5. Foto yang Familier

Malamnya, waktu Caitlyn menelepon lagi, Sonia cuma bisa tertawa garing. Malu karena sudah berpikiran yang tidak-tidak, sekaligus malu karena sudah bikin heboh kemarin malam. Ia jelaskan seluruh rentetan kejadian di sekolah hari ini, termasuk info-info kegiatan mendatang. Meski sedang izin, Caitlyn selalu ingin tahu perkembangan pelajaran di kelas. Supaya tidak ketinggalan, katanya, karena ia toh masih berstatus seorang siswi.

"Jadi, dengan kata lain, semuanya beres, kan?" tanya Caitlyn. "Sudah bisa fokus pedekate lagi sekarang?"
"Y-yah, kalau itu, sih .... Tunggu tanggal mainnya aja, deh!" sahut Sonia, tiba-tiba ragu. "Eh, tapi, serius, gimana sih caranya ngedeketin cowok duluan tanpa kelihatan kayak cewek murahan? Habisnya, Sky ramah banget sama semua orang. Aku jadi ngerasa kalau aku perlu effort lebih supaya dianggap spesial sama dia, tapi gimana caranya, ya?"

"Hm, sering-sering diajak ngobrol? Siapa tahu lama-lama dia nyaman sama kamu," saran Caitlyn. Di telepon, terdengar suara berisik dari langkah kaki dan obrolan orang. Sore ini, setahu Sonia, Caitlyn sedang gladi kotor di studio TV. Kadang-kadang acaranya baru selesai lewat tengah malam. Caitlyn sendiri baru sempat menelepon pukul setengah sepuluh, tepat ketika Sonia bersiap-siap tidur.

"Gitu doang? Nggak perlu, hm, misalnya bikinin dia bekal makan siang, ajak dia pulang sekolah bareng, atau kasih surat cinta rahasia di lokernya?"

"Astaga, Sonia, kamu belajar dari mana, sih? Shoujo manga?" Di seberang panggilan, Caitlyn spontan tertawa terbahak-bahak. Seketika itu juga Sonia ingin menyublim saja. Memang benar, sepanjang hari sepulang sekolah, ia menghabiskan waktu dengan banyak-banyak membaca komik romantis untuk remaja. Di dalam tas, dua novel teenlit romantis pun sudah menanti untuk dibaca. Semuanya rekomendasi Anne, yang sampai capek direcoki pertanyaan oleh Sonia.

"Habisnya Anne yang bilang!" pekik Sonia malu. Baru ia ingat kalau Anne sama sekali tidak pernah berpacaran seumur hidup. Jangankan pacaran, menunjukkan ketertarikan pada salah satu cowok di sekolah pun tidak. Sonia curiga kriteria cowok idaman cewek itu cuma bisa dipenuhi cowok fiksi, atau minimal spesifikasi artis Hollywood.

Dengan kata lain, Sonia benar-benar salah cari sumber saran.

"Udah, deh, nggak usah terlalu dipusingin. If you guys are meant to be, the love will find a way." Caitlyn menasihati. Terdengar suara lelaki memanggil nama gadis itu. Samar-samar Sonia mendengar keduanya bicara. Lalu, terdengar bunyi barang diletakkan di atas meja, disusul langkah-langkah kaki yang menjauh.

"Eh, sorry, teleponnya aku tutup dulu, ya. Barusan dibawain sandwich buat makan malam. Kamu besok juga harus sekolah, kan? Tidur, sana, jangan begadang," pamit Caitlyn buru-buru. "Good night, Son!"

Usai panggilan ditutup, Sonia meletakkan ponselnya di kasur. Mendadak, ia menguap lebar. Sudah lewat pukul sepuluh. Gadis itu melangkah gontai ke kamar mandi. Kala ia kembali ke kamar sehabis cuci muka dan menyikat gigi, ia lihat  layar ponselnya menyala. Notifikasi bahwa akun @shadesoflife kembali mengunggah konten baru!

Gadis itu melompat ke ranjang dan membuka notifikasi. Lagi-lagi, unggahan itu berupa foto dan puisi. Foto itu menampakkan sebuah pemutar piringan hitam di balik jendela yang terbuka. Di sebelah kanan benda itu terletak sebuah kotak berisi album piringan hitam, sedang segelas es kopi susu di sebelah kirinya. Foto yang cantik, pikir Sonia. Lagi-lagi sebuah puisi menyertai foto itu.

Suatu hari nanti, aku akan berjumpa rumah.
Tidak perlu yang mewah; apalagi melimpah ruah.

Namun sekarang, aku masih menanti.
Di tempat ini; simpan keyakinan dalam hati.

(Suatu hari nanti, aku akan bahagia)

Sejurus kemudian, Sonia tiba-tiba memperbesar gambar yang menyertai puisi itu. Ia mengenali jendela itu. Ia kenal pemutar piringan hitam yang diletakkan di balik jendela. Bila penglihatannya tidak keliru, berarti seluruh bayangannya tentang sosok di balik Shadesoflife baru saja hancur berantakan.

"Eh, ini Kafe Nozomi, kan?" Mata Sonia melebar. Tentu ia hapal betul interior Kafe Nozomi. Suami pemilik tempat itu, Kazuhiro-sensei, adalah pelatih ekstrakurikuler karate di SMA Marion. Tempatnya tepat di belakang sekolah. Usai pulang sekolah, kadang-kadang Sonia mampir ke sana. Namun, sedikit orang yang tahu tempat mungil itu selain warga sekitar. Itu berarti, siapa pun di balik nama Shadesoflife berada lebih dekat dengan Sonia daripada yang ia kira!

Hari ini pendek dulu, ya. Udah beberapa hari babnya lebih panjang dari target 😅

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top