Lima Belas

Hatiku memang lemah, tapi bukan berarti kau bebas permainkan!
.
.
.

Happy reading

Alan memandang potret dirinya bersama Zanna, yang sedang berdiri di depan air mancur dekat taman kantor penerbitan. Saat itu Zanna benar-benar terlihat sangat bahagia. Senyuman itu sangat lebar, bahkan Alan tak mampu mengalihkan pandangannya dari Zanna.

Alan mengusap pigura itu memutar, dia merindukan Zanna, merindukan senyuman Zanna yang benar-benar tulus dan untuknya. Alan jatuh cinta? Memang, dia sangat mencintai Zanna. Namun, takdir berkata lain, Zanna bukanlah jodoh seorang Alan.

"Andaikan gue lebih cepet dari pak tua itu, pasti lo jodoh gue, Zan." Alan menghela napas panjang.

Suara ketukan di pintu, membuat Alan meletakkan kembali pigura di mejanya. Ibunya masuk dan membawa kotak berwarna putih dan diletakkannya di atas meja.

"Tadi, ada cewek mungil, ke sini." Alan tidak terlalu berminat mendengarnya. "Katanya, ini kue buat Alan. Nama ceweknya tadi, Azab."

"Astaghfirullah, Ibu! Azab naon? Dunia udah mau kiamat ya, namanya aja azab."

"Eh, Ya Allah, bukan azab. Zina," ucap ibunya tanpa dosa.

"Istighfar Ibu, kenapa Ibu suka zina? Masih ada Bapak, Bu. Bapak masih sanggup kok sama Ibu." Ibunya memukul Alan. "Sakit, Ibu! Jahat banget sama anak sendiri."

"Kamu tuh, zina-zina apaan, namanya tuh aneh tadi. Haduh ibu lupa." Ibunya menggaruk pelipisnya yang tak gatal. "Ah, Zanna. Iya, namanya neng geulis tadi Zanna."

"Ibu, nama bagus Zanna dijadikan zina. Tega banget Ibu!"

"Berisik deh. Nih, kamu makan. Tadi udah ibu ambil separuh buat dimakan. Ibu pergi arisan. Jangan zina loh, kamu sama neng geulis itu."

Alan hanya menjawabnya dengan deheman. Setelah pintu tertutup, dia meloncat kegirangan. Mendapatkan kue dari Zanna. Alan membuka kotak kuenya, hanya tersisa 3 kue. Alan mengelus dadanya pelan.

"Punya ibu gitu amat, ini dari calon istri gue, juga diembat banyak lagi."

***

Berkali-kali pesan bernada ancaman mampir di ponsel Aril. Pengirimnya tetap sama, Andini. Dia akan menyebarkan video itu ke maminya, jika Aril tidak segera menceraikan Zanna dan menikah dengan Andini.

Aril mengacak rambutnya frustasi, meninggalkan Zanna? Rasanya sangat berat. Tapi jika dia tidak mengambil jalur ini, maminya juga yang akan celaka. Aril mencintai Zanna, tapi dengan kebodohannya dia terjebak dengan permainan Andini. Sungguh kenyataan yang menyakitkan.

Aril membelai wajah damai Zanna, yang tertidur pulas. Hari ini dia tidak mengajak Zanna bermain, tadi sore badan Zanna tiba-tiba menggigil kedinginan dan suhu tubuhnya menjadi panas. Aril tak tega melihatnya menggigil seperti itu. Dia memberikan Zanna selimut tebal.

Kembali ponselnya berdering, membuat tidur Zanna terusik. Aril segera mengangkatnya agar tidak berkepanjangan. Zanna membuka matanya, saat suara makian Aril terdengar.

"Bangsat kamu, Andini! Kamu sengaja jebak aku, 'kan?" Aril menghela napas dalam-dalam, dia menghembuskannya secara kasar. "Aku akan segera menceraikan Zanna."

Zanna menutup matanya kembali, dia menekan kuat hatinya yang berdenyut nyeri. Aril akan menceraikan dia demi Andini? Rasanya lebih sakit.

Usapan lembut di keningnya, membuat Zanna membuka kembali matanya. Zanna menata mata Aril yang merah, mungkin itu akibat dari percakapannya dengan Andini. Zanna tersenyum ke arah Aril, meskipun itu terasa sakit. Lebih baik seperti ini,pergi tanpa meninggalkan sesuatu.

"Aku cinta sama kamu," ucap Aril. Tapi bagi Zanna, itu ungkapan perpisahan yang mutlak.

***

Alan mengobrol dengan Zanna di kafe. Mereka masih membahas seputar bab akhir novel Zanna yang harus segera dibukukan. Berbicara dengan bahagia tanpa beban. Zanna ingin menghindari masalah hari ini, dia butuh waktu untuk menguatkan hatinya, jika nantinya dia akan berpisah dengan Aril.

"Zan, bentar deh." Alan mengusap bibir Zanna yang terdapat saus tomat dengan ibu jarinya.

Aril yang sengaja mengikutinya, mengajak maminya untuk duduk di depan Zanna. Zanna salah tingkah, dia menunduk malu. Alan mencubit pipi Zanna dengan gemasnya. Dia benar-benar jatuh cinta.

Aril geram, miliknya disentuh oleh orang lain. Aril berdiri dari duduknya, dia menarik Zanna agar menjauh dari Alan. Tapi sayangnya Zanna, memilih melepaskan dirinya dan berdiri di samping Alan. Aril benar-benar tak menyangka jika Zanna memilih Alan.

"Kenapa? Kamu milih dia? Kamu itu istri aku, Zan."

"Iya, tapi hatiku terlalu sakit untuk kamu permainkan, Mas. Aku ingin pergi."

Aril mengangguk, "pergi kamu! Jangan pernah menginjakkan kaki lagi di rumahku!" Sayangnya hati Aril juga merasakan sakit. Dia kehilangan Zanna.

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top