8. Puisi untuk Sonia
Minggu malam, Sonia duduk manis di depan televisi sambil menunggu Caitlyn tampil. Ponsel tergeletak di sampingnya. Ia menatap bosan pada penyanyi dangdut yang sekarang sedang membawakan lagu ketiga. Andai Caitlyn tidak termasuk salah satu bintang tamu, Sonia tidak bakalan menonton siaran konser musik begini. Sudah panjang, banyak iklan, lawakan pembawa acaranya seringkali garing!
"Caitlyn belum muncul, Son?" Bu Rosita lewat. Sonia menggeleng. Wanita paruh baya itu mengangkat bahu, lalu duduk di sofa sebelah kiri Sonia dan langsung membuka Facebook. Akhir-akhir ini, Bu Rosita mengikuti beberapa grup resep masakan. Suami dan anaknya pun harus rela jadi kelinci percobaan masakan Bu Rosita, yang konon resepnya langsung dari dapur Chef Renata. Beberapa sih enak, sisanya? Pokoknya, yang penting tidak bikin orang keracunan!
"Belum, Ma." Sonia menghela napas panjang. Jemarinya memainkan tombol remote televisi. Ia gelisah memikirkan bahwa besok ia harus bertemu dengan Sky lagi. Sejak peristiwa di hari Jumat, ia belum menghubungi Sky lagi. Cowok itu juga tidak mengatakan apa-apa padanya. Apakah Sky marah? Meski tahu ia tidak sengaja mengintip buku puisi Sky, tetap saja Sonia merasa bersalah.
"Kenapa, Son? Hari Minggu kok malah ngelamun?" tanya Bu Rosita lembut. Sonia menggeleng, lalu memeluk bantal kursi erat-erat.
"Nggak kenapa-napa, Ma. Besok Senin, dan kayaknya Jumat lalu Sonia barusan bikin salah sama salah satu teman Sonia," jawab gadis itu lirih. "Sonia nggak sengaja, tapi kayaknya cowok itu marah sama Sonia. Kalau sampai dia masih marah besok, terus Sonia harus ngapain?"
"Sonia, Sonia. Sini, duduk dekat Mama," Bu Rosita menepuk sofa di sampingnya. Sonia bergeser. Perlahan, wanita itu membelai rambut sang putri.
"Nggak apa-apa, Sonia. Namanya manusia memang nggak ada yang sempurna. Kamu sudah minta maaf, kan? Kalau sudah, dan dia masih nggak terima, minta maaf lagi besok. Jangan terlalu sedih, Sonia. Dia pasti tahu kalau kamu nggak sengaja. Kalau emosi cowok itu sudah reda, pasti dia ngerti, kok."
"Habisnya Sonia takut, Ma. Waktu itu, Sonia nggak sengaja ngebaca buku puisinya. Cuma sehalaman, memang, tapi sikapnya langsung berubah." Sonia bertopang dagu, lesu. Lagu dangdut itu akhirnya selesai, tetapi langsung ada jeda iklan hampir lima belas menit lamanya. Sonia melirik jam dinding. Sudah lewat setengah sepuluh. Acara ini disiarkan secara langsung, yang berarti Caitlyn sekarang masih menunggu di studio.
"Duh, anak Mama sudah besar sekarang. Sudah punya rasa tanggung jawab. Mama bangga kamu berani mengakui kesalahan, tapi Mama berharap kamu nggak terlalu larut dalam rasa bersalah. Masa SMA itu masa-masa paling indah, Sonia. Tuh, lihat, acaranya sudah mulai lagi. Caitlyn sudah di panggung. Nonton dulu, yuk, terus tidur, biar kamu besok segar di sekolah."
Sonia mengangguk. Diam-diam, ia mengakui kalau kata-kata mamanya ada benarnya. Di panggung, Caitlyn tampak anggun mengenakan setelan jas hitam pas badan dan topi tinggi khas pesulap berlapis kain satin. Malam itu, sang gadis menampilkan sulap interaktif. Ia mengajak para bintang tamu memilih gambar-gambar yang mereka sukai, dan membuat mereka tercengang saat ia selalu berhasil menebak gambar yang mereka pilih dengan benar. Terakhir, Caitlyn meminta sang pembawa acara menggambar di atas sebuah kartu. Begitu Caitlyn menunjukkan bahwa sebuah kanvas yang sejak tadi terpajang di atas panggung ternyata memiliki gambar yang sama persis dengan apa yang dicoretkan pembawa acara itu, seketika tepuk tangan pecah di ruang studio.
"Wah, Caitlyn makin lama makin keren aja," gumam Sonia. Makin lama, Caitlyn agaknya makin jauh dari dirinya. Makin tenar, makin sibuk, dan makin susah dihubungi. Ia kasihan kalau Caitlyn sampai harus mengorbankan waktu istirahat untuk mendengar curhatnya, tetapi mau bagaimana lagi? Tidak mudah baginya untuk membuka diri pada orang lain, apalagi untuk soal serumit asmara.
Malam itu, akun @shadesoflife kembali mengunggah sebuah puisi. Kali ini tanpa disertai gambar. Begitu membacanya, mata Sonia langsung berkaca-kaca. Ia mengerti, puisi itu ditujukan untuknya.
Di ruang itu aku berjumpa dengannya.
Dara ceria nan sederhana, yang buatku ingin lebih mengenalnya.
Namun maaf, aku tak bisa bicara.
Ada hal-hal yang lebih baik tetap sembunyi saja.
Kuharap ia mengerti, sikapku bukan salahnya.
Maaf pendek, deadline mengejarr 😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top