Wedding Story | Rahasia Kendra

"Kak, besok aku kerumah mama boleh? Rencananya habis pulang kuliah aku ke sana. Gimana?" tanya Airin meminta ijin.

Kendra terdiam, matanya menatap manik mata Airin yang menatapnya minta persetujuan, menghela nafas dan mengangguk.

"Nggak papa. Tapi nanti pulang ke sini kan?"

Airin tersenyum manis. "Ehem. Aku cuman kangen sama mama." Jawabnya merapikan selimut di dada kendra, mematikan lampu tidur dan ikut terbaring di sebelah Kendra. Memiringkan tubuhnya menghadap Kendra, tak perlu lama untuk Airin sudah terlelap dalam tidurnya.

Kendra membuka mata yang tadi terpejam untuk mengecoh Airin, menatap wajah damai Airin yang terlelap. Tangannya terulur ingin menyentuh pipi Airin, mengelusnya, namun di urungkan. Menghela nafas lelah dan ikut tertidur.

.

Matahari telah bergilir ke atas kepala, rasa gerah dan enggan keluar dari rumah atau kampus di rasakan semua orang.

Airin mendesah lelah, matanya memincing menatap matahari yang bersinar terang, matanya beralih menatap jam di pergelangan tangannya, menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan, tapi menunggu juga sesuatu yang menyenangkan.

Airin terkekeh kecil melihat ulah konyol teman sekampusnya yang sedang berjoget tanpa tau malu. Di hembuskan nafas berat, berdiri dari duduknya, bersiap menerjang panasnya matahari yang membakar kulit.

Berjalan cepat menuju gerbang universitas yang terasa jauh, sesampainya di depan gerbang universitas, airin menyetop Taxi yang kebetulan lewat, mengatakan kemana ia akan pergi.

Getaran di genggamannya mengalihkan kefokusan Airin dari dunia luar, menatap sms dari nomor asing.

'Aku ingin bicara

'Alvano'

Hati Airin berdentum tidak karuan, kedua tangannya bergetar hebat, keringat dingin keluar pori-porinya.

Pikirannya kalut, perasaanya kalut, dia tidka mampu berfikir realistis saat ini, dia tidak mampu membalas pesan ponlakan untuk Alvano. Semua saraf di tubuhnya seakan berhenti berfungsi.

Airin menghela nafas berkali-kali, dia tidak boleh lemah, dia tidak boleh lemah, dia tidak boleh lemah. Hanya kata itu yang terus berputar di otaknya, kata untuk mengembalikan kesadarannya yang perlahan-lahan mulai kembali.

Di tatapnya lagi pesan dari Alvano, tanpa membalas pesan itu, Airin segera menghapusnya, dia tidak ingin berurusan lagi dengan mahluk adam penghancur hidupnya itu, dia tidak mau berurusan lagi dengan mahluk adam yang bernama Alvano.

Getaran di ponselnya kembali terasa, Airin menatap benci sms itu.

'Please Airin, biarkan aku menjelaskan sesuatu, dan berkata sesuatu.'

Kepala Airin menggeleng. Tidak. Batinya berseru, tangannya kembali mendelete pesan Alvano tanpa membalasnya. Dia hanya perlu mengacuhkannya, dia hanya perlu tidak pernah mendapatkan sms apa-apa dari pria itu, dan pria itu akan berakhir bosan, lalu meninggalkannya. Yah, dia hanya perlu berpura-pura.

Getaran di ponselnya kembali terasa, tangan Airin sudah ingin menghapus pesan yang baru di terima, namun segera di urungkan.

'Bunda, aku sudah pulang'

Senyuman merekah di bibir Airin terbit begitu saja, dengan cepat Airin berucap pada pak supir untuk mengganti arah tujuan. Ketemu mamanya bisa besok, tapi untuk ketemu anak kecil yang sudah di anggap sendiri tidak bisa menunggu besok.

Perlahan taxi yang di tumpangi Airin berhenti, membayar sesuai Argo dan berlari kecil, masuk kedalam toko bunga yang sudah lama tidak dia kunjungi.

Berjalan cepat ke arah taman belakang yang menyatu dengan toko bunga, senyumnya semakin merekah melihat Azri dan Chava saling berlari kejar-kejaran.

"Siapa yang pengen meluk Bunda?" tanya Airin merentangkan kedua tangannya.

Kedua anak kecil yang tadi bermain kejar-kejaran, seketika berlari menghampiri Airin, menghambur ke dalam pelukan orang yang mereka rindukan.

"Nda, Azri kangen," seru anak kecil imut yang mirip dengannya terdengar manja.

Airin tersenyum manis, emngacak rambut Azri yang lebat.

"Chava juga kangen Nda," ucap anak kecil di samping Azri, mengeratkan pelukannya.

"Bunda juga kangen sama kalian berdua," kata Airin mengeratkan pelukannya.

Kedua anak itu tertawa bahagia.

Tanpa aba-aba, Azri menarik rambut Chavi yang bergelombang dan berlari kencang.

"AZRIIII!!" teriakan melengking sebal keluar dari bibir Chavi, gadis kecil itu berlari mengejar adiknya yang sedang meletin lidah mengejek.

