#SamaRain

“Ada apa ini?”

Itulah yang keluar dari mulut Samatoki saat melihat betapa sibuk dan hebohnya lobi kantor Rain.

“Ah, Aohitsugi-san.”

Salah satu asisten Rain yang tengah membawa tumpukan dokumen berhenti guna menyapa suami atasannya itu. Setekah menundukkan kepalanya dengan singkat, sang asisten pun mulai menjelaskan situasinya.

“Baru saja Miss Rain berhasil mendapatkan proyek yang beliau incar selama enam bulan terakhir,” jelas sang asisten, “jadi seisi kantor sedang sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk memulai proyeknya.”

“Begitu?” sahut Samatoki sebelum akhirnya melambai guna menyuruh sang asisten pergi, “kupikir terjadi sesuatu yang buruk. Jadi, di mana dia?”

Pertanyaan Samatoki sukses membuat seisi lobi menjadi sunyi, semua orang tampak menatap Samatoki dengan ekspresi lelah dan senyum canggung mereka, yang tentu saja membuat Samatoki mengerutkan alis tak suka.

“Apa?”

“Miss Rain berada di kantornya, sedang menikmati dessert yang dia pesan dari restoran sebagai perayaan kecil beliau,” jelas sang asisten mengetahui pasti siapa ‘dia’ yang Samatoki maksud.

Samatoki tak mengatakan apa-apa lagi, dirinya melangkah masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai teratas, lantai di mana kantor Rain berada. Begitu sampai di lantai 20, Samatoki dihadapkan oleh asisten utama Rain yang mengetik, menulis dan menelepon secara bersamaan.

Ah, Samatoki tahu kenapa mereka semua bereaksi seperti tadi.

‘Mereka tidak bereaksi dengan pertanyaan di mana Rain,’ batin Samatoki melambai singkat pada asisten Rain—yang dibalas dengan anggukan singkat sebelum sang asisten kembali fokus pada pekerjaannya, ‘mereka bereaksi dengan komentarku yang mengira hal buruk terjadi.’

Samatoki membuka pintu kantor Rain, dan dihadapkan oleh sang perempuan yang tengah asyik melahap es krim cokelat sambi duduk di sofa, dan itu sudah gelas keempatnya karena Samatoki melihat tiga gelas kosong lainnya.

“Kudengar kau berhasil mendapatkan proyek Delta.”

Mendengar suara Samatoki spontan membuat Rain mengangkat kepalanya dengan cepat, sebelum akhirnya tersenyum bangga dan mengangguk mantap.

“Ya!” jawab Rain dengan senang kemudian menepuk sisi sofa yang kosong di sebelahnya, “dan aku sedang merayakannya dengan membeli snack kesukaanku.”

“Dan melewatkan makan siang?”

Tubuh Rain membatu saat mendengar pertanyaan Samatoki, dan dirinya hanya bisa menghindari kontak mata dengan Samatoki yang sudah duduk di sebelahnya.

“Kau akan sakit perut jika makan es krim dengan perut kosong,” komentar Samatoki mengambil es krim Rain untuk menghabiskannya, “dan berhenti membuat anak buahmu lembur di hari perayaanmu.”

Rain yang tak terima es krimnya diambil langsung teralihkan dengan ucapan kedua Samatoki.

“Lembur? Apa maksudmu?”

“Setelah kau mendapatkan proyek Delta, apa yang kau katakan pada manajermu dan semua anak buahmu?”

Rain menatap Samatoki dengan polos, perlahan berkedip sebelum akhirnya terkesiap kaget dan berdiri dari sofanya.

“Megumi-chan, Megumi-chan...!” teriak Rain berlari keluar ruangannya untuk memanggil asistennya yang sedang multi-tasking di meja kerjanya, “maksudku segera itu bukan sekarang!”

Samatoki hanya mendengus mendengar kehebohan di luar ruangan, sebelum akhirnya menghabiskan es krim Rain.

“Dan kau melupakan lunch date dengan suamimu sendiri, kuso-onna.”

“BARUSAN KAU MEMANGGILKU APA!?”

“BAGAIMANA KAU BISA MENDENGARNYA DARI BALIK PINTU!?”

[][][]

Sekarang mereka berdua sudah berada di restoran yang Rain reservasi untuk lunch date mereka. Orang-orang luar mungkin melihat mereka berdua seperti pasangan yang serasi, melihat betapa senangnya Rain bercerita dan ekspresi lembut Samatoki yang setia mendengarkan sang perempuan bercerita.

“Lalu saat aku menawarkan investasi selama 5 tahun dengan keuntungan 40:60, saat itu juga proyek Delta berhasil aku dapatkan! Lalu ekspresi CEO perusahaan lain itu membuatku begitu puas dengan tawaranku! Lalu—”

Walaupun yang sebenarnya terjadi, Samatoki sama sekali tidak mengerti apa yang istrinya ini ocehkan.

‘Yang penting dia terlihat senang,’ batin Samatoki mendengus geli.

Tangan Samatoki kemudian terangkat dan menyentuh pipi Rain, sukses membuat sang perempuan berhenti total. Rain berkedip dua kali, membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu namun pada akhirnya hanya bisa menutup mulutnya dan mendengus kesal. Samatoki menatap heran Rain yang tiba-tiba berhenti berbicara, karena dia yakin sang perempuan belum menyelesaikan kalimatnya, ataupun menutup ceritanya.

“What’s wrong?”

“Did you just hear what I said?”

Samatoki mengangkat sebelah alis heran, namun jari tangannya tak henti mengelus pipi Rain—membuat pipi sang perempuan merona karena malu.

“Could you said that one more time?”

“Were you not listening?”

“I was, but I just like hearing your voice.”

Wajah Rain sukses menjadi tomat mendengar komentar Samatoki, yang kini sedang menyeringai puas karena reaksi sang perempuan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top