Puzzle 13

Yuhuuuu! Akhirnya update lagi ^^

Yok vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya<3<3

Bisa nggak ya komennya sampai 50? wkwk XD

°

°

Aydin baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tidak pulang ke rumah melainkan apartemen yang ditempatinya bersama Andi. Mulai hari ini, dia akan tinggal bersama Andi lagi dan membiarkan Puzzle menempati rumah pemberian ayahnya.

Selagi Aydin memakai kaus polos yang baru saja diambil, dia mendengar suara perdebatan yang cukup keras. Aydin dapat mengenali dua suara itu. Terlalu hafal lebih tepatnya. Walau sudah tahu, dia ingin mendengar lebih jelas apa yang sedang diperdebatkan. Alhasil Aydin keluar dari kamar dan berdiri di depan kamarnya.

"Pokoknya aku nggak mau tau. Minggu ini kamu yang rawat Onara." Suara seorang perempuan terdengar lebih keras dari sebelumnya.

Aydin geleng-geleng kepala. Seperti biasa mantan istrinya Andi––Airi Mata Indrawan––selalu mengomel kalau Andi tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya. Aydin tidak pernah mau ikut campur. Semua urusan mereka berdua.

"Kamu paham nggak sih kata-kata aku tadi? Aku ada seminar di luar negeri. Kamu jagain Onara dulu. Minggu depannya baru titip ke aku dua minggu," balas Andi dengan suara tak kalah meninggi.

"Aku nggak peduli. Urus Onara sesuai perjanjian cerai kita. Jangan jadi laki-laki yang nggak bertanggung jawab!"

"Kapan sih aku nggak bertanggung jawab? Aku cuma minta kamu urus Onara minggu ini. Minggu depan atau sebulan ke depan juga nggak masalah kalo aku harus jagain Onara."

"Aku ada urusan di luar negeri. Aku nggak bisa ngurus Onara, Ndi."

"Airi, please... sekali ini aja aku minta kamu jagain Onara dulu. Kamu ke luar negeri bukan untuk urusan kerja, kan? Pasti mau party, kan?"

"Iya. Tetep aja aku nggak mau urus karena bukan jadwal aku."

Andi mengepal tangannya menahan kekesalan. "Kamu gila ya. Keterlaluan banget."

"Iya, aku gila. Salah kamu sendiri nikah sama perempuan gila kayak aku." Aira memelotot tajam, bertolak pinggang seakan mengibarkan bendera perang. "Pokoknya urus Onara. Ini jadwal kamu. Dan dia kangen ayahnya."

"Aku nggak mungkin bawa dia ke luar negeri. Aku ada seminar, bukan liburan. Titip dulu ke orangtua kamu. Orangtua aku kan nggak stay di sini, Ri." Andi menatap tajam dan ikut bertolak pinggang. Tidak takut akan peperangan ini.

"Bodo. Aku nggak peduli. Intinya urus Onara. Kamu udah nggak melakukan tanggung jawab kamu selama sebulan kemarin," balas Airi masih tak mau kalah.

Aydin menghampiri keduanya sebelum piring melayang ke mana-mana. Dia sudah kenal dengan Airi melalui Andi. Sebelum hari ini, dia pernah bertemu dengan anaknya Andi yang berumur delapan tahun. Pacarnya itu menikah dengan Airi selama sepuluh tahun sebelum akhirnya bercerai. Sebelum menikah, Andi pacaran dengan Airi selama kurang lebih empat tahun. Jadinya mereka sudah bersama selama empat belas tahun. Airi cinta pertama Andi dan tentunya satu-satunya perempuan yang dipacari dan dinikahi Andi.

Aydin berdeham, menginterupsi perdebatan yang tengah berlangsung. "Saya bisa jagain Onara kalo kalian sibuk."

Airi melihat Aydin dan tersenyum senang. "Emang ya lo paling bisa diandalkan, Aydin. Beda sama laki-laki di sebelah lo," sindirnya halus.

"Gue akan urus Onara selama Andi pergi ke luar negeri," kata Aydin, mencoba menyudahi perdebatan yang memusingkan kepala.