"Udah dateng kamu?"

Airin menoleh dan tersenyum tipis, berdiri dari jongkoknya, berjalan menghampiri Asyia yang sedang meletakkan teh dan duduk tenang, menatap kedua anaknya.

"Ehem. Ngomong-ngomong, kalian balik kok dadak sih? Kan aku jadi gak bisa jemput," kata Airin mengerucutkan bibirnya sebal, duduk di sebelah Asyia, menyeruput teh Asyia, membuat sang empu berdecak.

"Bukannya Azri udah ngomong, kalo sebulan lalu bakal balik?" tanya Asyia acuh, matanya menatap kedua anaknya, takut salah satu di antaranya terjatuh.

"Iya sih, tapi gak ngomong tanggal berapa." Kata Airin ikut menatap kedua anak itu yang masih bermain kejar-kejaran.

"Situ gak nanya, gimana mau ngasih tau?"

Airin terkekeh, membenarkan perkataan Asyia. Kemaren dia terlalu fokus sama Kesembuhan Kendra dan orang masa lalunya yang kembali hadir, rasanya kepalanya sudha penuh hanya memikirkan kedua orang itu.

"Oh iya, sory ya, waktu kamu nikah aku gak bisa dateng." Kata Asyia menatap Airin dengan senyuman manis.

"Gak papa lagi, aku juga gak ngarep kamu dateng, kok."

"Silan!" maki Asyia menoyor kepala Airin, wanita itu terkekeh.

Getaran di ponselnya mengalihkan kefokusannya, matanya menatap layar handphone yang menampilkan nomor Kendra yang segera di angkat.

"Hallo kak?"

"Kamu udah nyampe rumah mama Ai?"

Airin menepuk jidadnya sendiri gemes. "Maaf kak, Airin gak jadi pulang ke rumah mama, aku lagi di tempat sodara yang baru balik dari Jerman. Maaf yah gak ngasih tau." Kata Airin menggigit bibirnya gusar.

Helaan nafas lelah keluar dari bibir orang di sebrang. "Kenapa gak jadi?"

"Tadi di tengah perjalanan, aku dapat sms dari ponakan, kalo mereka pulang, jadi aku langsung nyusul ke rumah mereka. Saking senengnya aku sampe lupa ngasih tau. Maaf ya," suara Airin terdengar memelas.

Kendra kembali menghela nafas berat, matanya menatap foto Airin yang sedang berpelukan dengan kedua bocah menggemeskan di depan komputer, yang baru di kirim dari mata-matanya.

"Lain kali jangan gini, Rin. Aku gak suka!"

Airin mengangguk meski sadar kalau Kendra tidak akan melihat anggukannya dan wajah cemberutnya.

"Kalo gitu nanti pulang, jangan nginep sana!"

Dengan berat hati Airin mengangguk mendengarkan perkataan Kendra, di sini dia yang salah, makanya dia tidak bisa memprotes ultimatum suaminya.

Hampir sebulan mereka menikah, menghabiskan waktu bersama, dan satu yang Airin tau, kalau Kendra tidak suka di bohongi, kalau ketauan berbohong, tidak akan ada yang menyangka, apa yang akan di lakukan prianya.

"Maaf," cicitnya penuh rasa bersalah.

"Aku maafin, tapi jangan di ulangi lagi ya?"

Airin mengangguk antusias, senyuman manis hadir di wajahnya. "Iya sayang," jawab Airin lega.

Kendra ikut tersenyum mendengar panggilan 'sayang' yang jarang Airin ucapkan, wanita itu lebih sering memanggilnya Kakak ketimbang sayang, entah kenapa. Dan Kendra juga tidak berniat memprotes panggilan Airin.

"Nanti aku jemput apa gimana?"

"Gak usah kak. Aku pulang naik taksi aja, kakak banyakin istirahat aja, biar cepet sembuh."

"Ok."

"Aku tutup ya kak?"

"Ya,"

Dan sambungan terputus.

Asyia yang melihat wajah bahagia Airin berdehem kencang, mengacuhkan semua pikiran Airin tentang Kendra, wanita itu mendengus melihat wajah Asyia yang jelas menggodanya.

"Gak usah kepo." Katanya berlalu begitu saja dari hadapan Asyia, berjalan menghampiri ponakannya, dan ikut bermain kejar-kejaran.

"Mau sampai kapan kamu nyembunyiin masalah kaki kamu Ken?" tanya wanita paruh baya di depan Kendra, yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan meja kerja Kendra.

"Nanti, kalo saatnya tiba, Ma."

Mamanya menghela nafas lelah. "Kamu gak suka di bohongin kan Ken? Tapi kamu bohongin Airin tentang kondisi fisik kamu yang sud—"

"Aku hanya ingin tau seberapa dalam cinta sama aku, Ma. Aku gak mau kehilangan orang yang aku sayangi untuk kedua kali, jadi mama diem aja. Kendra pasti bakjal ngasih tau Airin tentang ini, tapi gak sekarang. Ada saatnya, Ma."

Wanita itu menghela nafas pasrah. "Terserah kamu, mama hanya ngasih tau." Katanya melenggang pergi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #brokenheart