3 | mutual friend




3 | mutual friend



IIS meletakkan dua cangkir kopi ke meja ruang tamunya yang mungil di Sabtu malam, weekend berikutnya.

Cuma dua, untuk Gusti dan Zane, karena dia pribadi nggak terlalu suka ngopi dan baru mulai nyetok bahan minuman tersebut akhir-akhir ini, setelah Gusti jadi demen mendatangi tempatnya, seperti rumah sendiri.

Well, setelah menikah nanti, mereka berdua memang berencana tinggal di apartemennya. Karena lebih dekat dari Sudirman atau Senopati—lokasi kantor mereka berdua. Biar nggak riweuh tiap pagi kalau mau berangkat kerja. Jadi, nanti rumah Gusti yang di 'Ujungberung' mau disewakan saja, buat nambah-nambah memenuhi biaya hidup di kota metropolitan yang keras ini.

Iis lalu ikut duduk di sofa panjang, di antara kedua tamunya itu, tapi Gusti menggesernya mendekat ke sisi sang pria, membuat Zane yang duduk di sisi lain cuma bisa mendengus kayak kebo.

"Kalian kapan mulai pacarannya, sih? Kayaknya terakhir kali kita ketemu, lo masih kayak ABG labil, Is. Sehari kasmaran, sehari galau karena nggak dilamar-lamar. Dan Agus masih luntang-lantung, nggak ada pacar, nggak ada gebetan." Zane mulai ngoceh. Menumpahkan kekesalannya karena tahu-tahu mendapat undangan lamaran—yang sayangnya kemarin tidak bisa dia hadiri—dan sekarang undangan pernikahan, dari dua orang yang sudah dia anggap seperti saudara kandung dan tidak dia sangka-sangka malah berjodoh. "Sumpah, gue ngerasa dikhianati. Ke mana-mana biasa pergi bertiga, kirain nggak bakal ada kambing congek di antara kita."

Iis mengangkat bahu sambil minum chamomile tea-nya dengan elegan. Malas menyahut.

Sudah cukup sesi Q&A seputar itu selama beberapa minggu ini. Dia jenuh.

Tadi dia mempersilakan Zane datang hanya karena sungkan saja. Temannya itu jarang pulang ke Jakarta. Setidaknya, biarpun aslinya nggak kangen sama sekali, dia tidak boleh menunjukkannya. Kasihan. Siapa lagi teman Zane yang tersisa? Yang baik maksudnya. Kalau yang jahat sih masih banyak yang berkeliaran. Mantan yang sudah move on duluan juga masih ada.

"Kita mainnya taaruf. Bukan pacaran." Gusti yang menjawab, jemawa. Membuat Zane mendengus lagi.

"Taaruf gigi lo! Banyak jejak kececeran di sini, berarti nggak jarang lo ngapelnya sampe nginep-nginep segala. Dan karena ini one bedroom, so ...."

"Cuk, jangan sama-samain gue sama elo, ya!"

"Cak-cuk-cak-cuk. Ikut-ikutan Ahmad aja!"

Gusti sudah akan menabok Zane, tapi susah karena ada Iis di tengah.

Iis lalu melotot. "Bahas yang lain, kek. Asli, gue udah muak ditanya-tanya kenapa Agus, kenapa Agus. Suka-suka gue, lah!"

Dan muka cemberut wanita itu kemudian membuat Gusti jadi berlagak refleks mencubit pipinya. Sengaja pamer ke Zane, biar ikut muak juga—karena sebelumnya mereka nggak pernah sok mesra begini.

"Gemesin banget sih lo. Jadi pengen nyium." Gusti mesem sok ganteng—meski kenyataannya nggak ganteng sama sekali. "Tapi jangan, deh. Kita mainnya yang halal aja. Jangan kayak Zane, keseringan maksiat, jadi banyak cobaannya. Iya, kan, Sayang?"

Iis cuma geleng-geleng kepala. Sementara Zane pasang gestur mau muntah.

"Wait, Gus. Jangan bilang, barang-barang cewek yang sering gue temuin di apart gue itu punya Iis? Itu sebelum Iis pindah ke sini, kan? Pas doi masih tinggal di rumah ortunya di Lebak Bulus? Ckckck. Mentang-mentang gue kasih izin, seenaknya lo bawa-bawa cewek masuk rumah orang."

Gantian Gusti yang melotot. Sementara Iis lempeng-lempeng saja.

"Anjir, lah. Mana ada gue bawa cewek ke tempat lo! Selama lima tahun nggak lo tempati, cewek yang pernah masuk selain nyokap lo ya cuma mbak-mbak cleaning services doang!" Gusti menoleh ke Iis dengan panik. "Lo nggak mungkin percaya sama ocehan onta satu ini, kan, Is? Seumur hidup, cewek yang gue deketin cuma elo doang. Itu pun langsung gue ajak nikah. Nggak kayak temen kampret lo ini, bilangnya cinta-cinta, pacaran lama, cuma modal ngasih debit card, langsung berani bawa pulang anak orang!"

Iis menghela napas panjang. Capek.

"Kalian berdua kalau masih kangen ribut, kelarin dulu, dah. Gue bobo duluan. I think I'm too old to get involved in this fight with you guys."



... to be continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top