41 | dipelototin bini pagi-pagi
Pemenang voucher Karyakarsa chapter 40: Rfty97 3k, yul_nda 2k
41 | dipelototin bini pagi-pagi
GUSTI benar-benar nggak bersemangat bangun keesokan paginya. Masih pengen rebahan satu hari lagi, karena badannya sama sekali belum terasa membaik setelah dipakai untuk bermalas-malasan seharian kemarin. Malah, pagi ini saat bangun, dia merasa kepalanya panas dan pening. Tapi sayang, saat dia sentuh sendiri, keningnya nggak panas sama sekali, tuh. Mau chuck a sickie juga takut kualat, nanti malah jadi sakit beneran, dia sendiri yang repot.
"Kenapa, Gus?" Iis menanyainya saat Gusti keluar kamar—setelah selesai bersiap-siap—dengan muka masam.
Gusti menggeleng. Menghampiri istrinya yang sedang membongkar orderan sarapan mereka. Memeluknya dari belakang. Menoleh sekilas ke bungkusan yang sedang dibuka di tangan sang istri melewati bahunya.
Nasi uduk.
Emang sih, mereka berdua kangen banget sama makanan lokal, setelah sepuluh hari nggak ketemu.
Kemarin siang juga mereka makan ketoprak. Lalu malamnya keluar untuk dine in sate kambing pinggir jalan.
Gusti ngiler sebenarnya. Tapi dia nggak sanggup makan.
"You'll be fine." Iis mengelus-elus tangan yang melingkari pinggangnya. Menahan beban berat kepala Gusti yang bersandar di pundaknya.
"I'm not." Sang suami menyahut manja.
Iis tertawa kecil. "Emang bakal diapain sih, Gus? Di kantor juga kan ketemunya sama temen-temen kamu sendiri. Bos kamu, paling juga gitu-gitu aja. Nggak bakal ngomel kalau nggak ada pemicunya. Lagian kemarin kan kamu cuti, bukan bolos. Nggak perlu ngerasa nggak enak atau nervous berlebihan gitu, sih."
"Bukan itu." Gusti merengek. Masih tidak menyingkir dari bahu kecil sang istri. "Oh iya, Mama kamu ke sini jam berapa?" tanyanya kemudian, tiba-tiba ingat kalau mama mertuanya akan membantu Iis membongkar kado hari ini. Sekalian mengambil oleh-oleh honeymoon.
Iis melirik sekilas arlojinya—Lady Justdate hadiah dari orang tua Zane. "Paling bentar lagi. Nebeng Haikal berangkat kerja katanya."
"Oke." Gusti manggut-manggut. "Aku skip sarapan, ya."
"Why?" Iis menolehkan sedikit mukanya, cemberut. "Udah terlanjur beli dua ini. Lagian masih pagi, makan doang mah nggak bakal bikin kamu telat, Gus."
"Dibungkus lagi aja kalau gitu. Nanti siang aku makan di kantor." Gusti mencoba memberi alternatif. "Beneran aku lagi males ngapa-ngapain pagi ini. Males makan juga."
"Tumben manja banget? Sarapan ya sarapan. Makan siangnya nanti kamu keluar bareng yang lain-lain aja di kantor."
Gusti menghela napas panjang. "Aku tuh sariawan, Is. Bukannya gimana-gimana."
Iis terdiam sesaat. Mengerutkan alis. Mencoba mencerna. Dan barulah sesaat kemudian dia mulai ngakak kenceng.
"Oalaah, Gus. Jadi dari tadi kamu lesu tuh karena lagi nahan sariawan? Ya ampun. Nggak pantes, tau nggak? Badan segede gitu ngerengek-rengek, cuma karena gitu doang!"
Gusti tidak menyahut. Cemberut.
Iis melepaskan pelukannya. "Wait."
Wanita itu segera berlalu ke kamar, dan muncul tak lama kemudian dengan botol kecil di tangan.
"Mangap coba." Iis memerintah.
Gusti tampak ragu. "Apaan, tuh? Aku nggak mau ya, kalau perih. Mending biarin aja, besok juga sembuh."
"Mangap, buru. Sebelah mana sariawannya?"
Ngeri dipelototi, Gusti akhirnya mangap kayak orang bego. Mengaduh keras saat Iis menyemprotkan cairan dingin ke mulutnya. Sedetik tadi berasa kayak lagi ditabok saking kencang semprotan itu mengenai sariawannya.
"Perih?" Iis nanya.
Gusti diam sejenak. Meresapi. "Enggak."
Jawabannya itu membuat sang istri berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Nih, bawa ke kantor. Semprot aja sering-sering. Sekarang sarapan dulu."
Dan ketika berpuluh-puluh menit kemudian, setelah mereka kelar sarapan, tapi mamanya tidak kunjung muncul, Iis akhirnya buka suara. "Udah lah, kamu berangkat duluan aja. Nggak lucu telat di hari pertama."
Gusti mengangguk lesu. "Aku usahain balik on time. Mama kamu jangan bolehin pulang dulu. Nanti aku yang anter."
"Hmm." Iis menyerahkan paperbag besar, oleh-oleh untuk teman kerja suaminya.
"Duh, mau cium tapi nggak bisa." Gusti cemberut, menyesalkan sariawan di mulutnya.
Iis tertawa kecil. Akhirnya menarik lengan suaminya supaya menunduk, lalu berjinjit untuk mencium pipinya. "Good luck buat hari pertama kerjanya, Agus Sayang."
... to be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top