17
Aku terbangun tanpa Miguel di sisiku. Astaga, kemana dia? Dengan cepat aku turun dari tempat tidur. Mencari sosok Miguel.
"Miguel!" seruku memanggil, membuka pintu kamar mandi. Tapi tidak ada.
Aku bergegas menuju ke ruang tengah, dapur bahkan ke depan, membuka pintu flatku. Aku tidak menemukan sosoknya. Tidak ada pesan. Dan dia tidak membawa ponsel yang kuberikan untuknya.
"Miguel!" seruku mulai merasakan kepanikan.
Tidak biasanya dia menghilang seperti ini. Aku bahkan menanyai security yang bertugas. Mereka melihat tapi satu jam yang lalu. Bahuku merosot. Aku seperti kehilangan napas.
Aku ingin menganggap ini hanya mimpi. Tapi aku merasakan kesadaran penuh pada diriku. Jariku gemetar memegang ponselku. Satu-satunya yang bisa kuhubungi hanya Ashley.
"Kau di mana? Datang ke flatku sekarang! Miguel menghilang!" ucapku cepat tanpa menunggu sapaan dari Ashley. Sekilas aku mendengar dia berkata Ya dengan nada terkejutnya.
Aku membuang napas gusar untuk kesekian kalinya. Di dalam hatiku, merapal doa untuknya. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Karena aku merasa sebelumnya sangat baik, tidak ada masalah. Entah alasan apa yang membuatnya menghilang. Untuk pertama kalinya.
Bahkan setengah jam sudah berlalu. Aku memutuskan untuk ijin dari kantor. Rasanya aku ingin memarahi siapapun.
"Apa sudah ada kabar?" Kulihat Ashley berlari menghampiriku.
Aku hanya menggeleng. Membiarkan tubuhku dia dekap. Aku mendengar dia berkata mencoba menenangkanku. Tapi apa yang bisa membuatku tenang? Entah aku tidak bisa mengendalikan diriku. Reaksi dari diriku atas menghilangnya seorang Miguel. Aku seperti seorang wanita yang ditinggal kabur oleh suaminya. Bahkan tanpa kusadari aku sudah menangis di pelukan Ashley.
Aku ingin berkata ini sungguh memalukan. Tapi sekali lagi aku tidak bisa menahan ini. Semuanya mengalir begitu saja. Perasaanku, kekhawatiranku.
"Apa aku perlu meminta bantuan Kendrick? Kita menunggu di dalam. Biar Kendrick yang mencarinya," ujar Ashley.
"Tidak. Aku akan mencarinya sendiri," sahutku lirih.
"Kau ada masalah sebelumnya?"
Aku suka menggeleng. Memang benar tidak ada. Sekalipun dia bertemu dengan Brittany. Tapi itu tidak membuat keadaan kami menjadi buruk. Bahkan sangat baik.
"Hei, ada apa?"
Suara itu? Dengan sigap aku menoleh. Dia terlihat habis turun dari sebuah taksi dengan dibantu sopir taksi itu. Mendorong kursi rodanya menghampiriku.
"Kau? Kemana saja?" tanyaku bergetar.
Aku berlutut menyambut kedatangannya. Memeluknya erat dengan napas tersengal-sengal menahan tangis. Antara kelegaan, panik dan kesal bercampur menjadi satu.
"Apa kau mencariku?" tanyanya membalas pelukanku.
"Kau pikir? Apa yang bisa kupikirkan ketika aku bangun dan kau tidak ada di manapun?"
"Kesalahanku. Aku terburu-buru dan lupa bilang. Aku mengikuti saran dokter untuk ikut treatmeant. Setidaknya untuk kesehatanku sekalipun aku benar tidak bisa jalan lagi," jawabnya menjelaskan.
Kalimat terakhirnya membuatku tidak bisa lagi menahan tangisku. Aku melepaskan pelukanku padanya. Tanganku merangkum wajahnya dengan gemetar. Mengecupi pipinya.
"Kau hanya perlu tahu, aku mencemaskanmu. Jika sesuatu terjadi padamu, aku tidak bisa untuk tidak menyalahkan diriku. Kau mengerti?" bisikku bergetar.
