#SenAi
Manik bak delima itu terlihat kala kelopaknya membuka. Mengerjap beberapa kali hingga suasana menjadi jelas, Senkuu pun meloloskan kantuk yang tersisa. Refleks dirinya terbangun untuk segera menopang tubuh yang lantas mengusap mata. Dirinya kembali mengerjap, sebelum berpaling ke sisi kanan tubuhnya kala menyadari ada sebuah siluet.
Senyum miringnya merekah kala siluet itu berubah menjadi sosok yang masih terlelap. Entah bagaimana caranya tertidur hingga sebagian wajahnya tertutupi oleh rambut hitam nan sepinggang tersebut. Maka Senkuu merebah kembali, dengan lengan yang menopang tubuh atas, untuk perlahan menyingkirkan helaian jelaga tersebut. Membuat wajah pemiliknya menjadi kian jelas; terlelap seperti bayi yang begitu tenang.
Seolah melupakan adanya pertemuan penting beberapa jam ke depan, Senkuu malah memperbaiki posisinya agar lebih nyaman dalam mengamati lawan. Sebuah impulsivitas rutin yang baru dia sadari setelah beberapa bulan berada di bawah atap yang sama dengan Ainawa.
“Ainawa …” bisiknya mencoba usik lelap si wanita. Di satu sisi teringat akan rahasia yang dia dapatkan dari kakak iparnya mengenai kebiasaan Ainawa.
“Mhmm …” Gumaman singkat itu membuat si lelaki semakin menyunggingkan senyum.
“Pilih satu. Cokelat atau jeruk?”
Pertanyaan yang dibisikkan itu seolah langsung tersampaikan ke alam bawah sadar Ainawa. Membuat alisnya mengeryit tidak suka, meskipun matanya tetap tertutup sempurna.
“Kue cokelat dengan krim jeruk—hmm …”
Sebisa mungkin Senkuu berusaha agar tawanya tidak lepas. Sudah ke sekian kali dirinya mencoba hal yang sama, tapi dirinya tidak bosan. Isi otaknya mempertanyakan, sejak kapan hal semacam ini mampu membuatnya tertawa?
“Kau selalu jujur kalau masalah makanan ya?” ujar Senkuu seraya menggeleng. Jemarinya bergerak lagi, coba uji sensitivitas Ainawa dengan mengelus pelan pipinya. Tidak berpengaruh. Wanita itu sepertinya benar-benar kelelahan setelah menyusun laporan divisinya semalam, sehingga tetap pulas walau sekian jam sudah berlalu.
Setidaknya hal itu membuat Senkuu mampu melakukan apa yang dia lakukan sekarang. Mengingat dirinya yang belum terbiasa dengan hubungan mereka. Jika Ainawa sadar, tentu hal semacam ini tidak akan pernah terjadi. Setidaknya untuk sekarang.
Membicarakan hubungan, Senkuu teringat kala Ainawa mengungkapkan perasaannya, tak lama sebelum Byakuya tiba-tiba menjodohkan mereka. Dirinya pada saat itu tentu saja tidak habis pikir dengan keduanya. Apa yang membuat mereka begitu mengutamakan sesuatu bernama perasaan di atas logika?
Namun, seolah karma, kini logikanya entah ke mana. Menghabiskan enam bulan bersama dengan Ainawa sudah cukup membuatnya menerima ‘kekalahan’. Untuk pertama kalinya dia merasa kehadiran Ainawa adalah sesuatu yang sudah dia nantikan sekian lama. Terlebih ketika mereka akhirnya melakukan hal itu, Senkuu tahu bahwa dirinya sudah jatuh untuk bungsu Yousuka tersebut.
Bagi dirinya yang sudah merencanakan masa depan secara rinci, Ainawa adalah variabel yang tidak pernah dia prediksi, tapi anehnya tidak dia sesali sama sekali.
Memikirkan semua kilas balik itu memunculkan sesuatu di benak Senkuu. Segera dia menunduk sedikit, tepat di depan telinga Ainawa, lantas berbisik, “apakah kau mencintaiku, Ainawa?”
Seolah sadar, wajah Ainawa memerah dengan sendirinya. Sebelum tersenyum kecil dan menjawab, “tentu. Aku sangat mencintai Senkuu-kun.” Setelah itu, dengkuran halusnya terdengar kembali.
Kasur mereka berderak kala Senkuu menjatuhkan dirinya di sebelah Ainawa. Tangan menutupi separuh wajah yang mendadak panas. Sebelum beralih menutup mata dan lelaki itu pun tertawa kecil. Tidak pernah menyangka bahwa jawaban itu akan memberikan euforia yang begitu besar baginya, sebab kini jantungnya pun berdetak kencang.
Maka setelahnya, Senkuu kembali menghadap Ainawa. Sebelah tangannya masuk ke dalam selimut guna memilin jemari si hawa, sebelum dibawa keluar lantas mengecup bukunya pelan.
“Terima kasih karena sudah hadir, Ai …”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top