Puzzle 9

Yuhuuuu update ^^

Yok, vote dulu, baru komen ^^

Bisa nggak sih 1 chapter ini komennya 100 ? XD 

"Gimana semalem? Tergoda untuk menyentuh nggak?" Vicky memulai pembicaraan saat sarapan bersama Aydin. Berhubung acaranya di Bali, Vicky memutuskan menginap di hotel yang sama dengan Aydin. Sebab, Vicky tidak ingin datang telat cuma perkara datang di hari H.

Sebelum menikah, Aydin sudah menceritakan yang sebenarnya kepada Vicky. Menurut Vicky, tindakannya cukup nekat. Dan Vicky tidak berkomentar banyak selain mendoakan yang terbaik.

"Nggak. Tapi semalem dia narik tangan gue sampai nyentuh dadanya."

Vicky tergelak. "Serius lo? Ini kocak banget deh. Terus, terus? Lo bereaksi gimana?"

"Ya nggak gimana-gimana, Vick. Lo mau gue kayak gimana?"

Suara tawa Vicky berubah menjadi wajah kecewa. "Yah... nggak seru lo."

"Lo pasti maunya gue bertindak lebih, kan?"

"Kok tau? Ketebak banget ya pikiran mesum gue?"

"Iya. Kebaca."

Vicky tertawa geli. "Btw, kenapa bini lo nggak ikut turun? Kenapa lo sendirian?"

"Katanya dia nyusul. Dia mau berendam dulu. Gitu sih tadi dia bilang."

"Hooo... nggak perlu gue tanya harusnya. Pas banget itu istri lo baru nongol." Vicky menunjuk Puzzle yang baru muncul mengenakan dress super mini dengan bagian pundak yang terbuka lebar. "Puzzle suka pakai baju yang kebuka gitu ya? Mata laki-laki mendadak mirip elang tuh. Merhatiin dadanya."

Aydin yang duduk memunggungi pintu masuk restoran spontan menoleh ke belakang. Seperti kata Vicky, bagian dada Puzzle agak memancing hasrat laki-laki di luar sana.

"Jagain tuh Puzzle. Biarpun lo nggak cinta sama dia, jangan sampai dia tergoda sama laki-laki hidung belang. Kasian nanti berakhir tragis lagi," pesan Vicky.

Bicara soal kisah pilu, Aydin belum sempat mengorek informasi soal Gerry lebih jauh. Tapi dia berharap tidak ada kesedihan lagi yang muncul di hidup Puzzle karena Gerry.

"Andi nggak ngambek kan lo nikah nggak ngundang dia? Apa gimana sih?" tanya Vicky bingung.

Sambil melambaikan tangan kepada Puzzle, dia menjawab, "Andi lagi pulang ke Belanda. Dia mau ketemu neneknya jadi nggak ngambek-ngambek amat deh. Dia sempat marah sih tapi lama-lama ngerti juga."

"Oh, gitu. Hatinya Andi seluas samudera ya. Pantes lo betah sama dia," puji Vicky.

Aydin mengangguk. "Gue telepon Andi dulu deh. Tolong liatin Laia ya. Suruh dia duduk sini. Kalo dia udah duduk di sini, kasih jaket gue. Suruh dia tutupin pundak sama dadanya."

"Hooo... perhatian amat," ledek Vicky jahil. "Ya udah nanti gue bilangin. Sana gih telepon bebeb lo dulu."

"Ya udah, gue permisi dulu. Be right back asap."

Aydin meninggalkan restoran. Puzzle masih berkutat mengambil makanan dan memilah apa yang diinginkan.

Beberapa menit berpikir, akhirnya Puzzle memutuskan menyantap pancake. Puzzle sesekali melihat sekitar, menyadari beberapa pasang mata memperhatikan dadanya. Risih? Pasti. Puzzle tidak berniat memakai dress ini, namun adiknya yang sialan itu membawakan hampir seluruh pakaian yang terbukanya tidak tanggung-tanggung. Yang dia pakai masih lebih tertutup sedikit.

Puzzle duduk di tempat Aydin setelah Vicky melambaikan tangan. Dia meletakkan pancake dan susu di atas meja.

"Aydin nyuruh kamu pakai jaketnya. Dia bilang tutupin pundak sama dada kamu." Vicky memberitahu seraya menunjuk jaket yang ditinggalkan oleh Aydin.

"Makasih, Vicky."

Puzzle segera memakai jaket milik suaminya, menutupi tubuh yang terlalu terbuka.