"Kau manis sekali. Terima kasih," sahutnya tersenyum menatapku.
"Okay, kita kembali," ujarku setelah menghela napasku.
"Tuhan, kalian manis sekali," celetuk Ashley dengan suara bergetar.
Oh, aku tertawa sumbang. Dia menyadarkanku akan keberadaannya. Aku berdiri dan menatap dirinya. Sedikit malu. Tapi bagiku yang terpenting Miguel baik-baik saja. Mungkin aku yang berlebihan.
"Kau mau sarapan dengan kami?" tanyaku mengedipkan mata.
"Tidak. Pagi ini milikmu, Amme. Aku akan segera pulang. Aku tahu telah terjadi sesuatu dengan kalian. Dan aku rasa itu hal baik. Amme,"
Aku mengernyit. Menatap dirinya penuh tanya ketika dia memanggil namaku.
"Aku bahagia melihatmu sekarang," ucapnya berkedip lalu melambaikan tangannya, meninggalkanku.
Ada apa dengannya? Aku menoleh pada Miguel. Pria itu hanya mengedikkan bahunya.
"Ada apa dengannya?" tanyaku.
"Tidak tahu," jawab Miguel akhirnya.
Aku menggelengkan kepala. Lalu kembali beralih pada pria itu. Aku tersenyum sendiri. Menyadari ada sisa keringat di tubuhnya. Tanganku mengusap bahunya singkat sebelum mendorong kursi rodanya.
Masih tidak mengerti bagaimana dia bisa membuatku sepanik ini. Merasakan ketakutan akan kehilangan. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sudah kubilang dahulu aku adalah wanita egois juga keras kepala. Di pikiranku hanya bekerja, uang dan belanja. Mungkin itu yang menjadikan Treyvor berlari pada perempuan lain.
Tapi sekarang, kehadiran Miguel mampu mengubah segala kehidupanku tanpa kusadari. Aku jadi lebih peduli. Aku tahu bagaimana menggunakan hati. Semuanya terjadi dengan sendirinya.
"Kau belum bersiap berangkat bekerja?" tanya Miguel ketika keluar dari Lift untuk menuju flatku.
"Tidak," jawabku menarik napas.
"Kamu tidak bekerja?"
"Ya. Aku ijin bekerja hari ini. Kita akan melakukan apa?" tanyaku. Aku membiarkan dia menekan sederet angka password.
"Seriously?" tanyanya menoleh padaku.
"Ya. Kau membuatku panik pagi-pagi," ucapku sambil kembali menutup pintu.
Dia sudah meluncur ke dalam. Aku bergegas menyusulnya. Membukakan pintu kamar mandi untuknya. Aku sudah merenovasi beberapa bagian kamar mandi untuk memudahkan geraknya.
"Aku lupa kalau hari ini ada janji bertemu dokter untuk ikut treatment. Jadi aku terburu-buru. Tidak sampai berpikir kalau kau akan bingung mencariku," ujarnya.
"Baiklah. Lupakan. Aku akan membuatkan sarapan untukmu," sahutku.
"No! Itu jatahku!" serunya tidak terima.
"Ya. Aku akan menyiapkan pakaian untukmu kalau begitu," jawabku mengalah.
Tidak terdengar lagi sahutan darinya. Aku tertawa sendiri. Dia meminta bagian spesial. Dapur. Dia menyukai memasak. Maka dia meminta untuk menyiapkan makanan setiap hari. Baik itu sarapan atau makan malam saat aku pulang.
Tidak masalah. Aku hanya perlu memastikan jika semuanya tidak membahayakan baginya. Termasuk kompor yang kurendahkan sedikit untuk memudahkan dirinya.
Itu sudah kesepakatan. Aku sudah berjanji akan memberikan ruang bebas untuknya. Agar dia tidak bosan menjalani hari-hari di dalam rumah. Aku juga menyewa jasa maid untuk bersih-bersih rumah setiap dua hari sekali. Kupikir itu akan sedikit menghibur dirinya. Berkomunikasi dengan orang lain.
Aku bergegas mengambil satu stel pakaian untuknya. Lalu beranjak menyingkap tirai jendela dan membuka pintu balkon. Tidak berapa lama dia keluar dari kamar mandi. Sementara aku sibuk memungut beberapa buku yang berserakan bekas semalam.