Airi mendekati Aydin, mendaratkan kedua tangannya di kerah baju Aydin dan merapikannya sambil tersenyum. "Oke. Besok jemput Onara di sekolah ya. Nanti gue bilang sama Onara kalo lo jemput dia. Thank you, Aydin."

"Airi! Kamu tuh nggak bisa nyusahin Aydin. Apa susahnya sih titip ke sepupu kamu dulu?" omel Andi.

Airi mengibas rambutnya dengan angkuh. "Titip ke sepupu gue? Lo pikir mereka baby sitter? Mereka nggak ada yang suka anak kecil." 

"Terus kamu pikir Aydin baby sitter? Kamu jangan keterlaluan dong, Airi!" Andi mengomel lagi. Kali ini suaranya lebih tinggi dua oktaf dari sebelumnya.

"Aku nggak masalah kok, Ndi. Jangan marah-marah terus. Nggak apa-apa," ucap Aydin.

"Kamu denger, kan? Aydin aja nggak masalah. Muka kamu udah banyak kerutan jadi nggak usah marah-marah terus." Airi menatap tajam Andi sebentar. Begitu Andi menunjukkan tatapan tajam, dia melihat pada Aydin. "Makasih sekali lagi, Aydin. Coba aja naksir perempuan, udah aku ajak nikah deh."

Dan tanpa peringatan Airi mengecup kilat bibir Aydin sebagai rasa terima kasihnya. Andi yang melihat itu langsung memelototi sang mantan istri. Aydin terkejut, tapi tidak dapat berbuat banyak karena Airi memang begitu.

"Airi!" bentak Andi.

"Kenapa? Kamu cemburu? Jangan cemburu. Selama sepuluh tahun kita menikah kamu udah aku cium ribuan kali. Di seluruh bagian tubuh kamu lagi," balas Airi sambil tersenyum miring.

"Bye, Aydin. Kalo udah naksir perempuan, kabarin aku ya." Airi melambaikan tangan pada Aydin sambil tersenyum manis. Kemudian, dia melenyapkan senyumnya begitu melihat sang mantan suami. "Aku pamit. Semoga setelah aku pulang dari Berlin, aku nggak liat kamu di pemakaman. Take care."

Andi hampir saja mengomel lagi mendengar kalimat Airi padanya kalau Aydin tidak menahan lengannya. Perempuan cantik, energik dan lincah itu sudah melenggang keluar dari apartemen.

"Airi nyebelin banget!" gerutu Andi kesal.

Aydin terkekeh. "Nyebelin tapi pernah bikin kamu tergila-gila. She's amazing actually."

"Amazing?" Andi berdecih. "Dia definisi perempuan paling gila sedunia."

"Bukannya keluarga Indrawan gila semua?" Aydin tertawa pelan.

Bukan rahasia umum kalau keturunan perempuan dari keluarga Indrawan berisi perempuan nekat, berani, dan bisa dikatakan 'agak gila'. Aydin tahu reputasi keluarga Indrawan. Selain karena pernah melihat salah satu keturunannya membuat keributan di rumah sakit yang dia tempati, Andi juga pernah cerita tentang keluarga Indrawan yang memang isinya orang-orang tak kenal takut.

"Iya sih. Untung aku bukan nikah sama Honey atau Sindirani. Mereka lebih gila lagi dari Airi," kata Andi merasa bersyukur. Ya, meskipun sebenarnya Airi tidak lebih mending dibanding yang lain.

"Yang penting masalah kamu udah teratasi. Aku akan urus Onara selagi kamu di luar kota. Aku bisa minta tolong Puzzle bantu ak––"

"Jangan. Aku nggak mau Puzzle ikut urusin anakku. Kamu aja yang urus dan jagain. Kamu udah janji juga sama Airi," potong Andi lebih cepat.

Aydin meraih kedua pundak Andi sampai menghadap padanya. Dia menarik senyum tipis saat menatap pacarnya. "Kamu masih cemburuin Puzzle?"

"Iya lah. Dia berpotensi merebut kamu dari aku. Pokoknya aku nggak suka," kata Andi kekeuh.

