5

Mikha kembali jatuh. Dari perhitungan Selena, ini sudah ketiga kalinya lelaki itu tiba-tiba hilang keseimbangan dan berlutut tanpa sebab. Mungkin sudah saatnya ia berbaik hati pada diri sendiri dan mengakhiri sesi latihan, mengingat sudah hampir tengah malam dan satu per satu peserta mulai kembali ke dorm. Practice room kini hanya tersisa tiga unit, termasuk unit Mikha dan Selena, tetapi hanya Mikha yang terus mencoba kokoh di depan kaca, mengulang setiap footwork yang masih saja dikritik mentor setelah enam hari berjalan. Meski tubuhnya terlihat gemetaran dan napas juga terengah-engah, ia tetap belum berhenti.

"Kira-kira dia ngejar apa, ya, Kak?"

Selena duduk bersandar pada dinding dan meluruskan kakinya. "Gue rasa semua peserta di sini punya goals yang sama, Ra, termasuk lo dan gue."

Aurora mengerutkan kening. "Tapi kita nggak segitunya, tuh."

"Bisa aja kalau mau. Pertanyaannya, lo mau, nggak?"

"Hehe, nggak, sih."

Selena refleks mengacak rambut Aurora lalu mengajaknya kembali ke dorm. Sebelumnya ia sempat berteriak pada Theo dan Damian, memperingatkan mereka untuk cepat beristirahat dan stop memforsir diri agar D-Day penentuan center signal song bisa maksimal. Seolah ikut disinggung, Mikha juga melirik ke arah Selena yang ia rasa memang menatapnya sejak tadi. Namun, ia bodo amat dengan perhatian itu dan kembali memutar lagu With Us sampai mencapai limit tubuhnya.

Saat hari yang dinanti tiba, seluruh peserta duduk per unit di depan panggung main theater, tepat di belakang tim K-pro dan dimulai dari empat center utama dan para wanted. Setelah mendengar seruan sutradara, dua MC masuk dari samping kiri-kanan dan seketika tepuk tangan meriah menyambut mereka—sesuai arahan floor director. MC Iqbal pun lekas melakukan opening dan menjelaskan teknis yang perlu diperhatikan.

"Seleksi dilakukan secara terbuka—di depan peserta lain juga—dan dimulai dari unwanted, wanted, kemudian center utama. Penilaian masing-masing tim K-Pro berupa poin yang akan diakumulasikan di akhir."

Selena menelan ludah. Nyatanya mendapat giliran paling akhir tak selamanya menyenangkan. Malah yang ada ia deg-degan tak berujung karena harus terus-terusan melihat potensi lawan. Namun, ia beralih memanfaatkan hal itu untuk mencari celah kesalahan dan menjadikannya pelajaran agar nanti tak bernasib sama. Selena juga mengikuti gerakan mereka tipis-tipis, mengingat-ingat koreografi With Us dalam pikiran dan turut bergumam.

Sampai giliran Mikha, Selena sontak bergeming. Fokusnya tersita begitu saja. Saat ia mencoba melihat sekitar, peserta lain pun juga sama. Mereka kompak terhipnotis gerakan Mikha yang jauh lebih smooth dan detail dari kemarin.

"We are what we like. Bersama menuju happiness. Mimpi yang nyata tidaklah tiada."

Pada bagian pre-chorus, suara Mikha terdengar agak crack, tetapi setelah itu ia bisa mencapai note di luar range-nya dengan baik. Ia tidak terlihat panik sedikit pun dari kesalahan sebelumnya. Ekspresinya juga tetap on point, bahkan ia sempat menebar kedipan mata yang menyihir beberapa mentor, khususnya Narasya dan Triona. And maybe, including Selena.

"Terima kasih, Mikha," ucap MC Zee setelah lelaki berambut medium cut itu menyelesaikan penampilannya. "Gimana, nih, pendapat kakak-kakak mentor?"

