Puzzle 3
Yuhuuuu! Update lagi ^^
Yok bisa yok, vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya<3<3
°
°
"Puzzle udah sampai mana?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Daniel, tidak sabar karena sudah menunggu setengah jam lamanya.
"Sebentar lagi kok, Pa," jawab Aydin beralasan. Berulang kali dia mengamati jam dinding dan layar ponsel menunggu kabar Puzzle.
Daniel bangkit dari duduknya tidak sabar. Evelyn tinggal mengikuti instruksi sang suami.
"Papa pulang deh. Kasihan Puzzle diburu-buruin lagi belanja. Besok Papa ke sini lagi," ucap Daniel akhirnya.
"Nggak mau nunggu sebentar lagi, Pa?"
"Nggak. Besok balik lagi aja."
Daniel sudah melangkah, begitu pula Evelyn mengikuti dari belakang. Aydin mau tidak mau menuruti permintaan ayahnya. Kapan lagi ayahnya mampir ke apartemennya begini. Sekalipun tidak pernah.
"Saya antar sampai bawah, Pa." Aydin berucap sambil membuka pintu apartemen.
Pada saat pintu dibuka, tepat sekali Puzzle berdiri dan mengulas senyum.
"Om udah mau pulang? Maaf udah bikin Om menunggu lama," tanya Puzzle.
"Nah, pas banget. Ini orangnya datang, Pa," sela Aydin. Menyadari Puzzle menenteng dua totebag yang menunjukkan habis belanja di mini market bawah apartemen, dia mengambil alih dua totebag tersebut. "Berarti pulangnya ditunda kan, Pa?"
"Kita sarapan dulu, Om. Saya buatin sarapan," ajak Puzzle ramah.
"Ayo, Mas. Kita pulangnya nanti aja. Makan dulu bareng mereka," bujuk Evelyn setengah memaksa.
Daniel mengangguk. Aydin langsung membuka pintu lebih lebar, membiarkan orangtuanya berlalu lebih dulu, baru dia mengikuti dari belakang bersama Puzzle.
Daniel dan Evelyn duduk di tempat semula, sementara Aydin dan Puzzle beranjak menuju dapur. Aydin meletakkan belanjaan Puzzle di atas meja marmer.
Puzzle menghampiri Daniel dan Evelyn setelah memakai apron yang diberikan Aydin. "Om sama Tante suka sayur sop ayam nggak?"
"Om dan Tante suka kok. Apa aja masakannya pasti kami makan. Asal bukan udang. Papanya Aydin alergi udang dan makanan seafood," jawab Evelyn dengan senyum ramah.
"Kalo gitu aku buat sayur sop dan ayam goreng ya, Tante. Tolong tunggu sebentar ya, Om dan Tante. Aku permisi," pamit Puzzle sopan. Dia kembali menuju dapur dan mengeluarkan dua kaleng cookies berukuran besar dari dalam totebag.
"Kamu beli cookies segala?" tanya Aydin, tak percaya di dalam totebag ada banyak makanan.
"Iya. Aku sengaja beli soalnya kalo mereka nunggu aku masak pasti lama. Bisa bantu aku sajiin nggak? Sekalian buatin teh. Kamu nggak hidangin teh?"
Aydin menggeleng. "Mereka bilang mau air putih aja."
"Ya udah, kamu sajiin cookies dan teh. Tolong ya. Aku mau masak dulu." Puzzle mulai mengeluarkan beberapa sayur-sayuran yang dia beli. Sedetik kemudian dia sadar akan sesuatu. "Omong-omong, barang-barang buat masak di mana ya?" tanya Puzzle berbisik.
"Kamu butuh apa aja?"
"Panci, penggorengan, dan teman-temannya."
"Sebentar. Aku ambilin dulu."
Aydin mengambilkan barang-barang yang diperlukan Puzzle dan menyiapkan di atas meja marmer. Setelah selesai barulah Aydin menyiapkan cookies cokelat dan membuat teh hangat, lantas menyajikan di atas meja kopi.
"Minum dulu, Pa." Aydin duduk di depan orangtuanya setelah menyajikan teh. "Puzzle beliin cookies. Katanya supaya Papa dan Mama makan ini dulu takut kelamaan nunggu. Ya, mungkin kurang cocok dimakan duluan sebelum makan nasi."
"It's okay." Daniel dengan santainya mengambil cookies yang disajikan dan melahapnya. "Rasanya enak," komentar Daniel setelahnya.
Evelyn melongo. "Lho, bukannya kamu nggak suka makanan manis? Biasanya kamu nggak mau makan apa pun sebelum makan nasi."