"Omong-omong, Aydin ke mana?" tanya Puzzle. Penasaran karena suaminya hanya meninggalkan jaket.

"Lagi telepon Andi," jawab Vicky.

Puzzle agak terkejut mendengar jawaban itu. Vicky yang sadar akan perubahan ekspresi itu langsung menambahkan, "Aku udah tau kok cerita kamu sama Aydin. Dia sering curhat sama aku. Tapi jangan sampai orang lain tau. Takut ada yang ember."

"Ah, iya." Puzzle manggut-manggut. Seperti halnya Zoraya dan Terasany yang tahu akan hubungan palsu ini, ternyata Aydin punya orang yang dipercaya juga.

"Wah... ada pengantin baru nih," goda Rio yang baru saja muncul.

Puzzle menoleh ke samping. "Eh, Kak Rio." Dia nyengir melihat kakak iparnya muncul bersama sang istri.

"Gimana semalam?" tanya Rio.

"Ya, gitu deh, Kak." Puzzle nyengir. Pura-pura malu padahal semalam malu-maluin.

"Kamu nih, masa nanya kayak gitu. Nggak sopan, Yang," sambung Aira, istrinya Rio.

Puzzle melihat Aira. Ibunya Zery cantiknya luar biasa. Selisih umur Rio dan Aira cukup jauh, sekitar lima belas tahun. Yang jelas Rio lebih muda dibandingkan Aira. Dan mereka punya anak perempuan bersama.

"Nanya mah nggak apa-apa, Sayangku. Kecuali aku minta detail ngapain aja." Rio tertawa pelan. "Eh, iya, Aydin mana? Kok nggak keliatan?"

"Aydin tadi pamit mau..." Puzzle mengedarkan pandangan dan menyadari Aydin berbincang dengan seorang perempuan. "Itu Aydin," tunjuknya memberitahu.

Rio ikut menoleh dan menyadari adiknya berbincang dengan perempuan berambut pendek sebahu. "Masih aja Aydin ngajak ngobrol istri orang. Zery marah nggak tuh Izzy diajak ngobrol, Yang?"

"Berhubung Zery nggak liat kayaknya sih nggak," respons Aira. "Andaipun ngambek pasti Izzy bisa bikin Zery baik lagi."

Puzzle memperhatikan perempuan itu. Oh, jadi itu yang namanya Izzy. Setelah diperhatikan lagi Aydin terlihat menikmati perbincangan sampai tertawa lepas dengan Izzy. Pikirannya langsung terbang ke mana-mana. Apa mungkin Aydin sempat ada rasa untuk Izzy?

🧩🧩🧩

Orang-orang berdatangan memenuhi undangan. Puzzle lelah menyambut dan menyalami tamu yang tiada habisnya. Entah berapa banyak orang yang diundang ayahnya Aydin mengingat keluarganya tidak mengundang banyak orang.

Dan setelah lelah menyambut orang-orang akhirnya Puzzle dapat terbebas dan mengobrol dengan Asmara. Dia duduk bersebelahan dengan Asmara. Sementara Aydin, dia tidak tahu ke mana suaminya pergi.

"Gila sih, bapaknya Aydin sayang banget sama dia sampai bayarin tiket pesawat semua tamu undangan pulang pergi dan bayarin penginapan hotel bintang lima. Beda sih ya kalo anak kesayangan," bisik Asmara.

"Iya. Bapaknya ngasih rumah mewah lengkap sama delapan mobil," balas Puzzle berbisik.

"Kalo kesayangan nenek dan kakek gue tuh Orderano sama Skala. Mau minta helikopter juga dikasih. Coba gue. Minta sama nenek gue beliin mobil aja lama. Padahal gue ngetes doang. Memang kalo ada perbedaan suka gitu."

"Hahaha... bisa aja lo."

Di tengah tawa yang lolos, Puzzle mendadak diam. Begitu juga dengan Asmara. Mereka kaget setelah melihat Aydin berdiri di atas panggung, disorot lampu terang dan memegang microphone.

"Laki lo mau ngapain tuh? Jangan bilang mau atraksi," bisik Asmara.

"Ish! Lo berisik. Diem dulu kek." Puzzle mencubit tangan Asmara, berhasil membuat sahabatnya diam tak bersuara. Puzzle mengamati Aydin yang melempar senyum ke arahnya. Dia mengedarkan pandangan lebih dulu, memastikan tidak ada Andi di sana. Takutnya Aydin bukan tersenyum padanya. Tapi tidak ada. Aydin memang tersenyum padanya.