"Apa yang kau inginkan pagi ini, Noona Amme?" tanyanya seraya mengenakan kaosnya.
Aku menegakkan tubuhku dengan buku di tanganku. Menatap dirinya dengan senyum simpul.
"Apapun itu yang spesial," jawabku antusias.
"Baiklah. Akan segera siap dalam 30 menit ke depan," sahutnya lalu meluncur.
"Apa yang bisa kubantu?" tanyaku berseru.
"Mandi. Agar kau terlihat lebih segar!" serunya menyahutiku.
Aku terkekeh, menggelengkan kepala. Benar, kehadirannya membuat suasana kamarku jauh lebih hidup. Aku memiliki banyak aktivitas saat ini. Mulai dari merapikan kamar, mengganti parfum ruangan secara berkala.
Juga harum aroma masakan dari dapur. Semuanya terlihat lebih riuh. Aku sangat menyukai ini.
"Apapun itu, Miguel. Kau akan tetap di sini. Aku yang akan mempertahankanmu," lirihku.
Tidak peduli jika dulu dia dan Brittany pernah bersama. Tidak penting dengan masa lalunya. Aku juga tidak tertarik untuk tahu. Yang pasti, aku berterima kasih untuk kecelakaan itu yang membawa Miguel ke dalam kehidupanku.
Meski pada awalnya aku sedikit ragu dan terpaksa. Entah ini apa namanya.
Aku melangkah menuju ke balkon. Membiarkan sinar matahari pagi menyentuh kulitku. Sedikit hangat. Aku menarik napas dalam-dalam. Mataku perlahan terbuka, sebuah pagi yang sempurna.
Ah, tidak sempurna! Ketika aku melihat di bawah sana seseorang berdiri menengadah mencari sesuatu. Lalu tatapannya bertemu denganku. Aku melangkah mundur tergagap. Dia tahu. Mungkin mencari tahu keberadaan Miguelgra. Dengan cepat aku menutup kembali pintu balkon bahkan juga tirai. Menelpon petugas, memberikan pesan untuk tidak pernah memberikan informasi ataupun akses baginya.
Tidak akan kuijinkan dia membuat Miguel kembali pada masa lalunya. Terlebih pada sosoknya. Biarkan dia menjadi Miguel yang manis seperti sekarang.
"Amme," suara Miguel membuatku hampir terjerembab.
"Ya?" jawabku cepat, menghampirinya yang sedang membawa satu nampan sarapan di pangkuannya.
"Kenapa kau tidak memanggilku?" tanyaku mengambil nampan darinya.
"Sarapan di Balkon akan lebih nikmat," jawabnya tersenyum.
Dia mengedarkan tatapannya. Lalu kembali menatapku, mengernyit.
"Kau belum membuka gordyn? Astaga, sinar matahari pagi itu baik untuk kesehatan. Jangan malas untuk membuka kamar," katanya segera meluncur ingin membuka tirai.
"Uhm! Aku sudah membukanya beberapa saat lalu. Jadi kurasa sudah cukup."
"Bagaimana bisa...,"
"Aku bisa. Jadi, ayo kita sarapan," sahutku meletakkan nampan di tempat tidur. Lalu menghampirinya, memaksanya untuk berpindah ke tempat tidur.
Sejujurnya, aku hanya tidak ingin dia melihat wanita itu. Dan kuharap wanita itu sudah meninggalkan halaman apartemen.
"Kau aneh pagi ini," katanya.
"Ya. Aku aneh. Tidak tahu kenapa aku bisa mencemaskanmu. Baiklah, pastikan itu tidak akan terjadi lagi."
"Tapi aku suka kau mencemaskanku. Setidaknya aku merasa memiliki seseorang. Aku tidak hidup sendirian."
"Hei, kau memilikiku. Jangan lupakan itu!"
"Aku tahu. Kau satu-satunya," jawabnya menyeringai.
Entah, kalimatnya membuatku tertegun sesaat. Menyadari rasa panas menjalar di bawah kulitku.
***
Tbc
Pendek aja. Ngga pa pa kan ya😂😂
02 mei 2018
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top