6. Sosok di Balik Akun
Besoknya, Sonia mulai memeriksa unggahan-unggahan lama Shadesoflife. Kali ini ia tidak berani bercerita pada sahabat-sahabatnya, takut jangan-jangan dugaannya salah lagi. Sampai unggahan tiga bulan ke belakang, Sonia tidak menemukan foto yang familier. Namun, begitu ia mencapai unggahan dari enam bulan lalu, muncul foto-foto yang berbeda. Lebih sederhana, apa adanya, dan sedikit menampakkan kehidupan pribadi sang pemilik akun.
"Sepatu Nike hitam. Cowok-cowok di sekolah ini banyak yang pakai." Sonia menambahkan benda yang ia kenali pada daftar dalam buku notesnya. "Selanjutnya, pensil mekanik Faber Castell warna putih. Sky punya, tapi Caitlyn juga punya satu. Di kelas lain pasti juga ada yang pakai. Nah, terus, apa lagi, ya?"
"Woi! Serius amat!" Tiba-tiba Anne muncul di belakang Sonia. Gadis itu terperanjat, lalu buru-buru mendekap bukunya.
"Aduh, Anne, jangan muncul dadakan gitu, dong!" seru Sonia malu. Dengan canggung ia membuka buku matematika lalu pura-pura membaca, meski halaman yang ia buka cuma berisi contoh-contoh soal belaka. Anne menarik kursi dan duduk di samping gadis berambut ekor kuda itu, sorot matanya jenaka.
"Habisnya, kamu serius banget, sih. Sebentar-sebentar lihat HP, terus bikin daftar di dalam notes. Lagi nulis apaan, sih? Daftar utang?" Tanpa dikomando, cewek berwajah bulat itu langsung menarik kursinya dan duduk di samping Sonia. Sia-sia Sonia berusaha menghindar, apalagi karena Anne memperhatikannya tanpa berkedip.
"Sini deh, Anne. Coba lihat foto-foto ini." Sonia akhirnya menyerah juga. Ia tarik Anne mendekat. Kemudian, ia buka akun @shadesoflife di ponsel, sedang tangan kirinya membuka buku notes. Dalam buku berjilid spiral itu, ia sudah menulis lima benda, beserta pemilik-pemilik yang ia ketahui.
"Tahu Kafe Nozomi, kan? Yang di belakang sekolah itu? Nah, kemarin Shadesoflife ternyata ada di situ. Tapi, setahuku yang tahu tempat itu cuma anak sekolah sini dan orang-orang kompleks aja. Intinya, aku yakin dia ada di sekitar sini, dan aku berniat untuk menemukannya," tegas Sonia.
"Terus, dari mana kamu yakin kalau dia itu murid sini juga? Siapa tahu dia penghuni sekitar sini, kayak katamu itu." Anne mengangkat sebelah alis, skeptis.
"Nih, coba lihat yang ini." Sonia memencet salah satu foto dari delapan bulan lalu. Foto hitam putih itu menggambarkan sebuah kolam mungil berhias air mancur di tengahnya. Di bawah air mancur itu, terdapat sebuah batu. Seekor kura-kura brazil sedang berjemur di atas batu itu. Sinar matahari menyinari kepala si kura-kura, menjadikan foto itu tampak damai dan tenang.
"Kura-kura?" Anne melihat lebih seksama. "Eh, ini si Ernesto, ya?"
"Tuh, kan, bener. Ini Ernesto! Ingat, nggak, tahun lalu waktu Ernesto lepas dari kolam, terus diserempet motor di depan sekolah? Lihat, nih, pinggiran cangkangnya ada bekas patahan. Nggak salah lagi, orangnya pasti ada di SMA Marion!" Tanpa sadar Sonia berseru lantang, hingga murid-murid lain menoleh. Ernesto, Roberto, dan Devano adalah tiga ekor kura-kura brazil yang sudah belasan tahun menghuni kolam di taman depan SMA Marion. Soal siapa yang memberi nama, tidak ada yang tahu. Seperti legenda urban, nama itu diwariskan turun-temurun pada angkatan-angkatan baru. Satu yang pasti, ketiganya sudah jadi binatang kesayangan para murid, staf, dan guru.
"Ya sudah, sini, kubantu kamu!" Seketika, mata Anne langsung berbinar. Berkat membaca novel-novel detektif di perpustakaan, cewek ini jadi jago urusan misteri dan teka-teki. Segera gadis itu menggeser ponsel Sonia ke depannya. Sebentar saja, ia sudah serius mengamati tiap detail foto-foto di akun Twitter itu.
"Oke, ini dia. Buku tulis yang sampulnya motif papan catur. Sky punya satu, kan? Yang kemarin iseng dipakai anak-anak main catur waktu jam kosong? Tulis, Son," ucap Anne penuh semangat. "Yuk, cepetan, waktu istirahat tinggal tiga menit, lho."
"Udahan dulu, deh. Ntar jam istirahat kedua dilanjut." Setelah mendengar kata-kata Anne, Sonia sekonyong-konyong menekan tombol lock ponsel.
"Yah, baru aja mulai seru!" Anne merengut. "Kenapa, sih, buru-buru banget? Guru belum datang, lho."
"Mau jadi siswi teladan, biar nggak malu-maluin kalau mau ngedeketin wakil ketua OSIS," bisik Sonia lirih, sambil mengedipkan sebelah mata. Sonia berbalik, lalu mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran selanjutnya. Iseng-iseng, ia meengamati daftar yang telah ia buat. Ada beberapa nama yang berulang, tetapi hanya ada satu nama yang muncul sebagai pemilik semua benda itu.
Eh, nggak mungkin ....
Tiba-tiba, Sonia tertegun. Diam-diam, gadis itu melirik Sky, yang sedang asyik bermain kartu Uno dengan tiga cowok lain. Dari semua barang yang ada dalam daftarnya, ia menyadari bahwa Sky adalah satu-satunya orang yang memiliki semua itu. Sky? Menulis puisi? Yang benar saja! Cowok itu tidak pernah kelihatan menonjol di pelajaran Bahasa Indonesia. Lagipula, buat apa cowok yang selalu bersemangat itu menulis puisi-puisi sedih?
🐢 <-- ini Ernesto
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top