"Hai, Laia. Kamu keliatan cantik hari ini. You're the most beautiful bride." Aydin masih mempertahankan senyumnya. "Aku mau kasih persembahan untuk kamu. Makasih udah menemani, menyayangi, dan bersedia menikah dengan laki-laki yang banyak kurangnya seperti aku. Let's grow up together, Wife. I love you, Laia."

Menit selanjutnya Aydin duduk di depan piano yang telah dipersiapkan khusus dan mendentingkan tiap tutsnya dengan indah. Seiring dengan dentingan indah, Aydin menyanyikan lagu Beautiful In White sambil sesekali melihat ke arah Puzzle. Suara merdunya berhasil menghipnotis semua orang yang datang.

Asmara berbisik, "Kalo gue nggak inget dia punya Andi, gue udah ngira lo sama dia pasangan beneran. Manis amat. Aktingnya berlebihan nih."

Puzzle setuju. Tapi dia merasa tersentuh sama aktingnya Aydin. Pernikahannya dengan Gerry gagal. Namun, pernikahan lain berhasil dilaksanakan tanpa gangguan. Bahkan Aydin berakting dengan sangat baik dan menunjukkan seolah-olah sangat mencintainya di hadapan semua orang. Padahal dia tahu Aydin berniat akan menikahi Andi. Iya, dia tahu rencana itu dari Asmara. Sayang sekali dia merusak rencana Aydin. Mungkin dia akan minta cerai setelah beberapa tahun. Dia tidak mungkin mengikat Aydin dalam pernikahan ini.

"Too bad, dia punya orang. Jadi jangan berharap banyak lo," bisik Puzzle pada Asmara.

"Ah, iya. Lupa. Padahal gue ngarep dia sama lo."

Puzzle menahan tawa. Dia harus mengikuti akting Aydin. Berpura-pura melempar kecupan ke udara--begitulah cara dia mengimbangi aktingnya Aydin.

🎶So as long as I live I love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now 'til my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight...

Semua orang bertepuk tangan setelah Aydin menyelesaikan suguhannya yang indah. Puzzle berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Aydin yang menunggunya di atas panggung.

Tepat setelah Puzzle menyambut uluran tangan Aydin, laki-laki itu merangkul pinggangnya. Rangkulan itu tidak ada apa-apanya ketimbang hal yang Aydin lakukan sekarang.

Aydin mencium bibirnya! For God's sake! Puzzle terkaget-kaget. Aktingnya terlalu jauh. Dia tidak bisa mengimbangi. Tapi dia berpura-pura santai. Untung saja ciuman itu hanya sebatas menempelkan bibir, bukan yang bertukar saliva apalagi sampai meloloskan lidah.

Puzzle menarik diri demi menyudahi ciuman itu dan mengalungkan kedua tangan di leher Aydin. "I love you, My Husband. Forever," ucapnya sambil berpura-pura menatap penuh cinta.

"I love you too, Laia."

Mereka berdua kemudian berdansa setelah alunan musik terdengar. Para tamu undangan bertepuk tangan. Keluarga mereka senyam-senyum sendiri menyaksikan kemesraan Aydin dan Puzzle malam ini. Beberapa pasangan mulai berdansa mengiringi sang pengantin.

"Laia, maaf soal yang tadi. Kalo aku nggak nyium kamu, keluarga kita pasti curiga," ucap Aydin pelan.

"It's okay. Kalo kamu mau cium, paling nggak bilang dulu. Aku kaget."

"Oke, lain kali aku bilang."

Puzzle sudah memahami Aydin sedikit demi sedikit. Aydin memiliki kebiasaan seenak hati. Apa pun tindakannya selalu spontan dan tidak pernah dipikiran lebih dahulu.

"Omong-omong, aku liat kamu sama...." Puzzle berhenti bicara saat mata menangkap sosok yang memicu kesedihan. Tangannya yang melingkar di leher Aydin perlahan turun.

"Laia?" Aydin memanggil. Tak ada jawaban. Aydin terpaksa menoleh ke belakang dan melihat siapa sosok yang membuat Puzzle terkejut.

Aydin tidak tahu Hans akan datang bersama Gerry. Sungguh, seharusnya dia mengatakan pada Hans supaya tidak mengajak Gerry. Lagi pula apa yang sebenarnya Gerry pikirkan? Kenapa datang di acara pernikahannya?

"Lai..." Aydin terdiam sebentar. Dia merasakan Puzzle meremas jas yang dipakai dengan tangan gemetar. "Laia, are you alright?" tanyanya pura-pura tidak tahu.