Triona mengambil alih mic lebih dulu. "Saya rasa Mikha ini tipe trainee yang slow learner. Tapi kalau udah bener-bener bisa kontrol, fokus, dan maksimal, ya bagus hasilnya."

"Saya harap ini bukan performa terbaik yang bisa kamu usahakan, ya," tambah Egi. "Teknik bernyanyimu udah cukup oke, tinggal diasah lagi."

"Good job, Mik. Seenggaknya kamu bisa 'sedikit' mengubah persepsi saya saat pengenalan unit kemarin." Narasya menyatukan ibu jari dan telunjuknya seraya tersenyum.

"Terima kasih, Kak."

Kemudian Mikha undur diri, digantikan peserta lain yang sudah stand by di backstage. Rata-rata komentar yang diberikan mentor tidak jauh dari kestabilan vokal dan tempo koreografi karena memang dua hal itulah yang paling tricky, Selena akui itu. Saat latihan terakhir kali dengan bantuan in-ear monitor sekalipun, ia tetap kesulitan mengenali setiap ketukannya.

"Oke, peserta selanjutnya!"

Sekarang giliran Selena. Ia menarik napas dalam-dalam lalu berdeham beberapa kali, melakukan vocal check sebelum naik ke panggung. It's showtime. Ia segera menuju tengah dan melakukan pose intro, memberi aba-aba pada sounds crew bahwa ia sudah siap. Kemudian saat musik mulai berjalan, Selena mengatur facial expression-nya sesuai mood lagu dan makna lirik.

"Apa yang sebenarnya kita cari? Tak bisakah mimpi datang sendiri? I'm hurting, I'm broken, I'm so desperate. Tak apa jatuh, 'ku 'kan meraihmu."

Tak hanya menyanyikan part-nya sendiri, Selena juga menyanyikan part milik laki-laki, tanpa tumpang tindih dan dengan pengaturan napas yang baik. Ia tidak terdengar terengah-engah, meski telah melahap semua bagian yang ada dalam lagu dari awal sampai akhir. Seluruh mentor kompak memujinya dan merasa tidak ada yang perlu dikomentari.

"Kita udah nemu final center-nya nggak, sih, Kak?" ucap Egi bercanda.

Narasya sontak tertawa. "Nggak kaleng-kaleng emang. So far Selena nggak pernah mengecewakan. Go girl! You rock!"

"Thanks, Kak." Selena berusaha mengontrol senyumnya, walau dalam hati ia ingin menjerit sekeras mungkin.

Kini tersisa dua peserta lagi. Setelahnya mereka break dua puluh menit karena tim K-Pro dan kru acara perlu mendiskusikan pemilihan center. Peserta pun berkumpul dengan unit masing-masing, menunggu seraya membicarakan kesan mereka atas penampilan tadi.

Selena tak banyak berkomentar, hanya memuji usaha teman satu timnya yang sudah bekerja keras. "Siapa pun yang dapet, they deserve it. Kalau waktu kalian bukan sekarang, mungkin setelah ini. Just wait." Begitu yang ia ucapkan untuk menenangkan Aurora yang sempat salah lirik dan lupa koreografi.

Sementara itu, Mikha terlihat khawatir dengan hasil yang belum juga muncul. Ia tidak memiliki rencana lain, jika saja gagal menjadi center unwanted kali ini. Banyak peserta unwanted yang juga berpotensi, bahkan ada yang digadang bisa naik tingkat di misi berikutnya nanti—sebuah pujian tertinggi yang secara tak langsung menyatakan mereka pantas menjadi wanted.

"Para peserta Mix and Max bisa kembali ke tempat masing-masing, ya." Asisten sutradara berteriak dan melambaikan tangan agar yang dipanggil segera berkumpul.

MC Iqbal membawa cue card baru berisi nama-nama yang berhasil mendapat kesempatan emas dalam perilisan lagu With Us. "Sesuai perolehan poin peserta dan kesepakatan tim K-Pro, center unwanted adalah Lucia dan ... Mikha."