"Nggak ada salahnya dicoba. Lagi juga Puzzle udah beliin ini." Daniel menyesap teh selesai mengunyah cookies. "Kamu nggak bantuin Puzzle? Kenapa diem di sini?"
Evelyn menarik senyum mendengar jawaban suaminya. Kalau Daniel sudah berkata demikian berarti lampu hijau telah didapat Puzzle untuk menjadi bagian keluarga Natawijaya.
"Puzzle bisa sendiri, Pa. Dia nggak perlu dibantu," jawab Aydin santai.
"Sayang?" panggil Puzzle, yang tiba-tiba berdiri di ruang tamu.
"Kenapa, Sayang?" tanya Aydin.
"Uhm... aku lupa. Mangkuk sayurnya kamu letakkin di mana ya?" Puzzle tersenyum kikuk, takut ketahuan dia tidak tinggal di apartemen Aydin. Supaya lebih meyakinkan, dia melihat ke arah orangtua Aydin. "Maaf ganggu obrolan Tante dan Om. Biasanya Aydin yang cuci piring dan taruh barang-barang. Soalnya dia bilang aku udah masak jadinya dia yang cuci piring."
Evelyn menatap Aydin dengan bangga. "Ya ampun... anak Mama baik banget sih. Kamu lakuin hal yang benar, Nak. Jangan melulu nyusahin Puzzle."
"Kamu bantu Puzzle dulu sana," suruh Daniel.
"Ya udah, aku permisi sebentar. Kalo Papa dan Mama butuh sesuatu, panggil aja."
Aydin menghampiri Puzzle dan mengikutinya ke dapur. Aydin mengambilkan beberapa barang yang dibutuhkan Puzzle. Dia juga membantu Puzzle mengurus beberapa hal seperti mencuci sayuran yang diperlukan.
Selagi mereka sibuk di dapur, Aydin mendengar ibunya memanggil. Suaranya semakin dekat. Dengan cepat Aydin memeluk Puzzle dari belakang, alih-alih kalau ibunya datang ke dapur dan melihat kemesraan dirinya bersama Puzzle.
"Ya ampun... bukan bantuin Puzzle malah kamu peluk-peluk gitu," tegur Evelyn.
"Eh, Mama." Aydin menoleh ke belakang dan nyengir. Dia menarik diri dan berbalik badan. "Ada apa, Ma?"
"Nggak ada apa-apa sih. Mama cuma mau lihat-lihat apartemen kamu. Boleh, kan?"
Mati! Aydin mengunci pintu kamarnya. Bagaimana dia berkilah soal kamar yang dikunci? Belum menemukan jawaban yang tepat, Aydin terpaksa mengangguk. Tak lama ayahnya muncul, dan dia yakin ayahnya ingin ikutan berkeliling juga.
Sebelum pamit Aydin mengecup pipi Puzzle lebih dulu, membuat Puzzle yang tengah memasak kaget. Lain cerita dengan Evelyn yang melihatnya penuh kegembiraan.
Aydin mengajak orangtuanya melihat satu per satu ruangan, menghindari kamar utama.
"Kamu tidur di mana? Papa mau lihat kamar kamu," tanya Daniel.
"Itu masih berantakan, Pa," alasan Aydin. "Kamarnya nggak terlalu besar jadinya malu kalo Papa harus lihat kamarnya."
Daniel tak bertanya lebih lanjut. "Mulai minggu depan pindah ke apartemen yang Papa punya di Sunset Moon Apartment. Unit ini terlalu kecil untuk kamu dan Puzzle. Tinggal di apartemen itu sebelum Papa kasih rumah."
"Iya, Pa."
"Papa akan lebih sering berkunjung ke sini."
"Hah?" pekik Aydin.
"Kenapa hah? Kamu nggak suka Papa mampir? Atau, ada yang kamu sembunyikan sampai nggak mau Papa datang?" tembak Daniel sekenanya.
"Ng-ng-nggak, Pa. Takutnya Papa sibuk," jawab Aydin gelagapan.
"Yang sibuk kan kamu, bukan Papa. Kabari Papa kapan jadwal kamu di rumah sakit. Jangan sampai lupa."
"Iya, Pa."
Aydin tidak bisa menolak. Di satu sisi Aydin senang karena ayahnya berniat lebih sering mengunjunginya. Namun, di sisi lain, dia takut ketahuan. Bagaimana jika nanti ketahuan kalau Puzzle tidak tinggal dengannya?
🧩🧩🧩
"Kamu gila ya? Kamu mau tinggal bareng perempuan ini?" Andi meninggikan suara setelah mendengar permintaan Aydin padanya sambil menunjuk Puzzle yang berdiri di samping mereka.
