pengakuan

dengan kasar kuraup wajahku dan menghela nafas berat. mimpi itu hadir lagi mimpi yang udah bertaun-taun nggak gangguin hidupku kini hadir lagi hanya karena si pembawa mimpi muncul di hadapanku.

"nih di minum dulu"kata Kalva menyodorkan segelas air putih ke hadapanku. dengan gamang ku ambil air itu dan meminumnya hingga setengah. "loe kenapa sih? dateng-dateng nangis nggak jelas dan sekarang loe teriak-teriak kayak orang gila kesetrum. ada apa?"

aku terdiam beberapa detik menatap Kalva yang terus menguap menatapku sebal "dia kembali"kataku lirih, selirih hembusan angin, bahkan aku sansi kalau Kalva bisa mendengarnya.

matanya yang tadi sempat terpejam kini terbuka lebar, menatapku tak percaya, kepalaku mengangguk untuk menjawab tatapannya yang bertanya. tanpa di kasih tau Kalva sudah tau siapa yang ku maksud 'dia' di sini.

"serius loe? loe tau dari mana?"tanya Kalva menatapku lamat-lamat. aku mendesah nafas lelah dan menggeleng frustasi.

"di rumah"jawabku singkat beda sama Kalva yang menatapku horor.

"kenapa bisa---??? astaga!!! terus apa yang akan loe lakuin?"

kepalaku menggeleng lemah mendengar pertanyaan Kalva. aku juga bingung apa yang harus aku lakuin, aku nggak mungkin terus menerus tinggal di rumah Kalva, meski dia sahabat sekaligus sepupuku tapikan nggak enak kalau sampe tetangga mikir macam-macam, dan terlebih lagi aku takut mama sama abang akan curiga.

kejadian yang membuatku trauma sama kegelapan, kejadian yang membuatku hampir gila, kejadian yang merenggut sesuatu berharga dalam diriku, kejadian yang tak di ketahui siapapun kecuali Kalva, kejadian yang menohokku begitu dalam.

Kalva merengkuh tubuhku masuk kedalam pelukannya dan mengusap punggungku lembut, air mataku kembali menetes "loe nggak usah khawatir. loe kan mau nikah, kakak-nya Mici pasti bisa jagain loe. gua yakin itu"katanya yang membuat air mataku semakin deras.

"gua takut Kalv, gua takut kak Rahenza nggak nerima gua, gua takut dia kecewa, gua takut di.... di.... dia hiks"aku tak bisa melanjutkan perkataanku lagi, semua ketakutanku menjadi satu sekarang. aku takut kak Rahenza nggak bisa nerimaku. aku sangat takut, sangat amat takut kehilanagnnya.

"sshhh nggak usah berfikiran yang jelek-jelek dulu Airin, Mici kan udah tau masalalu loe sebelum dia nyuruh loe ngelamar kakaknya, lagian di sini yang salah itu bukan loe Rin, tapi si brengsek Alvano"

"itukan Koko, Kalv, bukan kak Rahenza"kataku semakin deras untuk mengeluarkan air mata. bayangan-bayangan kak Rahenza akan meninggalkanku membuatku semakin ketakutan dan malu untuk bertemu dengannya. aku sangat malu atas masalaluku.

"loe nggak usah berfikiran yang jelek-jelek dulu, gua yakin kak Kendra bukan seperti itu, dia pasti bisa nerima loe apa adanya Rin, yang harus loe lakuin hanya bilang apa adanya ke kak Rahenza, dia pasti bisa ngerti"

"gua malu dan takut Kalv. gu..... gua... gua"

"ssstttt, udah jangan nangis lagi, ini udah malem, loe harus tidur, besok kan loe ada kuliah pagi, jangan di fikirin tidur aja lagi, jangan lupa berdo'a dulu sebelum tidru biar nggak mimpi buruk lagi"kata kalva melepaskan pelukannya dan menyuruhku tidur, menarik selimut sampai dada.aku diam mendengar perkataan Kalva, air mataku masih terus menetes, enggan untuk berhenti.