"Oke, oke, aku nggak akan minta tolong Puzzle. Tenang aja." Aydin mengusap wajah Andi sambil tetap mempertahankan senyumnya. Kemudian, dia menarik Andi dan memeluknya.

"Good. Pokoknya jangan libatin Puzzle dalam kehidupan kita," bisik Andi seraya mempererat pelukannya.

"Iya, Andi Sayang."

🧩🧩🧩

Puzzle baru saja selesai mencuci piring. Dia mengedarkan pandangan, menatap rumah mewah yang besarnya ampunan. Dia hanya sendiri. Tanpa pembantu, tukang kebun, atau sopir. Semua orang yang bertugas mengurus rumah tinggal di rumah terpisah dan beberapa blok dari rumah pemberian ayahnya Aydin. Hal ini dilakukan supaya tidak ada yang tahu kalau dia hanya tinggal sendirian di rumah mewah ini. Bahkan security yang berjaga Puzzle suruh pulang kalau dia sudah pulang kerja. Untung saja dia bisa memberi alasan ada CCTV dan atas perintah Aydin. Kalau tidak, security tentu akan menolak.

"Rumah segede ini bisa mendadak jadi sarang hantu kalo gue tempatin sendirian mulu." Puzzle bermonolog sendiri.

Tiba-tiba dia terlonjak kaget setelah mendengar bunyi bel ditekan berulang kali. Puzzle buru-buru berlari menuju pintu utama. Namun, dia baru sadar kalau yang ditekan adalah bel di dekat gerbang tinggi nan kokoh rumahnya. Dia segera berlari mendekati pintu gerbang dan membuka gerbang kecil untuk melihat siapa tamu yang datang. Puzzle terkejut mendapati Daniel Natawijaya berdiri di samping pintu mobilnya.

"Pa-Pa-Papa...," panggilnya gelagapan.

"Kok kamu yang buka pintu, Puzzle? Keamanan rumah yang Papa suruh jaga di sini ke mana?" tanya Daniel dengan tatapan ingin tahu.

"Pak Sudarno? Ah, Pak Sudarno sakit, Pa," jawab Puzzle beralasan.

"Terus Mbok Idah mana?" tanya Daniel.

"Mbok Idah tinggal di rumah yang beda, Pa," jawab Puzzle. Untuk yang satu ini dia sulit berbohong.

"Kenapa gitu?" tanya Daniel lagi.

"Uhm..." Puzzle menggaruk tengkuk lehernya bingung. "Itu maunya Aydin. Katanya biar kalo malam kita bisa lebih bebas melakukan apa pun di rumah. Jadinya sama Aydin disuruh tinggal di rumah terpisah. Besok pagi Mbok Idah baru ke sini."

"Oh, gitu. Aydin mana? Papa telepon nggak diangkat."

"Aydin lagi kumpul sama teman-temannya, Pa."

"Kamu nggak diajak?"

"Diajak tapi aku nggak bisa. Aku ada kerjaan yang perlu diurus, Pa."

Daniel manggut-manggut. "Ya udah, Papa mau masuk. Maaf ya malah ngerepotin kamu harus buka pintu gerbang. Nanti Papa telepon Mbok Idah buat datang sekarang karena Papa mau menginap selama seminggu sama Mama."

"Hah?! Menginap, Pa?" tanya Puzzle terkejut.

Evelyn yang baru turun dari mobil langsung menyela, "Kenapa, Puzzle? Kok muka kamu kaget gitu?"

Puzzle memaksakan senyum dan menggeleng. "Ng-ng-nggak kok, Ma. Aku senang Mama sama Papa mau menginap. Ayo, masuk dulu."

Puzzle mendorong pintu gerbang agar mobil Daniel masuk ke dalam pekarangan rumah. Setelah sudah masuk, Puzzle menutup gerbang dan menguncinya rapat. Dia bergegas menghampiri mobil Daniel dan melihat beberapa koper dikeluarkan dari bagasi.

"Bilang sama Aydin, Papa ada di sini. Suruh dia segera pulang," ucap Daniel.

"Baik, Pa." Puzzle memegang gagang koper Daniel dan Evelyn, tapi niatnya dihentikan Daniel. "Biar aku bantu, Pa."

