Puzzle 6
Yuhuuu update😘🙈🤗
Yok, bisa yok vote dulu baru komen sebanyak2nya😘😘😘🤗
•
•
Puzzle menatap langit. Gelap. Kemungkinan tidak lama lagi akan turun hujan. Sejak pertemuan dua minggu lalu dengan Hans, kesedihannya muncul kembali. Bersusah payah melupakan yang terjadi, dia malah terbayang-bayang kembali dengan kejadian di masa lalu. Dia bahkan sampai membatalkan rencana nonton konser karena tidak ingin menemui siapa-siapa.
Di depan lobby apartemen tempatnya bekerja sebagai tenant relation officer, dia berdiri tanpa kepastian. Ingin pulang tapi dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Jika dia pulang sekarang, dia pasti akan menangis meratapi hidupnya.
Puzzle mengalihkan pandangan saat menyadari tubuh tinggi berdiri di depannya. Dia melihat sosok itu yang tidak lain adalah Aydin.
"Kenapa kamu nggak balas pesan aku?" tanya Aydin.
"Aydin?" Puzzle terkejut. Dia tidak menyangka ada Aydin di depannya.
"Kamu nggak mau pulang? Asmara khawatir karena belakangan kamu pulang telat terus. Ada apa sih, Laia?"
Puzzle memakasakan senyum palsu dan menggeleng. "Nggak ada apa-apa. Aku cuma ngerasa bosan pulang lebih awal terus. Ini mau pulang kok. Aku mau pesen ojek setelah ini."
"Ngapain pesen ojek? Aku anterin kamu pulang."
"Nggak perlu. Rumahku dan rumah kamu beda arah. Kasihan kamu muter-muter."
Aydin tak lagi mengatakan apa-apa selain menarik Puzzle dari sana dan membawanya sampai tiba di depan mobil sedan hitam miliknya. Meskipun sudah duduk di dalam mobil, Puzzle diam tak bersuara. Aydin yang melihatnya merasa aneh. Biasanya Puzzle cerewet.
"Laia, are you okay?" tanya Aydin.
Puzzle memaksakan senyum. Kepalanya pusing. "Makasih udah jemput, Aydin. Maaf aku nggak ngasih kabar apa-apa. Aku lagi banyak kerjaan jadinya nggak sempat cek pesan."
"Emangnya apa aja jobdesk kamu? Aku nggak punya teman kerja jadi tenant relation jadinya aku nggak tau sibuknya gimana."
"Banyak. Tapi hari ini aku ngecek beberapa unit yang komplain soal kebocoran dari unit atas, urus kartu akses yang nggak bisa dipakai, tulis jadwal pengecekan, telepon pemilik unit apartemen yang menyebabkan kebocoran sampai unit bawah, dan masih banyak lagi. Temanku nggak masuk dari tiga hari lalu jadinya aku sendirian urus ini dan itu. Setiap harinya pekerjaan aku kayak gini."
"Berarti sering kena omel pemilik unit?"
"Ya, begitulah. Biasanya kalo penyewanya warga negara asing, agennya yang marah-marah. Jadinya aku sibuk banget. Maaf."
Sebenarnya Puzzle masih ada waktu mengecek ponselnya. Dia sengaja menjelaskan pekerjaan yang seabrek-abrek supaya Aydin tidak bertanya lebih jauh. Dia tidak ingin ketahuan ada sesuatu yang dia pikirkan.
"Kamu minum vitamin nggak? Masih sempat makan yang teratur, kan?"
Puzzle mengangguk. "Iya. Boleh nggak aku tidur sebentar? Aku capek banget."
"Boleh. Selamat beristirahat, Laia." Aydin melempar senyum saat menatap sekilas. Dia percaya pekerjaan Puzzle banyak dari ceritanya, tapi tidak percaya kalau Puzzle tidak ada waktu memeriksa ponsel walau hanya semenit saja. Bisa saja Puzzle mengatakan sedang sibuk. Kenapa harus menghilang?
Tidak ingin bertanya-tanya saja, Aydin akan menanyakan kembali pada Puzzle. Terutama soal keanehan yang terasa saat Puzzle melihat Hans. Dia ingin tahu ada apa di balik keanehan itu.
Setelah mengemudikan mobil selama kurang lebih setengah jam akhirnya Aydin tiba di pelataran parkiran apartemen Puzzle. Dia ingin membangunkan Puzzle tapi perempuan itu tidur pulas. Dia menunggu cukup lama sampai Puzzle bangun dengan sendirinya.