"tidur gih, gua masih ngantuk banget nih, baru tidur sejam. good night"kata kalva mencium keningku dan mengacak rambutku sebelum berdiri bangkit dari duduknya berjalan keluar kamarnya yang sekarang aku tempati. aku terdiam tak menjawab perkataan Kalva.

krek

suara pintu tertutup terdengar dan isakanku lolos begitu saja, mencoba menghilangkan rasa sesak di dadaku sejak tadi.

.

.

.

bulan telah menyingsing ke bagian bumi lainnya di gantikan matahari terik yang mampu membuat orang untuk malas keluar menghadapi teriknya matahari di siang ini.

mataku ber si tubruk dengan mata coklat di hadapanku, keningnya berkerut-kerut menunggu kelanjutan kata per kata dari bibirku.

"sebenernya..... aku... aku"kataku bimbang untuk melanjutkan perkataanku, tanganku saling meremas di atas paha sedangkan peria hadapanku masih menatapku menuntut tanpa mau membuka suaranya agar aku cepat mengatakan apa yang ingin aku katakan "aku udah nggak gadis"sambungku lirih terdengar seperti gumaman tanpa suara.

kepalaku menunduk dalam membiarkan rambut panjangku tergerai menutupi wajah, tanganku semakin meremas-remas nggak karuan, tak ada teriakan shok seperti orang pada umumnya tak ada makian kasar yang keluar dari bibirnya, yang terdengar hanya hembusan nafas panjang, perlahan kudonggakan kepalaku menatap peria di hadapanku cemas.

kepalanya mengangguk paham tapi tak ada sinar keterjutan di wajahnya. apa Koko udah ngasih tau kak Rahenza soal ini?.

"kakak nggak Marah atau se-enggaknya Shok gitu?"tanyaku heran sekaligus cemas, aku tau dia ngak akan membuka suara untuk pertanyaanku ini, tapi aku masih heran dengan jalan berfikir kak Rahenza, biasanya laki-laki di luar sana akan berteriak heboh mencemooh tapi ini?.

"kamu fikir aku masih perjaka?"

untuk kedua kalinya kak Rahenza mau membuka suara, untuk kedua kalinya juga aku terpesona mendengar suaranya yang sangat merdu dan pas di telingaku. kepalaku mengangguk paham mendengar perkataan kak Rahenza.

eh tunggu dulu. apa maksud perkataannya tadi? 'kamu fikir aku masih perjakan?' ber arti dia pernah ngelakuin itu sama kak Raisah-Raisah itu dong. aku nggak heran juga kalau kak Rahenza udah nggak perjaka mengingat usianya yang mau menginjak kepala 3, tapi aku masih saja shok mendengarnya.

"wajar saja kamu udah nggak V. jaman sekarang langka cewek yang masih original"sambungnya begitu menohok hatiku.

kepalaku kembali menunduk dalam, air mataku kembali menetes, entah apa yang aku tangisin, perkataan kak Rahenza, kak Rahenza yang udah nggak perjaka atau aku? entahlah, yang jelas semuanya terdengar menyakitkan.

"aku fikir kak Rahenza akan ngebatalin pernikahannya kalau tau hal ini"kataku purau, tanganku tertarik keatas untuk menghapus air mataku yang terus-terusan turun.

hanya keheningan yang menjawab perkataanku barusan, kak Rahenza udah kembali menjadi manusia paling irit sedunia, ngomong aja cuman segitu aja, nggak ada lagi, tapi aku juga sedikit lega setelah mengatakan hal itu.

kepalaku mendongak menatap kak Rahenza yang sedang menatap taman melalui kaca besar di hadapannya di mana bibik terlihat sedang menanam bunga baru.

"kakak suka bunga?"tanyaku membuatnya menoleh kearahku, gelengan kepala terlihat di mataku sebagai jawaban pertanyaanku, aku tersenyum manis dan mengangguk faham.

