#SenAi
"..."
"..."
"Oke, sampai kapan kau akan menatapku seperti itu, Senkuu-kun?"
"Apa salahnya aku menatapmu?"
"Mou ..." Ainawa mencebikkan bibirnya, lantas kembali kepada layar ponsel, "tapi tidak seintens itu juga," lanjutnya.
"Ayolah, aku hanya penasaran dengan apa yang membuatmu sebegitu fokusnya menatap ponsel sampai mengacuhkanku—makanya aku harus menatapmu seperti tadi—, dan ternyata kau sedang main game. Tumben sekali?"
Walau Ainawa sempat cemberut, dia tetap menggeser tubuhya untuk memberikan ruang kepada Senkuu di sofa. Termasuk kala membiarkan lelaki itu bersandar di bahunya dan mengamati apa yang jemarinya tekan sedari tadi.
"Well, katanya ini game yang lagi tenar untuk wanita belakangan ini. Aku juga mencobanya karena dipaksa oleh temanku. Istilahnya sih otome game begitu."
"Bagaimana sistem kerjanya?"
Seketika itu juga mata Ainawa berbinar dan dengan semangat langsung menjelaskan apa saja yang dia ketahui tentang permainan itu. Dia turut memperlihatkan berbagai fitur dan karakter yang disediakan. Sampai dia tidak menyadari bahwa Senkuu mendecih begitu Ainawa mengatakan bahwa dia menyukai karakter yang saat ini tengah dimainkan.
"Dari penjelasanmu, intinya ini adalah date simulating game, kan? Lebih cocok dimainkan oleh mereka yang masih single, bukan yang berpasangan sepertimu, Ainawa."
Semula Ainawa akan protes mendengar komentar tersebut, tetapi begitu lengan Senkuu menyusup untuk memeluk pinggangnya dengan erat dan mulai membubuhi bahunya dengan kecupan ringan, instingnya seketika mengatakan bahwa lelaki itu tengah dirundung cemburu buta. Cukup untuk membuat Ainawa langsung memerah dan salah tingkah.
"Uh, uhm ... aku lebih fokus ke items yang didapatkan sih. Baju dan aksesorisnya ... cantik semua ...." Suara Ainawa yang kian mengecil membuat Senkuu tak kuasa menahan tawa. Alhasil si Ishigami langsung mengecup pipinya pelan dan kembali ke posisinya semula.
"Iya, iya. Aku tahu kau masih bisa membedakan fiksi dan realita. Masih bisa memilih aku dibandingkan karakter game ini."
"Percaya diri sekali." Celetukan Ainawa membuat Senkuu menatapnya tajam dan si wanita segera menoleh ke arah lain dengan muka memerah.
"Aku memang percaya diri kok. Sudah, kau lanjutkan saja game-mu. Aku akan ikut membaca story-nya. Siapa tahu dapat inspirasi. Ini rating dewasa kan?"
Butuh waktu untuk Ainawa menyadari dua kalimat terakhir, sebelum wajahnya kian memerah dan memukul ringan lengan Senkuu.
*****
"... aki-sama!"
"... iaki-sama!"
"Chiaki-sama!"
Ainawa seketika mengerjap mendengar teguran tersebut. Membuatnya langsung menoleh dan mendapati sesosok wanita muda dengan kimono merah muda yang menatapnya khawatir. Rasanya dia mengenal raut wajah ini.
"Apakah anda kurang sehat, Chiaki-sama? Jika iya, lebih baik anda kembali ke kamar. Biarkan saya yang melanjutkan masakan kali ini."
Kalimat itu membuat Ainawa menyadari sekitarnya. Mereka berdua ada di dapur yang begitu sederhana jika dibandingkan dengan dapur modern, tapi kelengkapan alatnya membuatnya yakin ini bukan sembarang dapur. Tatapannya lantas kembali kepada wanita yang masih menatapnya dengan khawatir, sebelum terakhir kaget melihat dirinya yang menggunakan beberapa lapis kimono berbahan sutra terbaik.
"Uhm, sebentar—"
"Maaf mengganggu waktu memasak anda, Chiaki-sama. Namun, anda diminta menghadap Nobunaga-sama."
Keduanya menoleh dan mendapati sesosok lelaki lain dengan kimono biru yang sudah ada di depan mereka. Ainawa yang kian bingung akhirnya mengekori lelaki itu setelah diyakini berulang kali oleh wanita yang bahkan dia belum tahu namanya.
Selama perjalanan menuju tempat yang dimaksud, Ainawa mengamati dengan cermat setiap bangunan dan halaman yang mereka lewati. Rasa familiar yang begitu aneh membuatnya merasa gelisah, sampai tertinggal karena langkahnya yang melambat.
"Chiaki-sama? Apakah anda baik-baik saja? Wajah anda terlihat pucat."
Ainawa menggeleng dengan cepat kepada manik berwarna biru tersebut. Lawannya hanya tersenyum kecil, kemudian kembali melanjutkan perjalanan mereka.
'Mengapa mereka selalu memanggilku dengan nama Chiaki, terlebih memakai imbuhan seperti itu? Aku jadi teringat dengan otome game yang—'
Seolah waktu berhenti berputar, detik itu juga Ainawa menyadari kenyataan apa yang terjadi. Chiaki adalah nama yang dia berikan kepada avatar-nya di dalam game tersebut, di mana menurut latar ceritanya adalah seorang anak dari seorang pemilik restoran kecil di sebuah desa. Setelah memilih karakter suitor dan mengikuti rute kejadian yang ada, dia akan menjadi pasangan suitor tersebut.