Puzzle baru bangun setelah lima belas menit berikutnya. Puzzle menoleh ke samping.
"Kita udah sampai?" tanya Puzzle.
"Udah, Laia."
"Kamu harusnya bangunin aku. Kamu pasti nungguin. Maaf ya."
"Nggak apa-apa, Laia."
Puzzle melepas safety belt. Baru akan membuka pintu, kepalanya terasa sakit. Puzzle terpaksa bersandar kembali dan mengurut pelipisnya.
"Kepala kamu pusing?" tanya Aydin.
Puzzle menggeleng dan tersenyum. "Nggak kok. Aku turun ya. Makasih atas tumpangannya. Hati-hati di jalan, Aydin."
Tetap memaksakan diri, Puzzle keluar dari mobil Aydin. Matanya kunang-kunang sampai dia harus menjadikan pintu mobil Aydin tumpuannya berdiri. Aydin yang menyadari hal itu langsung keluar dari mobil dan memapah Puzzle.
"Unit apartemen kamu nomor berapa? Aku anterin," tanya Aydin.
"Aku bisa sendiri kok. I'm fine." Puzzle menarik tangannya dari pundak Aydin dan mencoba berdiri sendiri. Namun, kepalanya yang pusing berhasil membuatnya hilang keseimbangan. Nyaris saja dia jatuh kalau Aydin tidak menahan pinggangnya.
"Fine tapi begini. Berhenti nolak, Laia."
Kesal melihat kepura-puraan Puzzle yang tidak baik-baik saja, Aydin menggendong Puzzle dan membiarkan perempuan itu mengalungkan tangan di lehernya. Puzzle tampak tenang meskipun sempat minta diturunkan.
"Suhu badan kamu panas banget. Jangan bilang baik-baik aja," ujar Aydin.
Puzzle tidak menjawab dan memejamkan mata supaya pusingnya hilang dan mengistirahatkan sejenak pikiran yang dipenuhi kegalauan.
Aydin menggendong Puzzle sampai naik ke unit apartemennya.
🧩🧩🧩
Aydin duduk di bibir ranjang memeriksa keadaan Puzzle yang demam tinggi. Asmara bilang Puzzle sakit jadinya dia datang pagi-pagi untuk memeriksa Puzzle. Semalam dia sudah yakin Puzzle pasti akan tumbang seperti ini. Selama memeriksa Puzzle, dia langsung tahu kalau Puzzle terlalu lelah dan banyak pikiran sampai sakit.
"Puzzle baik-baik aja, Aydin?" tanya Terasany Samir, sepupunya Puzzle.
"Dia terlalu capek tapi nggak apa-apa. Ini demam biasa kok," jawab Aydin.
Terasany menghela napas. "Syukurlah. Ini pasti karena dia balik malam terus. Belum lagi mikirin hal nggak penting. Dia selalu kayak gini kalo kebanyakan mikirin mantan sial-" Dia berhenti bicara dan berdeham. "Berarti gue bisa titip Puzzle sama lo, kan?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Aydin pura-pura tidak mendengar. Secara tidak langsung dia mengetahui apa yang Puzzle pikirkan. "Bisa kok," jawabnya.
"Sebenarnya gue nggak mau ninggalin Puzzle, tapi gue harus dinas ke luar negeri selama seminggu ini. Lo jagain dulu aja sampai nanti siang. Gue udah minta sepupu gue yang lain datang dan rawat Puzzle. Tolong tungguin sampai siang ya. Makasih, Aydin. Gue pergi sekarang."
Aydin bangun dari tempat duduk, mengikuti Terasany yang menarik kopernya sampai keluar pintu apartemen. Sebelum perempuan itu pergi, Aydin memanggilnya. "Tera? Gue boleh nanya?"
"Boleh. Mau nanya di kulkas gue ada makanan atau nggak ya?" tebak Terasany asal.
"Bukan. Gue mau nanya soal mantannya Puzzle."
Terasany menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali, mengamati raut wajah Aydin berulang kali. "Aduh, gue bisa ditabok Puzzle kalo dia tau gue beberin ini. Biar gue nggak kena damprat, lo coba buka kamar di ujung lorong sebelah kanan, terus liat kardus yang ada tulisan about us. Lo bisa tau semuanya di sana. Jangan bilang Puzzle ya gue yang kasih tau kalo udah buka kardus itu. Gue pergi sekarang. See you, Aydin. Titip sepupu gue."
