun Ji hanya terkekeh pelan, mendengus geli saat melihat teman lelakinya itu memasang tampang jengkel yang dibuat-buat.
"Sudah tahu payah, kenapa masih terus bermain? Kau menghamburkan uangmu sendiri tahu," omel gadis itu tak habis pikir, masih dengan kekehan pelan yang sukses membuat Dino mengerucutkan bibir dengan dengus kesal yang mencelos perlahan.
"Aku 'kan ingin mengambilkan satu untukmu. Kau bilang boneka beruangnya lucu."
Sejenak Hyun Ji terpaku, sedikit terkesiap saat mendengar jawaban Dino yang entah mengapa terdengar manis di telinganya. Mungkin ini yang dimaksud orang bahwa waktu dapat mengubah segalanya. Lee Chan kecil yang iseng dan sangat menyebalkan itu kini berubah menjadi sosok Dino yang, yah, lumayan. Tidak begitu buruk—setidaknya ia sudah mengerti cara memberi perhatian pada teman perempuannya ini.
Dan untuk sekedar menghargai usaha seorang teman yang berniat baik padanya, Hyun Ji rasa ia perlu untuk membangkitkan kedua sudut bibir secara tulus pada wajah, mengulurkan tangan untuk menepuk pelan bahu Dino sementara kedua tungkainya melangkah pelan melewati lorong apartemen.
"Aku tak percaya kau berniat untuk mengambilkan boneka itu untukku. Tapi terimakasih. Sekarang aku tahu kalau kau memang benar-benar berubah." Gelak tawa mengudara, masih terjaga volumenya. Sengaja memang, Hyun Ji tak mau menciptakan keriuhan di lorong yang sepi ini hanya dengan suara tawanya sendiri. Tidak, selama itu memalukan dirinya.
Dino berdecak, mengelus-elus bahu bekas pukulan Hyun Ji sambil bersungut pelan. Walau memang pukulan itu lemah dan tidak ada apa-apanya dibanding tenaga seorang lelaki yang ia miliki, tetap saja pemuda itu menunjukkan ekspresi sakit yang dibuat-buat. "Ck, sekarang aku menyesal telah mengajakmu ke arcade."
Hyun Ji mengernyitkan kening tak terima. "Memangnya siapa yang menyarankan untuk main di sana? Kau, 'kan?"
Ah, benar juga. Kalau kembali diingat-ingat, semua ini berawal dari usulan singkat Dino di sela-sela makan siang, "Ji, mau coba main di arcade? Di mall ini ada yang baru buka, lho."
Andai saat itu Dino mau memberi jeda beberapa detik untuk Hyun Ji dapat menolak halus ajakannya, mungkin malam ini ia tak perlu berceloteh lebar soal suka-duka permainan di sana; soal beberapa keluhan tersendiri yang didasarkan pada kekecewaan karena tak mampu memberikan apa-apa pada Hyun Ji. Baginya itu memalukan, sangat memalukan.
"Itu karena aku pikir, bermain sebentar di sana akan membuatmu merasa terhibur." Pemuda itu mengendikkan bahu, melirik sekilas ke arah Hyun Ji dengan seulas senyum miring yang tersemat pada bibir sebelum melanjutkan, "kau tahu, biasanya anak kuliah akan sibuk saat tengah semester. Selagi ini masih awal, kenapa tak kita coba untuk bersenang-senang?"
Gelak tawa mengudara, masih sama seperti yang Hyun Ji kenal; tawa Dino mengudara bebas dan terdengar halus pada telinganya, entah mengapa selalu dapat menyelipkan sepercik kehangatan pada batinnya. Gadis itu berhenti tepat saat langkahnya mencapai depan kamar apartemen dengan nomor 202, berbalik menghadap Dino sebelum kemudian menyahut, "Kau ini benar-benar, ya." Hyun Ji menggeleng pelan, mendengus tak percaya lalu melanjutkan, "Tapi sekali lagi, terimakasih untuk waktu bersenang-senangnya. Kau benar, setidaknya aku terhibur sekarang."
