Wedding Story || in the past (2)

Kalva bergerak gelisah di kursi lobby apartement, kepalanya menoleh kearah pintu tangga darurat entah untuk keberapa kali.

Kepanikan yang melandanya sangat menyesakkan, dia terus-terusan mengutuki dirinya sendiri, seharusnya sebelum ia membeli makanan ia tanya sama Airin nomor berapa apartment Alvin, kalo dia tadi tanya seperti itu dia nggak akan panik seperti ini.

Kepala Kalva mendongak menatap lampu lobby yang kembali menyala, setelah satu jam lebih lampu itu mati, meski lampu sudah menyala tapi tak membuat pemuda itu berhenti untuk cemas. Feelingnya benar-benar nggak enak.

"Huuuffftt. Tenang Kalv tenang, jangan berfikiran yang jelek-jelek"katanya mencoba mengenyahkan fikiran negative-nya dan menatap Lift. Tapi liftnya masih tertutup sempurna.

"Sial!"makinya geram dan menonjok kursi di sebelahnya keras.

Kalva berdiri dari duduknya berjalan mondar-mandir nggak tentu arah dan kembali terduduk di tempat semula, namun tak ada hitungan menit dia sudah kembali berjalan mondar mandir.

Orang-orang yang ada lobby menatap Kalva aneh yang tak di perdulikan Kalva, hatinya sangat kalut kali ini.

Mata Kalva beralih kearah jam mengikuti jarum hitam yang berjalan setiap menitnya, tapi setiap menit bagi Kalva itu terasa sangat amat lama.

Entah sudah berapa kali pemuda itu mondar-mondir, menghela nafas jengah dan mengacak rambutnya.

Dengan pasrah Kalva menyenderkan tubuhnya di punggung kursi yang berdempetan dengan dinding. Pemuda itu mengusap wajahnya kasar. Matanya kembali melirik jam di dinding  lobby. Sudah 3 jam Airin di atas. Ngapain aja sampe 3 jam kek gini? Batin Kalva kesal.

Ingin sekali Kalva menonjok dinding di belakangnya tapi akal sehatnya masih berguna untuk menantang apa yang ingin di lakukan pemuda itu.

"Kalv hiks"

Secepat kilat Kalva berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Airin.

Pemuda itu mengamati tubuh Airin setiap inchi, dadanya mencelos melihat tanda kemerahan di leher Airin, tanpa bertanya hal yang aneh-aneh Kalva langsung merangkul pundak Airin membawa wanita itu keluar dari apartement terkutuk itu tak memperdulikan belanjaanya yang ketinggalan di kursi sebelah tempat tadi dia duduk.

.

.

.

Airin terus menangis dan memeluk lututnya sendiri, menyembunyikan wajahnya di sana, tak memperduli kan bulan yang sudah di ganti matahari untuk menyinari bumi, Kalva mengacak rambutnya frustasi.

"Nggak usah nangis Rin, gua kan udah bilang sama loe"teriak Kalva berang.

Airin semakin terisak mendengar perkataan Kalva. yah dia tau kalau ini Salahnya tapi apa perlu Kalva memarahinya saat keadaanya yang sedang terpuruk?.

Dia sedang ketakutan sekarang, jiwanya goyah dan Kalva memarahinya. Demi tuhan dia hanya ingin tubuh seseorang untuk buat sandaran, dia hanya ingin itu, tapi kenapa orang yang dia harepin untuk ia bersandar malah memarahinya setelah ia bercerita?? Dia juga tau kalau dia salah makanya dia menangis dari malam sampe siang.

Kalva terduduk di sofa lemas. Dia nggak bermaksud buat membentak Airin, percayalah saat emosi dan khawatir membentuk menjadi satu di hati maupun di fikiran kalian, akan sulit mengontrol perkataan yang ingin keluar, terlebih lagi kalian mendengar tangisan yang begitu memilukan, kalian akan Semakin sulit mengontrol diri.

Kalva berdiri dari duduknya berjalan kearah Airin memeluk tubuh wanita itu sayang. Airin tak merespon pelukannya dia malah semakin kencang untuk menangis.

Mata Kalva memerah tak lama cairan bening keluar begitu saja dari matanya tanpa suara. Bibirnya Bergetar yang sesekali mencium puncuk kepala Airin sayang.

"Don't Cry again Rin. Cukup, jangan menangis lagi"kata Kalva mengelus punggung Airin.

Airin tak menjawab perkataan Kalva. Rasanya sangat susah untuk menghentikan tangisnya.

Tak ada yang bersuara lagi, hanya isakan Airin yang terdengar di kamar bernuansa pink itu, Kalva sibuk dengan pemikiran sendiri dan Airin yang sibuk menyalahkan dirinya sendiri.

.

.

.

satu minggu berlalu dengan kelabu, awan hitam menyelimuti fikiran dan hidup wanita yang sedang sesengukan di atas kasur tak memperduliin pemuda yang sedang mondar mandir di hadapannya dengan kalut.

"fucking you Alvin"maki pemuda di hadapan Airin dan melempar phonselnya kesembarang arah, tubuhnya terhempas di pinggiran ranjang, tanganya menangkup wajah dan mengusapnya kasar. "idiot men"sambungnya menggeram marah.

"gi--- hiks gimana kalv? hiks"tanya Airin menatap punggung Kalva yang naik turun.

Kalva melirik kearah Airin terpukul, ia merasa gagal sebagai orang yang di amanati untuk menjaga Airin selama keluarga wanita itu berada di Semarang.

Kalva mendesah nafas Frustasi. apa yang harus ia lakukan sekarang? Airin hamil dan banjingan Alvin nomornya nggak aktif, kenapa semua ini harus terjadi sekarang?? oh damn!! Kalva benar-benar merasa frustasi.

"he did not lift the my phone"kata Kalva lirih.

Airin semakin terisak mendengar perkataan Kalva. kenapa ini harus terjadi untuknya?? apa yang harus ia katakan sama orang tuanya tentang ini? dan reaksi apa yang akan di keluarkan ibu, papa serta abangnya?.

Klva mendekat kearah Airin memeluk tubuh Airin erat yang sedang bergetar hebat.

Kalva menghela nafas berat, nggak ada cara lain untuk menuntaskan masalah ini, dia harus melakukan ini, yah dia harus menggugurkan anak Airin.

"Airin"panggil Kalva memegang kedua pundak Airin, menatap wanita itu serius "loe harus gugurin dia"

>>>>>>>>

bersambung dulu ya guys.... hahahahaha sory gantung emang sengaja. 

typo????  sory, nggak di teliti dulu... see you next capt again *kedip genit*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #brokenheart