Puzzle 5
Yuhuuuu! Siapa yang ingin melihat ke-uwu-an Aydin? wkwk
Yok, vote dulu, baru komen sebanyak-banyaknya<3<3
°
°
Pukul dua belas siang, Aydin pergi makan di kantin. Di rumah sakit Cinta Hati tersedia kantin khusus untuk para dokter dan perawat. Aydin biasanya makan di luar tapi hari ini teman-temannya ingin makan di kantin rumah sakit.
Aydin berkumpul dengan tiga orang teman dekatnya. Ada Jevin Adibroto, Vicky Barani, dan Hans Winata.
"Lo beneran mau nikah, Ay?" Jevin membuka obrolan.
"Iya. Nanti gue kenalin sama Puzzle," jawab Aydin.
"Namanya Puzzle? Lucu banget," sambung Vicky, perempuan berambut panjang sepunggung sambil terkekeh.
"Iya, namanya Puzzle. Anaknya lebih lucu lagi. Rencananya gue nikah tiga bulan lagi," jawab Aydin kasual.
"Wow! That's fast," celetuk Hans. "Kalian udah cocok? Terus Andi gimana?"
Ketiga temannya tahu kalau dia berpacaran dengan laki-laki. Awalnya dia menyembunyikan hal itu sampai akhirnya kepergok Jevin waktu dia berciuman dengan Andi di tangga darurat. Alhasil Jevin menanyakan perihal hubungannya dengan Andi. Setelah itu Vicky dan Hans tahu. Namun, berita yang disampaikan Jevin hanya sebatas di telinga Vicky dan Hans. Tidak ada yang tahu lagi selain mereka bertiga di rumah sakit ini.
"Gue udah putus sama dia." Aydin berbohong. Lagi. Demi memperkuat aktingnya. Khusus yang satu ini dia tidak bisa memberitahu sama sekali. Terkecuali kepada Vicky. Perempuan itu diary berjalannya. Cepat atau lambat dia pasti akan cerita dengan perempuan itu.
"Berarti lo udah sepenuhnya bersedia menikah dan menerima perempuan?" Jevin mulai menekankan setiap kalimatnya.
"Jev, come on. Jangan seakan-akan menikah sama perempuan itu ribet deh," sela Vicky, tidak suka dengan cara Jevin menekankan kalimatnya.
"Bukan gitu, Vick. Ya elah... sensi banget. Gue ralat deh. Maksudnya--"
"Gue paham kok maksud lo, Jev," potong Aydin. "Jawabannya iya. Gue serius sama Puzzle. Kalo nggak mana mungkin gue ajak nikah. Gue mau punya keluarga sendiri."
"That's a good thing. Jangan kayak Jevin," canda Vicky. Senang menggoda Jevin karena temannya yang satu itu gampang sewot.
"Ya elah... kena mulu. Berasa lagi kena teror dosen di kelas," protes Jevin.
Aydin terkekeh. Pandangannya tak sengaja tertuju pada pintu kantin, menemukan Puzzle berdiri di sana dan mengedarkan pandangan. Dia buru-buru mengambil ponsel dan mendapati Puzzle memberitahu kalau perempuan itu datang ke rumah sakit.
"Eh, gue pamit bentar. Puzzle datang ke sini," pamit Aydin, yang segera bangun dari tempatnya dan menghampiri yang bersangkutan.
Puzzle melambaikan tangan pelan saat melihat kedatangan Aydin. "Sori ganggu waktunya. Aku mau bawain makanan untuk kamu. Sebenarnya ini kelebihan waktu aku buatin untuk teman-teman di kantor. Belum tau sih rasanya tapi kalo nggak enak kamu buang aja." Dia menyerahkan paper bag berukuran kecil kepada Aydin.
"Apa nih?" tanya Aydin seraya melihat ke dalam paper bag.
"Sushi."
"Kamu buat ini sendiri?"
Puzzle mengangguk.
"Wow! Thank you, Laia." Aydin tersenyum senang. "Kamu datang ke sini naik apa? Maaf aku nggak balas pesannya soalnya lagi ngobrol. Pasti tadi nyari-nyari ya?"
"Aku naik ojek. Nggak apa-apa kok. Aku tau ini bukan waktu yang tepat untuk mampir. Tadi ada suster yang ngasih tau aku kalo kamu di sini jadinya nggak nyari sampai lama," jawab Puzzle, menjawab satu per satu pertanyaan Aydin.
"Ojek? Bukannya lumayan jauh dari kantor kamu? Seharusnya kamu kirim aja. Kenapa repot datang segala? Jam istirahat kamu nanti habis di jalan doang. Kamu pasti belum makan, kan?"
