#ShawMela

Wizardcookie

Jika saja ia menyerah saat itu, mungkin Shaw tak akan bertemu dengan gadis yang ada di genggamannya. 

Seorang gadis pemilik mahkota hitam pekat dengan panjang sepinggang, memiliki aroma manis bak stoberi yang selalu memikat, juga sifatnya yang ceroboh, malu-malu, sensitif, membuat Shaw semakin terjerat dalam pesonanya. Kadangkala ia berpikir, jika saja Shaw menyerah pada satu waktu dimana ia tak ingin lagi mencari gadis kecil di masa lalunya, mungkin hari ini ia tak dapat menggenggam tangan mungil itu, merasakan tubuhnya saat didekap atau bahkan mengecup puncak kepalanya. Ia berterima kasih pada dirinya sendiri yang tidak menyerah, memutuskan untuk mencari Melanie hingga mereka bertemu dan menjalin kasih hingga detik ini.

Jemari mungil itu masih tergenggam erat seakan tak mau lepas, saling bersandar di punggung sofa, kedua pandangan tak lepas dari film romansa yang terputar di layar kaca. Kebetulan cuaca hari ini tidak begitu mendung, juga tak terlalu cerah. Benar-benar pas untuk menghabiskan waktu berdua.

Kepala Melanie pun tersandar di bahu sang lelaki, menyadari itu pun membuat pipinya dielus oleh Shaw dan hawa tersebut menikmati sentuhan yang ia rasakan pada wajahnya. Sedetik itu ia lupa dengan film yang terus berjalan, terlalu menghayati belaian dari kekasihnya. 

"Aku lapar," keluh Shaw. Kepalanya lantas menoleh ke dapur. "Kau masak?" 

Pihak yang diajak bicara pun ikut menggerakkan kepalanya, melihat ke dapur juga lalu menggeleng. "Aku cek dulu ya." 

Genggam tangan mereka pun terlepas. Melanie melangkah menuju dapurnya yang tak jauh dari ruang tengah, membuka lemari yang ada di bagian atas dan menemukan satu bungkus spageti yang sudah sepaket dengan bumbunya. Ia menggoyangkan kotak tersebut, menyembulkan kepalanya dari dinding dapur dan menunjukkannya pada Shaw. "Ada spageti, kau mau?" 

"Boleh." 

Melanie pun kembali ke dapur, menyiapkan alat dan bahan untuk memasak makanan yang akan diberikan pada kekasihnya. Dia tidak begitu masalah jika harus memasak demi lelaki yang ia temui dan menjalin kasih begitu lama, malah Melanie merasa hal seperti ini belum cukup untuk mengimbangi perasaannya pada Shaw. Ia tak begitu suka berkata-kata, juga terlalu malu untuk mengungkapkannya. Melanie hanya bisa melakukan apa yang dia bisa, meski tak tahu apakah tindakannya sesuai dengan apa yang dia terima. Namun, Shaw tak pernah protes. Apapun yang Melanie lakukan untuk lelaki itu, Shaw tak pernah menolak–meski tentu, dengan jiwa prankster-nya, sang adam seringkali mengejek sebagai awalan sebelum akhirnya memuji. 

Ketika gadisnya sibuk pada kompor, Shaw beranjak dari sofa dan melangkah menghampiri Melanie. Terlalu fokus membuat gadis itu tak sadar dengan keberadaannya, membuat Shaw tersenyum tipis. Kedua tangannya bergerak guna memeluk Melanie dari belakang dan mendekapnya erat. Jelas Melanie terkejut ketika seseorang tiba-tiba memeluknya. Ia dapat mencium aroma mint maskulin yang menyeruak saat berada begitu dekat dengan Shaw. 

"Kenapa?" Melanie bertanya, mengelus punggung tangan sang lelaki. 

Shaw meletakkan kepalanya di bahu gadisnya. "Ti~dak, aku hanya mau menyatakan bahwa kau milikku." 

Dengkusan tercipta dari sang gadis. "Aneh," ketusnya. "Kau sudah beberapa kali begini hari ini." 

"Salah ya?"

"Ya gak salah, sih. Cuma aneh aja." 

"Karena kita jarang ketemu, Ann," jelasnya. "Kalau kau dan aku di rumah terus, aku akan terus begini." 

Melanie terkekeh, mengacak rambut abu- kebiruan sang lelaki gemas. Tentu saja, apa yang dilakukan Shaw padanya saat ini membuatnya nyaman. Ia sudah nyaman dengan Shaw, jadinya tidak protes sama sekali dan lagi, lelaki itu sudah nyaman dengan Melanie. Keduanya telah mengisi masing-masing separuh jiwa, keduanya tak ingin menjauh lagi, keduanya tak ingin terpisah. Baik Shaw maupun Melanie, keduanya tak mau hal itu terjadi.

"Kau tahu 'kan, aku sempat menyerah demi mencarimu." 

Gadis itu mengangguk, memasukkan spageti ke dalam panci yang airnya sudah mendidih lalu menuangkan sedikit minyak ke dalam panci. "Lalu?" 

"Ya itu." 

"Apa?" 

Shaw mendecih. "Kalau aku menyerah, ya aku gak bakal memelukmu sekarang." 

"Terus?" 

"Kau menggodaku ya?" ancamnya, membuat Melanie terkekeh. Ia berbalik dan mencubit kedua pipi Shaw. 

"Pacarku ini 'kan gemesin kalau malu-malu!"  

Sekali lagi Shaw mendecih. Kini kedua tangan Shaw menangkup pipi Melanie, mengelusnya guna ibu jari. Iris merkuri dan karamel saling beradu, keduanya dapat melihat dengan jelas pantulan lawan bicara mereka. "Sebenarnya aku hanya ingin mencari gadis hujan yang bermain denganku karena aku tertarik," ucapnya. "Tak kusangka, aku malah jatuh cinta. Padahal itu bukan bagian dari rencanaku." Senyum tipis terulas di wajah Shaw. Ia tak menyesal karena Melanie berada di sisinya. Ia sadar telah jatuh ke dalam jurang cinta, mencintai orang yang tepat seperti Melanie dan sekali lagi, ia tak menyesali itu. "But i don't regret i did."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top