'Berarti ini ada di istana? Dan orang-orang ini adalah figuran dari game tersebut? Sebentar. Bagaimana bisa?! Lalu tadi dia bilang aku dipanggil oleh Nobunaga? Nobunaga yang rutenya aku pilih di game?!'
"Chiaki-sama, kita sudah sampai. Silakan anda masuk. Nobunaga-sama sudah menunggu anda di dalam." Lelaki tersebut membukakan pintu geser seraya tersenyum. Luput mengamati wajah Ainawa yang sudah gugup luar biasa kala melewatinya.
'Bukannya Nobunaga itu adalah seorang tiran yang kejam di dalam cerita? Bagaimana jika dia menyadari bahwa aku adalah orang yang berbeda? Sebenarnya bagaimana ini semua bisa terjadi?!'
"Apakah anda memanggil saya, Nobunaga-sama?"
Terlepas dari pikirannya yang begitu ribut, Ainawa kaget begitu dia berlutut dengan mulus, juga kalimatnya yang begitu lancar keluar. Seolah dia sudah melakukan hal ini seumur hidupnya. Apalagi ketika dia mendongak dan menatap balik manik keabuan yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya.
'Dia tidak curiga, kan? Aku tidak akan mati di sini, kan?!'
"Nobunaga ... -sama?"
"Tingkat infeksi tumbuhan terbagi menjadi lima tingkatan. Semakin dekat lokasi trauma dengan kalus, semakin cepat pula proses penyembuhan yang terjadi."
"Eh?"
'Hah? Kok? Bukannya itu fisiologi tumbuhan? Memangnya pengetahuan biologi di zaman ini sudah semaju itu?'
Ainawa yang dikejutkan oleh kalimat yang sangat tidak dia sangka itu tidak sempat bereaksi begitu lelaki dengan rambut merah marun tersebut mendekatinya. Dirinya kian membeku kala dia dibuat mendongak dan menatap tepat di matanya.
"Hormon apa yang membantu proses penyembuhan tersebut?"
"Asam traumalin dan gas etilen—hmph!" Ainawa langsung menutup mulutnya begitu dia refleks menjawab pertanyaan itu. Terlebih melihat sorot mata lawan perlahan berubah. Situasi yang kian membingungkan tersebut berakhir kala si lelaki memeluknya dengan erat.
"Syukurlah! Dugaanku sepuluh miliar persen benar. Kau adalah Ainawa. Kau benar-benar Ainawa!"
"Kau ... Senkuu-kun?"
Tubuh yang bergetar itu menjadi jawabannya. Ainawa pun seketika lemas, rasanya seolah beban di pundaknya terangkat sempurna kala mengetahui bahwa yang dia peluk adalah Senkuu. Dia tidak lagi sendirian di tempat antah berantah ini.
"Baiklah, Ainawa. Jadi ..."
Setelah itu keduanya membahas apa saja yang mereka ketahui dan mencocokkannya dengan situasi yang terjadi. Kesimpulannya, Ainawa menjadi avatar miliknya, sementara Senkuu menjadi karakter suitor yang dipilih oleh Ainawa, dan sekarang mereka ada di situasi menjelang akhir dari rute karakter tersebut.
"Jadi, kau hanya ingat sampai kau memilih 'Divine Ending', yang mana itu adalah 'happy ending' untuk karakter ini, kan?" Anggukan Ainawa membuat Senkuu mengembuskan napas lega.
"Aku tidak tahu apa dampaknya, tapi aku akhirnya bisa merasa tenang setelah seharian bertindak sebagai orang asing," ucap Senkuu yang kini berbaring di paha Ainawa, "kau juga. Aku yakin kau sangat kebingungan sampai tadi."
Ainawa mengangguk, membenarkan semua itu. "Sangat. Aku bahkan sangat takut ketika mendengar 'Nobunaga-sama' memanggilku. Kupikir aku akan mati," balas Ainawa. Jemarinya menyisir lembut surai merah tersebut.
"Oh, karena sudah seperti ini dan sembari kita mencari jalan keluar, ada yang ingin aku lakukan."
"Apa itu?" Alis Ainawa terangkat heran.
"Kau ingat salah satu alasanmu memainkan game itu adalah karena item baju dan aksesorisnya bagus, kan? Aku sudah memberitahu bawahanku untuk memanggil para pedagang yang bersangkutan ke istana. Kau bisa memilih apapun yang kau mau ketika mereka datang."
Ainawa langsung melebarkan mata, sementara Senkuu hanya memberikan senyum miring; merasa bisa memanfaatkan posisinya saat ini. Sebelum akhirnya mereka tertawa bersama.
*****
Denting jam yang terdengar lamat-lamat kian menjadi jelas seiring Ainawa membuka mata. Setelah mengerjap beberapa kali, dirinya menjadi bingung melihat ruang tengah yang ada. Bukannya tadi dia tidur di futon setelah seharian mengikuti rapat dengan petinggi klan Oda? Kebingungannya berakhir begitu mendapati Senkuu yang memeluknya dari bawah perlahan membuka mata.
"Ainawa? Kau bangun?"
"Iya. Aku bangun karena bermimpi aneh."
Alis Senkuu mengerut, "mimpi aneh? Sama. Aku bermimpi menjadi salah satu tokoh sejarah seperti di game-mu itu. Sepertinya kita terlalu fokus untuk membuatnya mendapatkan akhir yang bagus."
Tawa keduanya terdengar, sebelum memutuskan untuk kembali mengeratkan pelukan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top