19 | shopaholic
Cek pesan: ripgianti, thmyra008, aishaNurull masing-masing dapet voucher 2,5k.
19 | shopaholic?
KARENA sama-sama nggak bisa diam dan gampang bosan, akhirnya alih-alih bermalas-malasan nonton drakor—yang jelas jadi pilihan terakhir Gusti untuk melewati hari Minggunya, biarpun nontonnya berduaan dengan calon istri tercinta—akhirnya sepasang bride and groom to be itu pilih mulai memboyong barang-barang dari rumah Gusti ke apartemen Iis.
Yang dimaksud barang-barang sebenarnya hanya isi lemari dan isi meja kerjanya, karena rumah Gusti yang jarang ditempati itu hampir kosong melompong. Tapiii ... bahkan Bentayga Zane yang luas itu, jok tengah dan bagasinya mendadak penuh dengan kardus-kardus begitu semuanya telah dimasukkan ke sana. Well, belum semuanya, malah.
"Anak gue udah kayak mobil pick up aja, lo pakai buat pindahan gitu. Well ... nggak apa-apa, sih. Emang kayaknya udah jadi takdir gue buat didzolimi sama kalian berdua. Seolah nggak cukup kejam setelah menusuk gue dari belakang dengan pacaran diam-diam."
Zane dangdut banget sewaktu Iis menelepon untuk minta izin menggunakan mobilnya. Yeah, sebenarnya sehari-hari kendaraan itu sudah dipakai Gusti—kecuali waktu Zane pulang kampung. Tapi berhubung kali ini bukan dipakai untuk berkendara 'normal', Iis rada sungkan juga kalau nggak permisi dulu. Secara, mau dilihat bagaimana pun juga, agak kurang etis memenuhi mobil seharga empat kali lipat harga unit apartemen Iis itu dengan kardus-kardus begini. Kayak nggak tahu diri.
"Dah, lah. Segini aja dulu. Sisanya dibawa kapan-kapan. Udah di-packing ini, tinggal jalan aja kalau udah sempet." Gusti berujar setelah memasukkan kardus terakhir, dan Iis berdoa dengan kusyuk semoga interior itu mobil nggak kenapa-napa.
Di unit Iis, keduanya lanjut banting tulang unpack sekaligus memasukkan pakaian-pakaian itu ke wardrobe Iis.
Baru setengah jalan, sang tuan rumah sudah tepar duluan. Merebahkan diri di kasurnya sambil mengatur napas.
"Pantes ya, Gus. Tiap kali jalan sama lo—kecuali berangkatnya dari sini—nggak pernah gue lihat lo pakai sepatu atau baju yang sama. Ternyata lo melihara walk in closet di rumah. Udah kayak fashion influencer aja."
Gusti duduk di sisinya, di lantai. Memandang hampa ke arah tumpukan kardus yang sudah tidak memungkinkan untuk dibongkar itu, karena ternyata sudah nggak ada space lagi.
Kemarin-kemarin, dia memang nggak terlalu memperhatikan kalau ternyata lemari di kamar Iis nggak terlalu besar. Bahkan, Iis nggak punya tempat penyimpanan lain selain lemari satu-satunya itu.
Mentok-mentok Gusti harus menyulap service room di sebelah dapur untuk dijadikan tempat wardrobe juga, dan jelas baru bisa terealisasi di bulan-bulan ke depan, setelah kelar urusan resepsi dan honeymoon.
"Gue yang cewek aja nggak segitunya." Iis masih lanjut menggerutu.
Gusti menghela napas pelan. "Ya kan kerjaan gue mengharuskan ketemu banyak klien, Is. Gue juga perlu terlihat presentable, dong."
"Gue juga ketemu banyak klien." Iis jelas nggak terima dibanding-bandingkan. "Kalau lo ketemu bapak-bapak dan ibu-ibu milyader yang butuh diurus duitnya, gue ketemu mbak-mbak dan mas-mas sosialita yang mau bikin acara resepsi aja minta menu caviar."
"Ya kan elo bos. Nggak ada yang berani memicingkan mata dan nyindir-nyindir sakit mata kalau ngelihat lo pakai warna biru lagi, biru lagi."
Iis bangkit duduk. Memandang Gusti yang juga sedang memandangnya.
Karena Iis duduknya di kasur, jadilah posisinya untuk pertama kali jadi jauh lebih tinggi dibanding Gusti—membuatnya agak-agak merasa lebih percaya diri kalau mau lanjut ribut.
"Gue nggak salah lho, Gus. Kok jadi diomelin, sih?" Wanita itu mencebikkan bibir. Ngeselin, tapi bikin Gusti malah jadi pengen memangku dan menciuminya lagi, kayak bayi.
"Terus salah gue juga di mana? Waktu itu gue ngerasa butuh, dan kebetulan punya alokasi dana buat belinya." Gusti akhirnya menarik cewek itu supaya mendekat ke pinggir kasur, menurunkan kedua kakinya ke lantai, supaya dia bisa memeluk pinggangnya. "Waktu itu gue masih single lho, Is. Bisa-bisanya lo bikin gue ngerasa bersalah gara-gara belanja pake duit sendiri? Sementara waktu itu lo kepikiran nikahin gue juga kagak."
Iis membuang napas dan mengalihkan pandangan. "Kok jadi panjang, sih!"
"Ya elo duluan yang ngungkit-ungkit."
"Ya terus ini gimana barang-barang lo? Mau dikemanain?"
Gusti melepas pelukannya. Mendongakkan wajah. Mesem. "Nggak usah sambil emosi kali, ngomongnya. Nggak semua kerjaan harus beres sekali jalan, kan? Biarlah dulu dipinggirin gini. Nanti kalo udah ada waktu, coba dibikinin walk in closet."
"Agus, Aguuus .... Nggak nyangka gue, ternyata lo lebih shopaholic daripada gue."
"Ah, itu kan karena kebetulan waktu itu gue belum punya cewek yang bisa morotin. Sekarang boro-boro sempet belanja buat diri sendiri. Saking bucinnya, tabungan bertahun-tahun juga gue ikhlasin buat resepsi, asal dia bahagia."
Muka Iis langsung ilang kayak ingus kesedot.
... to be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top