Dino menyelipkan telapak tangan dalam saku celana, tersenyum bangga saat mendengar kata 'terimakasih' keluar dari mulut Hyun Ji dengan seulas senyum manis yang mengembang lebar. "Ah, aku sudah tahu kau pasti akan menikmatinya. Belajar terus-terusan hanya akan membuat otakmu panas tahu."
"Iya, iya. Terserah." Hyun Ji merotasikan bola mata, mendengus pendek sebelum kembali berkata, "Aku masuk dulu. Kau mau mampir sebentar atau?"
"Tidak usah. Aku kembali saja ke kamarku. Toh nanti kalau aku lapar, aku bisa menumpang makan di kamarmu."
Dino lagi-lagi tergelak dengan nada rendah khasnya kala melihat Hyun Ji memasang tampang datar yang entah mengapa terlihat lucu. Sementara gadis itu hendak menutup pintu setelah melambai singkat sebagai ucapan perpisahan, Dino mendadak menyentakkan Hyun Ji dengan satu kalimat yang sengaja diucapkan lantang, "Selamat malam! Tidur yang nyenyak dan jangan lupa mimpikan aku, ya!"
Hyun Ji memasang tampak jijik yang dibuat-buat, lagi-lagi sukses membuat Dino kembali terbahak. Mungkin gombalan receh yang dengan mudah dapat diucapkan oleh sebagian besar lelaki di dunia tak akan bisa memikat hati Hyun Ji begitu saja, Dino tahu betul hal itu. Namun tepat saat pintu tertutup dengan gema pelan berdengung pada telinganya, pemuda itu sadar bahwa ia telah melakukan hal yang benar hari ini.
Setidaknya, ia telah membuat gadis itu tersenyum. Itu lebih dari cukup.
***
Hyun Ji mungkin telah melewatkan lebih dari satu jam kejadian menyenangkan di kantin universitas pagi ini. Kedatangannya memang tidak terlambat untuk kelas siang yang akan berlangsung setengah jam lagi, tapi melihat bagaimana sahabatnya bermesraan dengan seorang lelaki yang tak lain adalah Kim Mingyu, gadis itu tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum lebar, detik selanjutnya langsung melangkahkan tungkai cepat untuk ikut bergabung dalam gumpalan kebahagiaan mereka.
Sembari memasang senyum lebar sementara batinnya berusaha menyangkal rasa iri yang tertahan, Hyun Ji mengambil posisi duduk tepat di depan Ara, sekejap sukses membuat gadis itu terkesiap dan mengerjap cepat. "Astaga, sejak kapan kau sampai?"
Hyun Ji terkekeh pelan, sekilas melirik Mingyu yang juga membelalakkan mata walau hanya sesaat. Mereka jarang bertemu, tidak terlalu akrab sebagaimana Ara mengenal Mingyu. Walau begitu tetap saja, satu-satunya teman lelaki menyenangkan yang pernah Hyun Ji kenal tetap jatuh pada seorang Kim Mingyu--mungkin sekarang, posisinya akan tergeser dengan Lee Chan, mengingat akhir-akhir ini pemuda itu sering sekali membuat Hyun Ji tertawa.
Kecanggungan nyaris melanda kalau saja Hyun Ji tak menyahut cepat, "Sejak kalian masih berpelukan manja. Astaga, pelukan teletubies saja kalah erat."
Mingyu tertawa. Mungkin salah satu alasan mengapa Ara bisa jatuh hati dengannya; pemuda itu ramah dan tidak kaku walau pada orang baru. Tak beda jauh dengan Wonwoo yang dulu per—ah, sebuah kesalahan untuk kesekian kalinya. Astaga, Ji, berhenti memikirkan pemuda itu!
"Tidak, Ji." Mingyu mengibaskan tangan kiri, sementara tangan kanannya masih setia melingkar pada bahu Ara. Nampak hangat ketika jemarinya bertaut pada jemari mungil Ara. "Teletubies tidak semanis Ara." Pemuda itu mencondongkan tubuhnya ke depan, menutupi mulut dengan tangan sembari berbisik, "Juga tidak segendut Ara."
