2. Puisi Dunia Maya
Begitu bel pulang sekolah berdering, Sonia segera mengeluarkan ponsel. Ia pencet aplikasi berlogo burung biru yang setiap hari menemaninya. Begitu terbuka, segera ia ketikkan suatu username pada kolom pencarian. @shadesoflife, itu bunyinya. Sejurus kemudian, mendadak ia mengeluh keras-keras, hingga Caitlyn menoleh.
"Kenapa, sih, kok tampangmu suntuk banget?" Caitlyn mengangkat alis.
"Ini, nih, Shadesoflife belum update dari tiga hari lalu! Padahal aku nungguin banget puisi-puisinya." Sonia menghela napas panjang. "Padahal biasanya aku nggak begitu demen puisi, tapi pokoknya tulisan-tulisannya Shadesoflife tuh relatable banget. Lama-lama kayak jadi ada yang kurang kalau nggak lihat postingannya di beranda Twitter."
"Astaga, kamu jadi persis Anne kalau penulis fanfiction favoritnya hiatus." Caitlyn tidak dapat menahan rasa geli. "Memangnya sebagus apa sih? Ntar aku cek, ah! Kalau aku suka, ntar aku bantu promoin, biar viral!"
"Eh, jangan, dong. Biasanya, kalau satu akun sudah viral, terus mulai banyak yang endorse, kontennya jadi berubah. Nggak dibuat dari hati lagi, tapi cuma ngikutin kemauan followers doang." Sonia manyun. "Eh, by the way, Anne mana?"
"Lagi ngebantuin Bu Rosa ngedata buku baru di perpustakaan. Semester ini, perpustakaan dapat banyak hibah buku baru dari yayasan. Baru datang tadi pagi, katanya. Habisnya, kalau bukan Anne, siapa lagi yang betah ngelabelin buku segitu banyaknya di siang bolong begini?" Caitlyn menyibakkan rambutnya ke balik bahu. "Tadinya aku mau bantu, tapi ternyata aku harus ke The Wonderland sekarang."
"Lho udah ada job baru?" balas Sonia heran. The Wonderland adalah agensi artis yang menaungi Caitlyn. Sejak berusia tiga belas tahun, ia sudah menjadi pesulap di sana, lalu merambah dunia modeling kala usianya lima belas tahun. Seiring bertambahnya usia Caitlyn, bertambah juga ketenarannya. Tahun ini saja, sudah dua kali ia mengisi acara di televisi nasional. Makanya, Sonia pun jadi makin susah menemui sahabatnya itu.
"Kayaknya sih begitu. Bisa-bisa aku harus minta dispensasi lagi ke sekolah," jawab Caitlyn, lalu menghela napas panjang. "Eh, jemputanku sudah datang, nih! Duluan, ya!"
Caitlyn melambai cepat, lalu berlari-lari memasuki mobil Toyota Alphard hitam yang menunggu di depan gerbang sekolah. Sonia tersenyum tipis, lalu berjalan menuju tempat parkir di samping sekolah. SMA Marion sangat tegas mengenai siapa saja murid yang boleh membawa kendaraan bermotor. Hanya mereka yang sudah mempunyai SIM yang berhak mendapatkan kartu akses ke area parkir mobil dan motor. Oleh karena itu, Sonia harus puas menaiki kendaraan yang menemaninya sejak SMP, sebuah sepeda kumbang berwarna biru muda.
"Oke, waktunya pulang!" seru Sonia. Udara Surabaya panas menyengat. Gadis itu mengenakan topi berpinggiran lebar dan jaket tipis yang menutup lengan. Perintah mamanya, yang tidak ingin kulit sang putri jadi belang terpanggang matahari. Sambil bersenandung, ia mengayuh sepeda keluar dari kompleks perumahan tempat SMA Marion berdiri, lalu berbelok ke jalan kecil menuju area perkampungan. Di sana, rumah-rumah mungil bergaya lawas berjajar. Ia berhenti di depan rumah satu lantai berpagar hitam, lalu membuka gemboknya.
"Ma, Sonia pulang!" serunya. Mama Sonia, Bu Rosita, adalah seorang guru SD. Hari ini, wanita itu pulang cepat karena sekolah baru mulai setengah hari. Begitu mendengar suara sang putri, wanita bertubuh mungil itu melongok dari dapur, lalu kembali berkutat dengan penggorengannya. Bau ikan goreng menguar ke seluruh rumah, sementara Sonia meletakkan ransel di sofa ruang keluarga.
"Ganti baju dulu, terus bantu setrika jemuran, ya! Mama nggak sempat!" sahut Bu Rosita. "Gimana tadi di sekolah?"
"Ada deh, Ma. Pokoknya asyik! Sebentar, ya!" Sonia berlari-lari kecil ke kamar. Tepat setelah ia menutup pintu, ponselnya bergetar. Seketika, senyum cewek itu merekah. Setelah lama ditunggu, akhirnya Shadesoflife mengunggah cuitan baru!
Sementara tangan kirinya mengganti pakaian, tangan kanan Sonia menekan notifikasi itu. Segera, muncullah sebuah foto deretan jendela berwarna hitam-putih. Di jendela kedua dari kanan, terlihat siluet seseorang yang berdiri menghadap ke luar. Di bawahnya, sebuah puisi singkat tertera.
Dunia bergerak tanpa jeda;
aku memandang dari jendela.
Bila memang buana penuh asa;
kapankah aku bebas merdeka?
"Aneh, kenapa akhir-akhir ini postingannya galau banget, sih ...." Sonia menggumam. "Kayaknya tiga bulan lalu belum segelap ini, deh. Ah, aku jadi penasaran siapa yang nulis. Katanya yang punya akun ini cowok. Kira-kira orangnya kayak apa, ya? Good looking, atau malah kayak mas-mas wibu?"
"Sonia, cepetan! Katanya mau bantu?" Suara Bu Rosita membuat Sonia tersentak. Buru-buru gadis itu meletakkan ponsel, lalu lari keluar kamar. Kalau sampai Mama marah, ih, seram!
No offense buat mas-mas wibu yang kebetulan baca cerita ini, karena sindirannya hanya berlaku buat mereka yang jarang mandi ✌️😗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top