[6]

"LIS, AMBILIN PAKU!"

Seulgi lagi paku nomor rumah di teras. Lengan bajunya digulung kayak preman, santuy banget duduk di atas tangga sambil goyang-goyangin tangganya kayak main kuda-kudaan.

Lisa yang baru muncul bawa kotak paku langsung panik lihat tangganya goyang. Sebenernya kalo Seulgi jatuh juga Lisa pasti ketawa ngakak dulu sebelum ditolong.

"Jangan aneh-aneh! Jatuh tau rasa lo," omel Lisa sodorin kotak paku ke atas.

"Urusannya kalo gue jatuh sama lo apa?"

"Kok ngeselin ih!" Lisa malah guncang  tangganya makin kenceng, buat Seulgi panik dan kakinya nggak senagaja tendang kepala Lisa.

Jadi ini yang namanya karma instan. Mari kita ketawain Lisa dulu wahai para pembaca.

"Sakit goblok!" Lisa usap-usap kepalanya sambil duduk di kursi.

"Salah sendiri gangguin, wkwk." Malah Seulgi yang ngakak puas. Kalo bisa mah palu di tangan pengen sekalian dilempar ke Lisa.

Beruntung Yesung nggak lagi di rumah. Habis udah mereka berdua dihukum suruh bersih-bersih rumah kalo dia di rumah. Susah banget punya bapak yang disiplinnya kebangetan, ini itu harus serba teratur.

"Kak, menurut lo permintaan Jennie waktu itu gimana?"

Seulgi bagi fokus antara paku dan palu sama Lisa. Angkat bahu jadi jawaban pertama, "Ya nggak gimana-gimana."

Lisa decak kesel, selain lemot kakaknya tuh sulit diajak bicara serius. "Ayolah Kak."

Seulgi cuma dengus sambil lanjutin paku papan nomor. Lisa udah nggak berani bacot lagi karena tau diemnya Seulgi tuh tanda lagi mikir, walau biasanya Seulgi suka nggak ngotak.

"Gue sih berharap gitu. Tapi kayaknya percuma, Joy sama Rose udah kukuh nggak mau. Apalagi Kak Irene, Wendy, sama Jisoo juga nolak terang-terangan. Nggak ada harapan istilahnya."

"Kita harus berusaha supaya ada harapan."

Suara lain nimbrung percakapan mereka. Seulgi sama Lisa mendadak tegang sekaligus nggak percaya Irene ada di sini sekarang.

"Kak Ire—"

"Kita harus berusaha, demi Krystal," potong Irene sela omongan Lisa yang masih bengong.

Mereka berdua tambah nggak ngerti sama keadaan. Irene tiba-tiba muncul di rumah mereka terus ngomong nggak jelas begitu bawa-bawa nama Krystal. Tapi dasarnya turunan Yuri tuh emang lemot, mereka cuma bisa bengong doang.

Sampe Seulgi yang masih sempat-sempatnya paku salah arahin palu.

"ADUH TANGAN GUE!"

••••

Super canggung pokoknya, titik.

Irene selaku yang nyuruh kumpul malah diem aja. Jennie yang dari rumah udah girang seneng banget juga membisu sekarang. Park bersaudari yang emang udah jutek dari awal tambah jutek lagi.

Dengusan napas kasar yang kesekian kedengeran entah dari siapa. Segitu canggungnya sampe kontak mata pun ditolak kesembilannya.

Jisoo injak kaki Irene saking dongkol nggak ngomong-ngomong. Satu ruangan sama musuh tuh hal yang paling nggak pengen terjadi. Emosi dan masa lalu buruk pasti gumpal mulu di otak.

"Jangan buang-buang waktu dong." Rose yang dulu alim sekarang jadi galak sepenuhnya kayak Joy. Tegur terang-terangan, sesuatu yang dulu nyaris nggak pernah dilakuin cewek letoy macam dia.

"Biasa aja kalo ngomong." Ucapan ketus kalo udah kena balas Yeri nggak mungkin bakal berakhir baik-baik aja. Naluri Joy sebagai kakak kepancing denger ada yang nyinyirin adik kesayangan. Ya padahal dia sendiri suka nyinyirin Rose kalo di rumah sama Papi.