"Nggak usah, Puzzle. Biar nanti Mbok Idah sama anaknya yang angkatin barang. Kamu telepon Aydin aja. Papa udah chat Mbok Idah untuk datang," jelas Daniel.

"Baik, Pa. Kalo gitu, kita masuk dulu aja. Biar aku siapin minuman buat Papa sama Mama."

Puzzle masuk ke dalam bersama Daniel dan Evelyn. Membiarkan mertuanya duduk dan menunggu teh buatannya. Setelah menyajikan teh dan kue kering, Puzzle pamit keluar untuk menelepon Aydin. Dia tidak menelepon di luar rumah, tapi di dalam mobil supaya tidak ketahuan.

Beruntung saja Aydin langsung mengangkat panggilannya jadi dia tidak perlu repot menghubungi berulang kali.

"Halo? Kenapa, Laia?" tanya Aydin di seberang sana.

"Aydin kamu harus pulang ke rumah sekarang. Papa sama Mama mau nginap seminggu di sini," jawab Puzzle tanpa basa-basi.

"Hah? Kamu serius?!"

"Iya. Aku juga kaget mereka datang jam segini terus bilang mau nginep. Aku harus gimana? Nggak mungkin aku usir, kan?" tanya Puzzle panik.

"Gimana ya? Mana besok aku harus jemput anaknya Andi. Apa kamu nggak bisa kasih alasan supaya mereka nggak nginep?" 

"Anaknya Andi? Dia udah punya anak?" Puzzle terkaget-kaget. Kenapa dia baru tahu Andi sudah punya anak? Apa mungkin anak angkat?

"Ceritanya panjang. Lebih baik sekarang kamu kasih alasan apa gitu supaya mereka pulang."

"Alasan apa, Aydin? Aku tuh bingung. Kalo aku--"

Tok! Tok!

Spontan Puzzle melompat kaget dan memekik cukup keras. "Astaga!" Dia melihat ayahnya Aydin mengetuk kaca jendelanya. Dengan cepat dia menurunkan kaca jendela mobil dan memasakan senyum. "Eh, Papa. Kenapa, Pa?"

"Kamu lagi telepon Aydin? Kenapa ngobrol di mobil?" tanya Daniel.

Puzzle memaksakan senyum. "Ini... Aydin minta dijemput, Pa. Dia nggak bawa mobil."

"Suruh dia pulang sama temannya. Jangan kamu yang jemput. Keterlaluan banget itu anak nyuruh-nyuruh istrinya jemput," ucap Daniel, yang kini memasang wajah kesal.

"Nggak apa-apa, Pa. Kalo gitu aku jemput Aydin dulu ya, Pa."

"Nggak usah. Sini teleponnya. Biar Papa suruh dia pulang sendiri."

Puzzle menyerahkan ponselnya pada Daniel. Laki-laki itu menyuruh Aydin pulang sendiri dan menegaskan akan menunggu sampai Aydin pulang. Puzzle tidak diberi kesempatan bicara lagi dengan Aydin karena sambungannya langsung dimatikan.

"Masuk, Puzzle. Lain kali kalo Aydin minta jemput jangan mau. Ini sudah malam dan bahaya bagi kamu keluar sendirian. Dia bisa pulang naik taksi atau diantar temannya," pesan Daniel.

"Iya, Pa."

"Ayo, masuk. Mama mau ngajak kamu ngobrol."

"Iya, Pa."

Puzzle mematikan mesin mobil dan turun dari mobilnya. Dia mengikuti Daniel dari belakang, mengekorinya sampai ruang tamu. Setelahnya dia duduk di sofa yang berhadapan dengan Evelyn sambil memaksakan senyum. Dia bingung harus berbuat apa. Kedatangan Daniel dan Evelyn terlalu tiba-tiba. Dia takut ketahuan tinggal sendirian karena tidak banyak barang Aydin yang diletakkan di rumah ini. Kalau sudah begini Puzzle berharap mertuanya tidak mencurigai apa pun.

🧩🧩🧩

Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3

Follow IG & Twitter: anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top