"Kim Mingyu!"
Mendengar pekikan sebal Ara lalu melihat pertunjukan dimulai dimana gadis itu mulai menyerang kekasihnya dengan pukulan pelan bertubi-tubi, lengkap diiringi gelak tawa usil Mingyu membuat senyum Hyun Ji merekah lebar. "Kalian semakin manis tiap harinya. Ah, aku khawatir kedatanganku hanya akan menjadi nyamuk."
Ara beralih menatap Hyun Ji, secara bersamaan berhenti memukuli Mingyu. "Jangan begitu, Ji. Tidak ada yang menjadi nyamuk di sini," tegasnya.
Mingyu terkekeh pelan, merasa sedikit aneh saat kekasihnya itu berucap dengan ketegasan dan beberapa kata yang ditekan. "Bukannya kau punya kekasih? Ajak saja dia ke sini."
Entah apa yang salah pada kalimatnya saat itu, Mingyu sendiri tidak mengerti. Karena setelah ucapannya mengudara santai dengan nada bergurau yang harusnya mampu mencairkan suasana, pemuda itu malah dikejutkan dengan tatapan tajam Ara, pada akhirnya sukses membuat kurva yang tadinya melengkung pada bibir Mingyu menurun perlahan.
Saat pemuda itu melirik Hyun Ji pun, gadis itu hanya mengerjap pelan, memberi jeda beberapa detik dengan kecanggungan sebelum kemudian menghela napas untuk menaikkan kedua sudut bibir paksa. "Ah, itu, ternyata kau belum tahu ya." Hyun Ji tertawa getir. "Kami baru saja putus."
Putus.
Ternyata benar dugaan Mingyu, ada yang tak beres di sini.
Mungkin ini alasan mengapa Ara memelototinya, mungkin ini alasan mengapa senyum Hyun Ji menurun perlahan saat mendengar Mingyu membicarakan soal kekasihnya.
Mungkin ini pula alasan, mengapa gadis itu menatap hampa meja kantin dengan helaan napas yang berembus lelah.
Ah, Mingyu merasa tak enak sekarang.
"Maaf, aku benar-benar tidak tahu."
"Kau ini! Bukannya memang aku pernah cerita, ya?" desis Ara cepat, nyaris memotong permohonan maaf Mingyu kalau saja pemuda itu tak segera menyelesaikan ucapannya.
Hyun Ji tersenyum miris, begitu tipis dengan desah pelan yang mengudara. Ada getar aneh pada hatinya lengkap dengan darah berdesir cepat saat kata kekasih kembali ia dengar. Namun ia tak mau ada yang merasa bersalah di sini. Jadi gadis itu terpaksa mengembangkan tawa, mengibaskan tangan santai sembari menyahut, "Sudahlah. Itu masa lalu, kisah lama yang telah usang. Tak usah diungkit lagi."
Ara menelan ludah yang tersendat di tenggorokan. Wajahnya datar dengan satu senyum getir yang tersemat pada bibir, tak jauh beda dengan ekspresi Mingyu yang sama canggungnya--masih mengandung rasa bersalah. Ah, menyebalkan. Suasana pagi yang cerah mendadak berubah kelam.
"Hei, sudahlah. Jangan merasa bersalah begitu," ucap Hyun Ji kemudian, berpura-pura riang dengan nada bicara yang sengaja dihebohkan. Gadis itu menghela napas, tersenyum getir saat menambahkan, "Lagipula mantan kekasihku sudah mendapat kekasih baru. Hubungan kami benar-benar sudah selesai."
"Wonwoo memang keterlaluan," maki Ara pelan, tapi buru-buru ditepis dengan satu kalimat yang diucapkan lebih keras, "Ehm, Ji, maafkan Mingyu yang salah bicara tadi, aku benar-benar merasa tak enak."