Puzzle terkekeh. "Kamu nanya banyak banget. Pokoknya nggak masalah aku antar secara langsung. Aku sekalian mau bahas soal konser. Asmara maksa aku buat ikut jadinya aku nggak boleh batalin. Acaranya Sabtu depan. Kamu bisa?"
Bertemu seperti ini sengaja dilakukan Puzzle. Memang rasanya tidak penting bertanya soal konser secara langsung, akan tetapi jika dia bertanya melalui pesan takut kena amukan Andi. Alangkah baiknya dia antisipasi lebih dulu supaya Aydin bisa menanyakan pada Andi nanti.
"Bisa. Aku free. Kenapa nggak ngabarin lewat WhatsApp?"
"Kadang ada hal yang nggak bisa aku tanya lewat WhatsApp. Aku nggak mau nanti dituduh ambil waktu kamu all the time," ucap Puzzle merasa tidak enak. "Setelah ini, kamu harus bilang dan izin sama Andi. Kalo dia nggak izinin, nggak apa-apa. Aku akan cari teman lain. Nanti tolong kabarin aku ya. Aku pamit. See you later, Aydin."
"Kamu beneran mau langsung balik?"
"Iya. Mau ngapain lagi?"
Aydin menggamit tangan Puzzle dan menariknya masuk ke dalam kantin. "Aku kenalin dulu sama teman-temanku. Mereka mau ketemu kamu."
Puzzle tidak bisa menolak selain mengikuti Aydin. Sebab, dia tidak mungkin menepis tangan Aydin dengan tiba-tiba. Nanti malah buat drama karena dikira bertengkar dengan Aydin.
"Guys, ini calon istri gue. Tadi udah gue bilang kan, namanya Puzzle." Aydin menyentuh pundak Puzzle, memperkenalkan pada ketiga temannya.
"Ya ampun... gue pikir Puzzle yang mana. Kalo yang ini gue kenal," sahut Hans.
Puzzle diam sejenak memandangi Hans. Dia memaksakan senyum. "Hai, Kak Hans," sapanya kikuk.
"Kalian saling kenal?" tanya Jevin.
"Iya. Puzzle pernah--"
"Sayang, sepertinya aku harus balik sekarang. Bentar lagi jam satu," sela Puzzle lebih dulu.
Aydin menangkap ada keanehan di antara Hans dan Puzzle. Atmosfer mereka berbeda. Puzzle seolah-olah tidak ingin berurusan dengan Hans. Tanda menyela barusan menjadi awal tanda tanya di kepalanya.
"Sebelum kamu pergi, kita kenalan dulu ya. Namaku Vicky." Vicky mengulurkan tangan, yang segera disambut hangat oleh Puzzle. Setelah merasa cukup jabatan mereka berakhir.
Setelah Vicky, kini giliran Jevin mengenalkan dirinya. Berjabatan seadanya dan saling melempar senyum.
"Silahkan dilanjutin makannya," ucap Puzzle.
Hans segera mengerti tindakan Puzzle. Dia berkata, "Senang lihat kamu lagi, Puzzle. Hati-hati di jalan."
"Iya, makasih, Kak Hans." Puzzle memaksakan senyum. "Kalo gitu aku pamit ya. See later, Guys." Kemudian dia menepuk pundak Aydin. "See you, Baby."
Puzzle mempercepat langkahnya, berusaha tenang setelah bertemu dengan Hans. Dia menghindari siapapun dari keluarga Winata. Bukan karena dia punya hubungan dengan Hans makanya berusaha menghindar. Bukan. Dia sengaja menghindar karena ingin melupakan luka yang diberikan adiknya Hans, namanya Gerry. Sejak hubungannya dan Gerry kandas begitu saja, dia bersumpah akan menghindari semua keluarganya. Namun, dia tidak menyangka Aydin berteman dengan Hans.
Selama bertahun-tahun ini dia masih terluka karena Gerry. Dia berusaha menyembuhkan luka itu tapi tak pernah berhasil. Luka yang Gerry berikan cukup besar hingga menghancurkan seluruh angannya akan pernikahan.
Tanpa sadar Puzzle meneteskan air mata. Meskipun tidak bertemu Gerry, tapi hatinya sakit. Inilah alasan dia menjauhi keluarga Winata meskipun semuanya ramah. Setiap kali melihat keluarga Winata, sama saja melihat luka yang berusaha dia kubur dalam pahitnya masa lalu. Air matanya lambat laun menjadi deras. Dia terpaksa menyekanya sebelum orang-orang menjadikan tontonan karena menangis di jalan.