"Bacot lo bocah!"

"Bangs—"

"STOP!"

Irene pengen banget cearamahain Krystal kalo anak itu masih hidup, serius. Kenapa permintaan terakhirnya harus serumit ini, sangkut masa lalu pula.

Seulgi yang barusan ngelerai mulai lirik khawatir ke arah Irene. Sedikit ada rasa nggak nyaman terus-terusan diem begini. Kata lainnya suruh cepet-cepet ngejelasin.

"Tenang dulu Rose, Yeri, Joy," kata Irene lebih menjurus ngasih perintah. Walau wajah nggak suka kepancar jelas dari muka dua bocah itu, mereka tetep nurut.

Dalam satu tarikan napas Irene siapin kata-kata yang harus dia umumin buat kedelapan cewek di sekitarnya. Tapi justru perilaku yang ngejelasin segalanya. Dia taruh surat dari Krystal di tengah meja yang seketika jadi bahan perhatian penghuni meja.

Joy yang paling pertama tegakin badan selepas baca suratnya. Tatap masam Irene dan cewek Hwang ngerti apa jawabannya.

"Nggak!"

Nggak langsung ambil keputusan final hanya karena satu jawaban berbunyi penolakan, Irene tatap satu-satu yang lain. Seulgi sama Lisa sedikit kaget, Irene nggak bisa tebak kepastian jawaban mereka. Lalu Joy sama Rose yang sedari awal tim nolak tegasin lagi jawaban mereka. Jennie sama Yeri... tau sendiri lah mereka yang pertama kali minta balikan gimana. Lalu dia, Wendy, sama Jisoo nggak ada keputusan pasti.

"Nggak ada gunanya, tau?" Lagi-lagi Rose keluarin omongan pedesnya. Lalu disambung sama Joy, "Lagian ngapain sih turutin orang yang udah mati?"

"Ya biar arwahnya tenang lah, goblok." Jisoo cibir nggak santai.

"Emang lo kerja di akhirat bisa tau arwahnya Kak Krystal tenang apa nggak?" Walau Jennie sama Yeri itu orang pertama yang minta mereka semua balikan kayak dulu, nyatanya adik Jennie ini dari tadi cari ribut mulu.

"Ck, kalian bisa lakuin ini bertujuh tanpa gue sama Rose." Muka Joy udah males banget pengen buru-buru cabut.

"Kita bersembilan bukan bertujuh," tegas Lisa sok bijak. Seulgi sama Wendy aja sampe ter-wow gitu.

"Sekarang bertujuh bukan bersembilan." Rose jawab balik. Kukuh nggak mau anggap kalo dia sama Joy masih dalam lingkar pertemanan mereka.

"Lagian apa untungnya sih?" Joy masih terus-terusan cari segala alasan biar mereka nggak sampe balikan lagi.

"Bahagiain dia, sekali ini aja. Hidupnya nggak semulus kita." Wendy akhirnya nimbrung.

Joy berdecak, tapi nggak ngomong apapun setelah itu.

Rose dengus, tahan ketawa. "Kalo bukan karena dia hidup kita juga nggak bakal kayak gini."

Lihat ada celah dan Irene langsung ikut nimbrung. "Mama gue meninggal gara-gara siapa juga selain karena Tante Jessica, hm?"

Kacau.

Irene yang niatnya pengen damai malah ikutan kepancing. Walau Joy sama Rose----ralat, semuanya ikutan nunduk malu. Sadar diri kalo sekarang kedudukan mereka berenam sama. Tali kekang ada di genggaman Irene dan dua adiknya. Dengan kata lain mereka nggak berhak saling ejek begitu.

"Lo nggak adil Kak." Joy masih bela diri. Irene yang nggak ngerti cuma diem sambil kerutin kening.

"Cuma karena Kak Krystal yang paling parah lo langsung anggap kita remeh. Tapi bukannya lo sadar juga, kalo kita sekarang punya perasaan yang sama hancurnya?"

Deg.

Irene berasa disengat listrik. Hatinya sakit lagi.

"Biarin yang mati ya mati. Jangan lo bawa-bawa mereka buat paksa kita."

Otw menuju peperangan alias konflik, wkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top