"Kita bicarain di kamar aja. Kamu nggak perlu teriak-teriak begitu," bujuk Aydin.
"Nggak perlu di kamar. Kita bicarain di sini." Andi berdecak kasar. "Kalo kamu tinggal bareng sama perempuan ini, berarti aku tinggal sendiri? Aku tau dari mana kalo kalian nggak mesra-mesraan?"
Puzzle ingin sekali menyela tapi dia tidak melihat peluang itu. Sejak Aydin mengutarakan keinginan gila itu, Andi langsung mencak-mencak. Bahkan sebelumnya sudah mengomel keras-keras. Yang bisa dia lakukan hanya mendengarkan dan menyaksikan perdebatan keduanya.
"Kamu mulai nggak percaya? Kalo pun aku mesra-mesraan itu cuma di depan Papa dan Mama. Kamu sendiri yang ngedukung aku buat ngelakuin ini. Katanya kamu kasihan liat aku nggak dianggap keluargaku. Kenapa sekarang malah berubah?" balas Aydin tak kalah sengit.
"Iya, tapi bukan ini rencana awalnya. Tinggal bareng bukan solusi, Aydin!" teriak Andi kencang.
"Terus aku harus gimana? Bilang Puzzle mau tinggal sendiri? Mendadak?" Aydin ikut meninggikan suaranya.
"Iya. Bilang aja dia mau tinggal sendiri. Lagian kenapa sih kamu harus bilang tinggal bareng dia?" Andi menatap sinis Puzzle, lalu kembali menatap Aydin. "Pokoknya aku nggak setuju. Kalo kalian mau tinggal bareng, aku samperin ayah kamu dan bilang yang sebenarnya."
Puzzle sakit kepala. Dia menyela, "Maaf menyela sebentar. Aku akan cari unit apartemen di gedung sebelah jadinya kalian tetap tinggal di apartemen ini. Aku juga nggak mau melakukan ini kalo bukan karena terpaksa. Tolong jangan bertengkar lagi."
"Good," sahut Andi.
"Aku pamit pulang. Permisi." Puzzle berbalik badan. Dia malas mendengarkan perdebatan tiada habisnya. Sudah acara liburannya terganggu, dia malah kena semprot Andi. Mana ditunjuk-tunjuk dan disebut 'perempuan ini' pula. Sungguh hari yang sial.
Puzzle keluar dari unit apartemen Aydin. Baru beberapa langkah, dia mendengar panggilan cukup keras.
"Laia!"
Puzzle menoleh ke belakang dan menjawab malas. "Ya?"
"Kamu mau pergi ke Bali, kan?"
"Iya. Kenapa?"
Aydin menggamit tangan Puzzle dan meletakkan kartu atm miliknya. "Pakai ini. Aku udah janji sama kamu bayarin tiketnya. Aku nggak pegang uang cash jadinya kamu pegang aja. Kamu gunain untuk beli oleh-oleh atau apa pun juga boleh."
"Nggak perlu. Aku masih bisa beli tiketnya sendiri." Puzzle mengembalikan kartunya pada Aydin. "Oh, iya, kalo besok Papa kamu mau datang, bilang aja aku pergi ke Bali. Aku mau liburan dan jangan ganggu aku selama liburan. Lebih baik uangnya kamu pakai untuk ajak Andi makan malam bareng," ucapnya sambil tersenyum.
Aydin menatap Puzzle dengan perasaan bersalah. "Maaf, Laia. Maaf nyusahin kamu seharian ini. Maaf juga Andi nunjuk-nunjuk gitu."
"It's okay." Puzzle menarik senyum lebar dan menepuk pundak Aydin. "Wajar kok kalo pacar kamu marah. Seandainya aku di posisi Andi, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Kamu harus minta maaf sama Andi. Dia nggak salah. Aku pergi ya. See you later, Aydin."
"Aku anterin sampai bawah ya," tawar Aydin.
"Nggak usah. Aku bisa sendiri kok." Puzzle melambaikan tangan sambil tetap mempertahankan senyumnya. "Salam ya buat Andi. Bye."
"Take care, Laia."
Puzzle meninggalkan Aydin dan meratapi nasibnya dengan perasaan sedih. Dia merutuki kebodohan diri sendiri yang bersedia melakukan hal paling bodoh di dunia. Kalau saja... ah, sudahlah. Hidupnya tidak berarti apa-apa juga.
🧩🧩🧩
Jangan lupa vote dan komentar kalian<3<3
Cerita ini bakal complicated melebihi dua sebelumnya wkwkwk
Cerita ini juga nggak cuma ada komedinya, tapi aku tambahin unsur Thriller nanti<3 biar kalian bacanya gemas ehehe gemas ingin misuh XD
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top