#SamaRain

RainAlexi123

Pagi Samatoki disambut oleh harum sarapan dan kopi yang samar tercium.

Sang laki-laki membuka matanya, kemudian bangkit dari posisi tidurnya. Dirinya tercengang untuk beberapa menit sebelum akhirnya turun dari kasur dan berjalan menuju dapur.

Morning, sleepyhead.”

Samatoki yang baru sampai di pintu mengangkat kepalanya saat mendengar sapaan untuknya, melihat Rain yang duduk di counter dapur dengan segelas teh panas di tangannya.

Morning to you too, sleeping beauty.”

Rain tersenyum malas, sebelum akhirnya meletakkan gelasnya di counter lalu turun untuk mendekati Samatoki. Saat sang perempuan sudah berada di depannya, Samatoki mengalungkan kedua tangannya di pinggang Rain lalu mencium puncak kepala sang perempuan.

“Hari ini aku akan pulang malam,” gumam Rain mengalungkan tangannya di leher Samatoki lalu mencium pipi sang laki-laki sebelum akhirnya berjalan menuju meja makan, “kunjungan klien penting, rapat untuk perencanaan tahun depan, laporan tentang pengeluaran bulan ini.”

Samatoki hanya diam mengikuti Rain yang mengoceh, senyumnya melebar saat tangan Rain dengan cepat meraih gelas tehnya yang ada di counter.

“Aku masih bertanya-tanya kenapa asistenku meletakkan semua jadwal penting di hari yang sama,” gerutu Rain menyesap tehnya setelah duduk di kursinya, “memikirkannya saja sudah cukup membuat kepalaku sakit.”

Samatoki tidak membalas, dirinya hanya duduk di seberang Rain—mendengarkan ocehan sang perempuan. Iris merah Samatoki tampak fokus pada penampilan Rain. Rambut pirang panjangnya terlihat seperti singa karena berantakan, yang uniknya hanya bisa dirapikan oleh Samatoki. Ditambah Rain yang memakan sarapannya diselingi ocehannya tentang jadwalnya hari ini.

‘Seperti tupai yang sedang makan,’ pikir Samatoki tersenyum geli melihat kedua pipi Rain yang diisi makanan.

“Oh, ngomong-ngomong ada majalah yang ingin wawancara dengan kita,” ucap Rain menarik perhatian Samatoki.

“Kita?”

“Ya, kau dan aku,” jawab Rain melap mulutnya kemudian meraih ponselnya, “temanya tentang pekerjaan dan pernikahan, semalam asistenku sudah mengirimkan pertanyaannya.”

“Kapan wawancaranya?”

“Minggu depan kalau tidak salah,” jawab Rain kemudian berkedip beberapa kali, “ah apa kau sibuk minggu depan?”

“Aku tidak bisa berkata tidak, mengingat pekerjaanku sebagian besar datang dengan tiba-tiba,” jawab Samatoki, “tapi akan kuluangkan waktuku.”

Rain mengangguk senang, kemudian membaca dokumen yang dikirim oleh asistennya.

“Apa kesan pertama kalian satu sama lain?” tanya Rain membaca pertanyaan pertama.

“Perempuan ceroboh yang sendirian, terlebih lagi saat malam-malam.”

Rain mengembungkan kedua pipi tak terima, sebelum akhirnya mendengus kesal.

“Laki-laki mencurigakan yang kupikir akan mencelakaiku,” sahut Rain mengalihkan pandangannya ke ponselnya.

“Hei aku berusaha menolongmu saat itu!”

“Dan aku bisa melindungi diriku sendiri!”

Mereka berdua saling pandang dengan tatapan tak suka, sebelum akhirnya tertawa bersama.

“Pertanyaan selanjutnya,” ucap Rain, “apa pertemuan kalian mempengaruhi pekerjaan kalian?”

Rain berkedip beberapa kali, sebelum akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat Samatoki sedang menatapnya dengan tatapan penasaran. Saat itu juga Rain menyadari bahwa Samatoki sudah selesai dengan sarapannya.

“Aku ingin tahu,” komentar Samatoki, “karena bertemu denganmu jelas membuat pekerjaanku berantakan.”

“Berantakan dalam hal baik atau buruk?”

“Dari wajahmu, kau sudah tahu jawabannya.”

Rain hanya tersenyum, sebelum akhirnya mengingat kejadian yang sudah lama terjadi namun teringat begitu jelas di dalam ingatannya.

“Dulu, atasan juga rekanku terkejut aku bisa bertemu denganmu tapi dia tak berkomentar lebih—”

Senyum di wajah Rain melebar, dan tawa kecil keluar dari mulutnya.

“—sampai aku bilang pada mereka kalau aku jatuh cinta padamu. Singkat cerita, begitulah cerita aku dipecat dari pekerjaan lamaku jadi pertemuan kita memang sangat mempengaruhi pekerjaanku.”

“Tunggu, kau bilang pada mereka—”

Samatoki menghentikan dirinya karena entah kenapa pernyataan Rain barusan membuatnya malu. Helaan napas keluar dari mulutnya, dan sebelah tangannya menutupi setengah wajahnya.

“...astaga, jadi Nemu tahu lebih dulu?”

“Dia yang tahu pertama, sebenarnya,” sahut Rain tertawa melihat reaksi Samatoki.

Rain kembali tertawa saat mendengar helaan napas kedua Samatoki, lalu ekspresinya melembut.

“Sungguh, aku sendiri tidak menduga akan bertemu denganmu mengingat kondisiku saat itu,” gumam Rain, “apalagi sampai jatuh cinta padamu.”

Rain kemudian menatap Samatoki, lalu tersenyum lebar.

“Ah, tapi aku tidak menyesal sudah jatuh cinta padamu,”

Samatoki menatap lama Rain yang cengengesan seperti anak kecil, sebelum akhirnya menggerutu kesal—diam-diam merutuki jantungnya yang berdetak tak normal juga pipinya yang semakin panas.

“Kau harus siapkan jawaban lain untuk wawancara itu, kuso onna.”

“Eh, kenapa!?”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top