"Yeah. Aku mau ambil minum. Sori, Aydin."

Puzzle meninggalkan Aydin. Dia batal mengambil wine karena terhalang oleh Hans dan Gerry. Dadanya sesak.

"Hai, Puzzle. Congrats ya," ucap Hans sembari menyalami Puzzle.

"Iya, makasih," jawab Puzzle singkat.

"Gue samper Aydin dulu deh." Hans menepuk pundak Gerry dan meninggalkan keduanya.

Gerry menarik senyum dan berkata, "Congrats, Puzzle."

"What are you doing here?" tanya Puzzle dengan suara bergetar.

"Nemenin Hans sekaligus ucapin selamat untuk kamu."

Mata Puzzle berkaca-kaca seiring senyum miring yang muncul. "Selamat? I don't need that. Jangan pernah muncul lagi."

Puzzle hampir saja pergi kalau Gerry tidak menahan lengannya. Yang selanjutnya Puzzle dengar adalah kalimat yang tidak pernah dia duga. "Aku mau cerai sama Raya."

"Terus? Aku nggak mau tau." Puzzle menampar tangan Gerry dengan kasar dan mempercepat langkahnya meninggalkan sang mantan. Puzzle bergegas menuju kamar mandi menahan air mata.

Di dalam kamar mandi Puzzle menangis. Dia menutup mulutnya supaya isakan tidak terdengar. Kenapa selalu ada Gerry dalam hidupnya?

"Izei?" Asmara memanggil dari luar. "Gue tau lo di dalam. Ayo, keluar."

"Gue lagi sakit perut," jawabnya beralasan.

"Jangan pura-pura sakit perut. Gue tau lo ketemu setan itu. Jangan nangis sendirian. Buruan keluar. Ayo, tunjukkin kalo lo bisa tanpa dia."

"Dia bilang mau cerai sama Raya."

"Terus? Lo mau balik sama setan kayak gitu? Gue sih ogah!" Asmara ikut emosi saat melihat Gerry tadi. "Bajingan itu nggak pantes dapat berlian kayak lo. Buruan keluar. Ini orang-orang nggak ada di kamar mandi. Gue udah nyuruh Zoraya jagain pintu dan bilang sama orang supaya pergi ke kamar mandi sebelah."

Puzzle tidak menjawab lagi. Hanya ada tangis yang memenuhi kamar mandi. Juga, ada suara pintu terbuka.

Aydin bergegas ke kamar mandi begitu Terasany memberitahu. Dia juga melihat Puzzle berpapasan dan sempat berbincang dengan Gerry. Pasti berat bagi Puzzle harus menemui mantannya.

"Laia?" panggil Aydin lembut. "Kenapa nangis?"

Puzzle buru-buru menyeka air mata. "A-ah, nggak. Perutku sakit," elak Puzzle.

"Aku tau kamu nangis. Kamu boleh nangis tapi jangan sendirian. Ayo, keluar. Nangis di depan aku aja," bujuk Aydin.

"Tuh dengerin suami lo! Ayo, keluar, Izei," sambung Asmara.

Tidak ada balasan. Tak lama kemudian Puzzle membuka pintu bilik kamar mandi. Di depan pintunya ada Aydin dan Asmara. Tangisnya luruh. Puzzle tidak pernah bisa menahan tangis setiap melihat Gerry. Luka dan kenangan buruknya pasti muncul. Hatinya sakit.

Aydin mengusap air mata Puzzle dengan ibu jarinya. "Nangis boleh tapi setelah itu jangan dipikirin. Nanti kamu sakit lagi."

Tak berhasil membuat Puzzle berhenti menangis, Aydin menarik Puzzle dalam pelukan. Mengusap kepalanya dengan lembut dan mendekapnya erat. Asmara yang melihat hal itu menarik senyum. Setidaknya kali ini Puzzle tidak perlu menangis sendirian. Paling tidak ada Aydin yang dapat dijadikan sandaran.

"Lupain yang bikin kamu sedih. You deserve to be happy. Kamu berharga, Laia," bisik Aydin.

Puzzle tetap menangis. Bahagia? Apa benar dia pantas bahagia? Dia menikah hanya untuk menghentikan omelan ibunya. Dia juga rela menikahi laki-laki yang sudah memiliki pacar. Jadi, di mana kebahagiaan itu?

🧩🧩🧩

Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3

Follow IG & Twitter: anothermissjo

Apa tidak uwu?😍😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top