"Laia? Laia?" Aydin memangil. Tak ada jawaban, dia mempercepat langkahnya dan meraih tangan Puzzle. "Laia, tunggu dulu. Aku antar kamu ke..." Aydin diam dan terkejut melihat mata Puzzle merah seperti habis menangis. "Kamu nangis?" tanyanya khawatir.
Puzzle memaksakan senyum. "Nggak kok. Kenapa kamu manggil?"
"Kamu nggak bohong?" tanya Aydin tidak percaya.
Puzzle mengangguk, masih mempertahankan senyumnya. "Iya. Kamu butuh sesuatu?"
"Aku mau antar kamu ke kantor. Jangan naik ojek lagi."
"Nggak usah. Aku bisa sendiri."
"Berhenti nolak. Aku antar kamu."
Supaya Puzzle tidak menolak dan beralasan ini dan itu, Aydin menggamit tangannya dan menarik Puzzle sampai tiba di pelataran parkiran.
Belum sempat jalan, Aydin menoleh ke samping. Di sana dia melihat Puzzle menangis sambil menutup wajahnya. Meskipun sudah ditutup telapak tangan, tapi isakan itu tetap terdengar jelas.
"Laia," panggil Aydin. Satu tangannya bergerak hendak menjangkau Puzzle, tapi dia menggantung di udara karena ragu. Akhirnya Aydin mendaratkan tangan di punggung Puzzle dan menepuknya pelan. "Aku nggak tau kenapa kamu nangis, tapi aku harap sedihnya bisa segera hilang."
Puzzle tak berhenti menangis. Sejujurnya dia tidak ingin dipandang lemah dan cengeng karena cinta, tapi dia tidak bisa memendam perasaannya dalam diam. Setelah tak banyak yang dia tunjukkan pada semua orang, tangis menjadi jawaban agar dia merasa lega.
🧩🧩🧩
Dua minggu tanpa kabar. Aydin mengamati layar ponsel berulang kali, memastikan pesannya dibalas oleh Puzzle. Hari ini sudah pesan ke-25, tapi Puzzle tetap tidak menjawab.
"Kamu merhatiin handphone mulu. Nungguin chat siapa?" tanya Andi curiga.
"Puzzle. Dia nggak balas pesanku," jawab Aydin.
Andi berdecak. "Kamu mulai cinta sama dia sampai pesan aja ditungguin segala?"
"Andi, come on. Kalo dia hilang terus Papa kemari, bisa mati aku." Aydin berpindah posisi, berdiri di belakang Andi dan memeluk lehernya dari belakang. "Jangan cemburuin Puzzle."
"Gimana nggak mau dicemburuin kalo dia selalu nyita perhatian kamu," gerutu Andi.
"Nyita perhatian aku? Kapan? Buktinya aku lagi di sini aja sama kamu."
"Kamu pikir aja sendiri."
"Kok malah marah sih, Sayangku?" Aydin mencium pipi Andi beberapa kali sebelum akhirnya melanjutkan, "Jangan marah lagi ya. Aku minta maaf seandainya kamu merasa begitu. Bukan maksud aku mengabaikan kamu."
Andi tidak menjawab, hanya berdeham dan membuka lembar majalah yang dipegang olehnya.
"Ndi, you know how much I love you right? Kalo kamu tau, seharusnya kamu percaya sama aku. Puzzle bukan orang yang perlu kamu cemburuin. Anggap aja Puzzle adik kamu. She's a nice person."
Andi memutar bola matanya malas. "Iya."
Aydin menarik senyum senang. Lebih senang lagi waktu dia merasakan ponselnya bergetar. Pasti Puzzle. Begitu pikirnya. Alih-alih berharap Puzzle membalas pesannya, dia malah mendapat pesan dari Asmara.
Aydin bergegas menuju kamar dan mengambil barang-barangnya. "Sayang, aku pergi ke luar bentar," pamit Aydin.
"Mau ke mana? Ketemu Puzzle?" tebak Andi curiga.
"Bukan. Mau ketemu Hans."
"Ya udah. Take care."
Sekali ini saja Aydin berbohong. Kalau menyebut Puzzle pastilah debat dulu. Jadinya dia memilih jalan pintas. Setelah keluar dari apartemen, dia membalas pesan Asmara dan memintanya mengirimkan lokasi kantor Puzzle.
Dia mencoba menghubungi Puzzle tapi tak ada jawaban. Tak hanya Asmara yang ingin tahu keadaan Puzzle, dia pun sama penasarannya. Ingin tahu alasan Puzzle sampai menghilang dua minggu belakang tanpa kabar sekalipun.
🧩🧩🧩
Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top