"kalau aku suka banget sama bunga, bunga bagiku terapi untuk menenangkan diri, mencium bau bunga berhasil menjernihkan otakku, dan itulah yang aku lakukan sebelum kesini"kataku memberi jeda menatap kak Rahenza sejenak dan kembali menatap bibik yang masih menanam bunga, kira-kira ada 6 bunga baru di samping bibik yang siap untuk di taman "ada kalanya aku memikirkan sesuatu yang membuat otakku penuh untuk memikirkan hal itu, dan di saat begitu yang aku butuhkan hanya bunga, bukan nasehat yang memekakan telinga atau apapun"sambungku tersenyum manis dan menoleh menatap kak Rahenza yang masih setia menatapku dengan wajah datarnya "tapi nggak semua masalah bisa aku lakukan dengan mencium bunga, buktinya aku belum bisa bicara jujur sama mama dan kak Dion tentang apa yang menimpaku beberapa tahun lalu, kejadian yang membuatku kehilangan harta-ku, hanya Kalva yang tau, dan sekarang kakak tau"senyumku makin berkembang melihat wajahnya, rasa damai memenuhi semua indraku.

kepalaku kembali menoleh kearah bibik yang menanam bunga terahir di genggamannya "kalau waktu bisa di ulang, aku nggak akan pernah keluar malam untuk menemaninya yang sedang kalut, andai waktu bisa di putar aku akan mempertahankan janinku yang hilang karena sebuah kecelakaan, andai waktu bisa di ulang aku akan memilih untuk tidak mengenalnya, meski dia sahabat kak Dion. tapi sayang..... waktu tidak bisa di ulang atau di putar, yang bisa kulakukan sekarang berubah dan mencoba untuk tidak menyesali hidupku"air mataku kembali menetes, tatapanku menatap bunga mawar yang sedang di siram air sama bibik

"kakak tau kenapa aku memberi tau masa laluku? bisa saja aku berpura-pura masih Virgin, kan sekarang banyak alat canggih seperti itu, tapi aku masih memberitau kakak soal ini?"tanyaku memberi jeda tanpa menatap kak Rahenza yang aku yakini sekarang menggeleng kepala, kepalaku menoleh kearah kak Rahenza menatapnya dengan senyuman manis "karena aku ingin tidak ada rahasia di antara kita, aku ingin kita-kita sama terbuka untuk memulai hidup baru dan harapan baru"sambungku masih dengan senyuman manis di bibirku.

matanya berkedip beberapa kali menatapku tak percaya, dan aku hanya bisa mengangguk masih dengan tersenyum menjawab pertanyaan di matanya.

"kakak percaya kalau kakak cinta pertamaku?"tanyaku jail.

dia mengerutkan keningnya mendengar perkataanku "itulah yang aku rasakan kak, kakak cinta pertamaku, dan aku seseorang yang percaya kalau 'Cinta pertama bisa jadi cinta terakhir kita' aku tau itu konyol, tapi aku masih percaya sama kata-kata itu"sambungku masih tersenyum manis tak memperdulikan wajah kak Rahenza yang masih bertanya-tanya.

"sory ganggu bentar"perkataan seorang laki-laki di belakangku dan kak Rahenza membuatku menoleh keasal suara.

kalvo berdiri di sana di temani Koko yang menggelayut manja di lengan cowok itu, mataku beralih menatap kak Rahenza yang juga menatap Kalva datar, wajah bingungnya menguap entah kemana.

"ada yang pengen gua bicarain sama loe kak Ken. Rin bisa tinggalin kita?"

kepalaku mengangguk mendengar pertanyaan Kalva dan berdiri berjalan kearah pintu, begitu juga Koko yang melepas lengan kekasihnya dan berjalan berdampingan denganku.

"loe tau nggak Kalva mau bicara apa sama kak Ken?"tanya Koko begitu aku menutup pintu kamar kak Kendra, kepalaku menoleh kearah Koko dengan bingung dan menghendikkan bahu.

"gua aja mau nanya sama loe Ko, kok malah loe yang nanya sama gua"sahutku cuek berjalan kearah sofa.

"yah gua kirain loe tau"desahnya kesal. aku tersenyum tipis mendengar pertanyaan Koko. kira-kira kalva mau bicara apa ya sama kak Rahenza? apa itu ada hubungannya sama aku? tapi kalo iya apa?.



09 - 07 - 15

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #brokenheart