Entah apa yang salah dari kalimat Mingyu, entah apa alasan yang tepat untuk Ara bisa merasa tak enak, Hyun Ji masih belum mengerti. Tapi toh akhirnya gadis itu mengangguk juga, secara tak langsung menerima permohonan maaf yang ia sendiri tak tahu maksudnya.
Keheningan menyelimuti tiba-tiba, mendadak menghadirkan rasa canggung yang membuat jemari Hyun Ji saling bertaut resah.
Namun tak ingin berlama dalam suasana tidak mengenakkan ini, gadis itu akhirnya berdeham pelan, membangkitkan tawa renyah yang entah ditujukan untuk siapa. Mulutnya terbuka, hendak kembali membuka topik pembicaraan yang berbeda sebelum kemudian suara Mingyu pecah dengan kerut tipis pada kening. "Tunggu. Wonwoo? Apa nama mantan kekasihmu Jeon Wonwoo?"
Keheningan kembali menyergap. Begitu cepat, seolah waktu tak memberi kesempatan bagi Hyun Ji untuk mengusir atmosfir canggung yang datang. Meski harus melewati jeda beberapa detik dalam keheningan, gadis itu akhirnya memiringkan kepala dengan kening berkerut heran tatkala menjawab, "Iya, memang benar. Bukannya Ara pernah memberitahumu?"
Namun yang terjadi sungguh di luar dugaan Hyun Ji. Sahabatnya itu malah mengerutkan kening dalam, mencoba mengingat-ingat sebelum kemudian menyadari ada keanehan yang terjadi di sini. Gadis itu buru-buru memutar tubuh menghadap Mingyu, menggeleng pelan untuk menyangkal ucapan Hyun Ji. "Tunggu. Aku tak pernah menyebut nama mantan kekasih Hyun Ji padamu, bagaimana kau bisa tahu?"
"Memang tidak, tapi kalau memang Jeon Wonwoo yang dimaksud ..." Mingyu mengerjap dengan alis bertaut, nampak sedang berpikir sementara Hyun Ji dan Ara bertukar pandang dengan kening berkerut, sama-sama tak mengerti jalan pikiran Mingyu. Memberi jeda beberapa detik yang penuh kecanggungan, pemuda itu nyaris tersedak ludah sendiri tatkala menyahut dengan suara pelan yang terdengar begitu lemah. "Dulu dia adalah senior di universitasku."
Ara membelalak tak percaya. "Kau mengenalnya?" Gadis itu mendengus keras. "Ini gila, benar-benar tidak mungkin. Ah, aku tak menyangka Seoul sesempit ini ternyata."
"Aku tidak mengenalnya begitu dekat, hanya sebatas tahu nama, tapi ..." Pemuda itu beralih menatap Hyun Ji dengan tatapan serius yang sukses membuat gadis itu mengerutkan kening heran. "Aku rasa kau perlu tahu ini, Ji. Ada yang tak beres dengannya."
Jantung berdetak cepat, darah berdesir lambat, kaku menyergap. Hyun ji dapat merasa napasnya tertahan tanpa sebab tatkala menyahut dengan suara serak, "Tidak beres?"
"Ia pernah membolos beberapa minggu sebelum ujian. Tapi gosipnya tak berhenti sampai situ saja." Mingyu menjeda, membiarkan helaan napasnya mencelos perlahan sementara alisnya masih bertaut erat.
"Gosip? Gosip apa?"
"Entah ini benar atau tidak, tapi mengingat fakta bahwa setelahnya Wonwoo mengundurkan diri dari universitas, sebagian mahasiswa meyakini bahwa rumor ini memang benar."
Mengundurkan diri?
"Ibu Wonwoo, Ji ..." Mingyu menghela napas pelan, saling menautkan jemari dalam kegelisahan kala melanjutkan, "Wanita itu baru dijebloskan ke penjara karena tindak kriminalitas. Kudengar ia telah menipu banyak orang dengan jumlah besar yang tak main-main." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top