Selena bertepuk tangan dengan ekspresi datar. Ia menatap ke arah dua peserta yang kini tengah berdiri dan mendapat sorotan kamera itu.

"Lalu untuk center wanted adalah ... Theo dan Karin."

Berbeda seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya, Selena tampak semringah dan menyoraki Theo sekuat tenaga. Ia bahkan bersiul saat lelaki itu menyampaikan speech-nya.

"Terakhir, final center yang mendapat keuntungan menutup performance With Us adalah ... tak lain dan tak bukan, Selena."

Yes! Gadis yang mengurai setengah rambutnya itu seketika mengentak-entak lantai, menyalurkan emosinya yang campur aduk. Ia senang, sekaligus terharu. Ia tersenyum, tetapi juga berkaca-kaca.

"Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. I'll do the best I can. 감사합니다." Hanya itu yang keluar dari mulutnya, berbeda jauh dengan apa yang sudah ia siapkan. Padahal, di otak masih banyak yang ingin diungkapkan. Namun, tak apa, yang penting sekarang pundak dan dadanya terasa lebih ringan.

Tepat sebelum makan siang, seleksi hari ini pun usai. Seluruh peserta dipersilakan beristirahat di dorm selagi kru selesai menyiapkan panggung sementara untuk latihan gabungan wanted dan unwanted. Namun, khusus center ada briefing tersendiri dari mentor sebelum mereka memimpin penampilan peserta lain. Kedelapan orang itu—empat center utama, dua center wanted, dan dua center unwanted—kini menunggu bersama kedua MC. Hening. Tidak ada yang mau memulai percakapan lebih dulu.

"Oke, udah lengkap, ya?" Akhirnya Narasya memecah kecanggungan di antara mereka. "Ayo, ke atas."

Narasya dan tim langsung meminta maaf pada kru yang masih bersih-bersih area karena mereka harus mempersingkat waktu. Ia lantas mengenalkan panggung yang belum sepenuhnya jadi itu pada para center. Ada dua setengah tingkat yang akan mereka kuasai—di awal hanya dua dan menuju dance break ada tambahan tingkat yang bergerak ke atas, spesial untuk keempat center utama. Ia lalu mengarahkan Selena ke barisan paling depan, disusul ketiga center utama lain di kiri kanan. Kemudian center wanted membelakangi mereka di sisi yang berlawanan—panggung melingkar. Terakhir, center unwanted berada tepat di bawah Selena.

"Oke, sekarang coba blocking part chorus, ya. Tolong musiknya!"

Kedelapan center segera mengiakan. Mereka langsung stand by dan menarikan bagian yang diinginkan mentor. Namun, karena masih asing dengan model panggung dan keterbatasan ruang gerak—bingung dengan pola lantainya juga—tak sedikit dari mereka yang pecah fokus. Bahkan, Angeline tak sengaja menginjak kaki Selena dan membuat gadis itu oleng.

"Aw!"

"Sorry, Len, sorry."

"No, it's okay."

Selena tersenyum paksa, tak ingin memperpanjang masalah. Sayangnya, Angeline lagi-lagi mengulangi kesalahan. Ia tak sengaja menyenggol lengan Selena hingga gadis itu terdorong ke depan. Merasa memijak angin, Selena limbung dan jatuh ke bawah. Ia pasrah dan tak sempat berpikir apa-apa. Seketika jeritan di sana-sini pun terdengar.

Namun, anehnya Selena tak merasakan sakit sama sekali. Ia terus meraba tubuh yang dirasa masih utuh. She's totally fine. Ia pun lekas membuka mata dan menghela napas lega saat menyadari ada yang mau repot-repot menangkapnya. Eh? Ia langsung memastikan sosok yang perlahan menurunkannya dari gendongan. Dan itu adalah ... tetangga kamarnya sendiri.


Terima kasih (bahasa Korea)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top