"Hati-hati, Tera. Pasti gue jagain."
Setelah Terasany sudah menghilang dari pandangan, Aydin menutup pintu. Dia menghampiri Puzzle yang tertidur pulas. Dia mengusap kepala Puzzle, lalu membenarkan selimutnya. Berhubung dia tidak mau mengganggu Puzzle, dia keluar dari kamar.
Jawaban Terasany sebelumnya membuat Aydin semakin penasaran. Dia mendatangi tempat yang diberitahu Terasany dan mencari kardus yang bertuliskan; About Us. Pelan-pelan Aydin membuka kardusnya dan menemukan foto pre-wedding berukuran sedang. Dia terkejut saat mengetahui sosok yang ada di foto adalah adiknya Hans.
"Gerry Winata? Mantannya Puzzle?" Aydin bertanya-tanya.
Selagi pikirannya terbang tinggi mempertanyakan kebenaran hubungan Puzzle dan Gerry, dia menemukan banyak foto dan beberapa barang kenangan yang masih tersimpan rapi. Buku diary Puzzle ada di sana.
Sebenarnya dia tidak ingin lancang melihat buku diary orang, tapi rasa ingin tahunya semakin besar saat tak sengaja dia melihat surat jatuh dari selipan lembar diary Puzzle. Di surat itu tertulis permintaan maaf Gerry karena membatalkan pernikahan.
"Gue nggak habis pikir orang-orang bisa seenaknya batalin pernikahan," gumam Aydin tidak percaya.
Semakin diselimuti rasa penasaran, Aydin membaca tiap lembar buku diary Puzzle. Di sana terdapat banyak curhatan Puzzle, termasuk kekecewaannya terhadap Gerry. Di bagian paling atas Puzzle menuliskan tanggal menulis diary. Dua minggu lalu Puzzle masih menulis di buku diary ini, menceritakan luka yang belum hilang.
Selesai membaca buku diary Puzzle, dia menutup dan merapikan semua ke dalam kardus seperti semula. Aydin pergi meninggalkan ruangan setelah sudah cukup mengetahui tentang hubungan Puzzle dan Gerry. Namun, dia belum menemukan alasan Gerry membatalkan pernikahan. Sebenarnya sempat dituliskan oleh Puzzle, tapi tulisannya pudar terkena tetesan air yang mengering. Kemungkinan besar Puzzle menangis saat menulis kisah pahitnya.
Kini Aydin sudah duduk di bibir ranjang. Sambil memandangi dengan rasa kasihan, Aydin mengusap kepala Puzzle. Dan tiba-tiba Puzzle membuka kelopak mata.
"Laia? Butuh sesuatu?" tanya Aydin cepat.
"Kok kamu ada di sini?"
"Jagain kamu. Tera pamit dinas."
"Andi nggak marah?"
"Nggak usah khawatirin itu. Dia nggak akan marah kok."
Aydin berbohong lagi waktu mau menjenguk Puzzle. Jelas-jelas Andi tahu jadwalnya hari ini sore, tapi dia sudah pergi dari pagi. Dia mengatakan ingin menemani ayahnya bermain golf. Kalau bilang menjenguk Puzzle, pasti debat dan masalah lagi.
"Bener nggak marah? Kamu pulang aja. Aku cuma sakit kepala."
"Laia," Aydin mendesah kasar. "Kamu bukan cuma sakit kepala. Kamu emang sakit. Kalo aku pulang, nggak ada yang jagain kamu. Sepupu kamu yang lain baru datang siang ini jadi aku tungguin sampai mereka datang."
"Apa nggak ngerepotin kamu?" tanya Puzzle merasa tidak enak.
"Nggak. Jangan mikirin apa pun. Istirahat lagi ya. Aku ambilin minum dulu buat kamu."
Puzzle menahan lengan Aydin. "Nggak perlu. Temenin aku di sini. Jangan ke mana-mana."
Aydin duduk seperti semula. Demi meyakinkan Puzzle bahwa dia takkan ke mana-mana, Aydin menggenggam tangan Puzzle dengan erat.
"Iya, aku tungguin di sini. Istirahat lagi ya. Cepat sembuh, Laia."
🧩🧩🧩
Jangan lupa vote dan komentar kalian😘😘😘🤗🤗❤️
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top