36 | bathrobe yang tidak diinginkan

Pemenang voucher Karyakarsa chapter sebelumnya: oohfaras yul_nda 3k, Rfty97 2,5k.




36 | bathrobe yang tidak diinginkan



DI ANTARA suara serangga yang saling bersahut-sahutan di hutan, suara angin laut, dan suara ombak yang menemani tidur nyenyak mereka semalam, Iis mendengar Gusti berbisik lembut di telinganya.

Membangunkannya.

Sudah hampir Subuh, katanya.

Iis ingat, kemarin sore sepulang jalan-jalan dari pabrik cokelat, Gusti memberitahunya kalau di sini jadwal Subuh untuk hari ini adalah jam lima lewat lima. Sedangkan matahari terbitnya jam enam dua puluh. Kemarin juga, Gusti sudah mengeset alarm salat di HP-nya sesuai dengan waktu setempat.

"Masih ngantuk banget?" Suaminya itu berbisik lagi, sementara Iis hanya menggumam pelan sebagai sahutan. Menggeliat sedikit. Tidak bisa terlalu jauh karena Gusti sedang merengkuhnya, sejak sepanjang malam tadi, karena memang angin yang berhembus membuat suhu udara mulai terasa dingin sejak memasuki dini hari.

Tidak. Mereka berdua tidak begadang sampai pagi. Hanya sampai lewat tengah malam. Karena bagaimanapun juga tubuh mereka butuh diistirahatkan setelah menempuh perjalanan yang gila-gilaan jauhnya.

Meski secara durasi, sama seperti di New York kemarin, lagi-lagi tidur mereka masih terhitung kurang, malam ini terasa lebih berkualitas—untuk ukuran orang yang sedang merasa exhausted seperti Iis—saking nyaman suasana kamar mereka.

"Take your time. We still have a few minutes buat ngumpulin nyawa."

Lagi, Iis hanya menggumam pelan.

Tak lama kemudian, dia bisa merasakan daun telinganya dicium dan dikulum, membuatnya menggelinjang karena geli.

Oke. Dia sudah bangun sekarang.

"Guuus, katanya take your time? Masih ngantuk. Jangan digodain," ujarnya manja.

Tapi Gusti tidak menyahut.

Jelas masih mengantuk juga.

Don't.

Don't ask her how last night was going because ... she is still overwhelming and doesn't even know what to say.

Yang jelas, setelah selesai melakukannya, mereka hanya sempat ngobrol sebentar sambil menatap bintang di luar, sebelum akhirnya Gusti mulai menguap dan mengajaknya segera tidur. Berpelukan. Kulit bertemu kulit, untuk pertama kali dalam hidupnya.

Last night was great. She's just ... overwhelmed. Overthought. And a little bit worried.

Lagi, Iis agak menyesal karena sebelum berangkat, tidak bertanya pada sepupu-sepupunya dulu, tentang pengalaman pertama mereka. Atau minimal membaca-baca pengalaman orang lain di Bridestory.

Sebelumnya dia tidak berpikir akan terlalu membutuhkannya.

She never thought that first sex would actually involve so many complex feelings.

Atau mungkin dianya saja yang terlalu sensitif? Atau ekspektasinya yang ketinggian?

Well, she didn't say that Gusti sucks. On the contrary, he was great. It's just ... she couldn't even spell what's wrong with her.

"Are you okay?" Seperti bisa membaca gelagatnya, Gusti lalu menanyainya setelah menyalakan lampu nakas beberapa saat kemudian. "You seem so quiet."

Iis menggeleng dan hanya menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang suami. Mencari kehangatan.

"Ada yang sakit?"

"Nope. Thanks for being gentle, Gus."

Gusti mencium puncak kepalanya. "I love you."

"I love you too."

Lalu kamar mereka kembali sunyi—selain diisi suara alam.

Iis tidak melakukan apa pun selain menghirup wangi parfum suaminya selama beberapa saat. Sementara sebagai gantinya, Gusti hanya mengelus-elus punggungnya dengan lembut.

"You know what, Gus ...." Akhirnya Iis buka suara lebih dulu dibanding membiarkan suasana jadi awkward.

"Hmm?" Gusti hanya menggumam sebagai sahutan.

Iis menjauhkan wajahnya supaya bisa berpandangan. "Masa sampai kemarin aku masih ngira kalau darah perawan itu beneran ada, bukan cuma mitos. Padahal kalau ceweknya rileks, nggak tegang, nggak mungkin berdarah, kan? Malah ternyata sakitnya cuma bentar banget doang."

Gusti tersenyum geli. "Ya wajar aja kalau kamu emang nggak pernah concern buat riset ke sana. Kenapa? Semalam kamu khawatir aku bakal mikir yang enggak-enggak hanya karena ternyata kamu nggak berdarah?"

"Ya nggak juga, sih. Bodo amat kamu nethink. Orang aku emang belum pernah."

Gusti mencubit pipi istrinya.

Last night was a great first experience for him too.

Kalau sebelumnya cuma Iis yang terang-terangan menunjukkan kegugupannya, to be honest, Gusti sebenarnya nggak yakin juga bakal sanggup memenuhi ekspektasi mereka berdua. Soalnya, berdasarkan testimoni teman-temannya, pengalaman pertama itu nggak banget. Banyak bikin malunya. Dan kata mereka, sebagian besar cewek bakal tetep bilang 'that was great', biarpun aslinya enggak. Dan dia cuma bisa berharap, semoga yang semalam mereka lakukan nggak sepayah itu, karena baginya sendiri, last night was great, sincerely.

"Where's my kimono?" Pertanyaan Iis setelahnya membuat Gusti terhenyak.

"Kan semalem kamu nggak pake kimono. Itu baju kamu ada di lantai."

"Oh."

Iis lalu bangkit duduk. Melirik pakaiannya yang teronggok di lantai, tapi terlalu jauh dan tidak terjangkau dengan tangan.

Gusti mesem saat akhirnya wanita itu pilih membungkus tubuhnya dengan yang ada saja. Merelakan selimut yang mereka kenakan ditarik lepas oleh Iis saat berjalan turun.

"Masih aja malu. Udah dilihat semuanya juga." Gusti menggodanya.

"Diem." Iis menyahut tanpa menoleh.

"Kalau nggak mau kelihatan dari sini, mandi sambil jongkok aja." Gusti belum juga diam.

Dan kali ini Iis pilih mempercepat langkah, sebelum benar-benar menghilang di hallway, lalu muncul lagi di kamar mandi setelah lampunya menyala.

Dan seperti saran Gusti tadi, tubuh mungil itu kemudian menghilang.

Iis mandi sambil jongkok.

Gusti terkekeh. Kemudian tengak-tengok sekeliling untuk mencari pakaiannya sendiri. Tapi lalu urung, dan ganti mengambil bathrobe.

"Bathrobe kamu di sini, nih. Mau aku anterin ke situ?" Gusti masih saja belum puas menggoda.

"No need. Thanks." Iis menyahut di sela-sela suara air mengalir dari shower.

Oh, God. Seru banget punya istri gemesin kayak dia.



... to be continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top