wait a minute, let me finish, cakeeep billie eilish
You can always edit a bad page. You can't edit a blank page - Jodi Picoult.
"Eh, kunci motor gue mana ya, Yang?" tanya Wawa panik.
"Itu di leher lo apa, woy?" Sayang menunjuk lanyard yang melingkari leher Wawa.
"Astaga, gue kira ilang lagi!" Wawa melepas lanyard yang menggantung kunci motornya, tadi kuncinya terlindung jaket.
"Pamit ya, Yang. Bye bye!"
"Hati-hati lo, kalau sampai rumah kabarin."
"Siappp."
"Salam buat mama ya!" pesan Sayang.
"Ngokey. Daaah!"
"Daahhh." Sayang melambaikan tangan hingga motor Wawa berbelok ke jalan raya.
Pandangan Sayang terpancang pada seragam sekolahnya yang dijemur di depan kosan. Seragam itu adalah pemberian mama Wawa. Dulu saat kelas 10, Sayang sempat mengalami perundungan. Seragamnya kuning, sepatunya juga jebol. Sayang amat kenyang mendapatkan hinaan dan sindiran-sindiran tidak mengenakkan.
Rasanya Sayang ingin putus sekolah saja saat itu. Namun, semua perlahan berubah semenjak Sayang berteman dengan Wawa juga Gerald. Saat kerja kelompok dengan Wawa, mama Wawa memberikan Sayang seragam baru. Begitupula sepatu, katanya sepatu Wawa udah nggak muat. Pokoknya, Sayang nggak bisa melupakan kebaikan keluarga Wawa.
Saat itu, Sayang baru merasa bahwa tidak semua orang jahat. Sayang jadi lebih terbuka dan sedikit demi sedikit memupuk rasa percaya diri. Masih ada orang-orang baik yang mau berteman dengannya tidak peduli bagaimana penampilan atau latar belakangnya.
Sayang kemudian berjalan keluar untuk membeli pembalut. Saat kembali dari warung, Sayang melihat Kasih dan Hari di depan gang. Sayang sudah akan menyapa. Namun, urung saat melihat ekspresi serius Hari. Sementara Kasih berdiri di depan Mas Hari dengan posisi membelakangi Sayang. Sayang menghentikan langkah dan bersembunyi di balik pohon. Tidak maksud menguping, tapi dari jarak ini, Sayang sayup-sayup masih bisa mendengar percakapan mereka.
"Aku tuh kesel banget, Mas...."
"Nggak apa-apa. Kamu tenang ya." Hari menggenggam pergelangan tangan Kasih.
Kasih menggeleng. "Tetep aja, aku nggak enak sama kamu."
"Nanti Mas cari uangnya ya, buat nebus cincinnya," ujar Hari lembut.
"Ibu nggak bilang kapan jatuh temponya. Aku takut cincinnya nggak bisa diambil lagi, Mas."
"Kalau nggak bisa diambil lagi, berarti emang bukan rejeki kita," kata Hari seraya mengusap rambut Kasih menenangkan.
Sayangnya usapan itu tidak membuat Kasih merasa lebih baik, ia semakin merasa bersalah.
Kasih menghapus air matanya yang jatuh. Sedih, marah, sesak. Semuanya bercampur membuat perasaannya tak karuan. "Maaf ya, Mas. Keluargaku begini...."
Sayang menunduk. Hatinya berdenyut nyeri mendengar perkataan Kasih. Matanya lantas berkaca-kaca.
"Kenapa minta maaf?" Hari kemudian menggenggam tangan Kasih erat. "Kita sebagai anak, nggak bisa memilih lahir di keluarga mana, keluarga yang seperti apa...."
"Gue nggak boleh jadi beban. Gue harus bisa bantu Mbak Kasih. Gue ... gue harus menang lomba itu...." gumam Sayang.
Ponsel Sayang berbunyi. Ada notifikasi dari aplikasi wattpad. Terdapat kalimat yang Sayang baca tepat saat membuka aplikasi dengan nuansa oren itu. Seseorang mengirimkan komentar pada karyanya.
omgsiapanih: Semangat ya, Thor. Semoga makin banyak yang baca....
Sayang langsung terjongkok di pinggir jalan itu. Kendaraan tampak sibuk berlalu-lalang di depannya. Bahunya naik turun karena tersedu. Jemari Sayang bergetar mengetikkan balasan.
omgsiapanih: Semangat ya, Thor. Semoga makin banyak yang baca....
= Aamiin. Makasih banyak yaa :')
Usai mengirimkan balasan, Sayang menelungkupkan kepalanya di antara lutut. Menangis sepuasnya.
***
Saat jam kosong, Sayang duduk berselonjor di belakang kelas sambil melanjutkan tulisannya untuk lomba. Walaupun ngalor ngidul tapi Sayang tetap mencoba daripada tidak sama sekali. Sementara itu, di depan Sayang ada Gerald dan Wawa yang nonton film horor pakai laptop. Wawa rebahan di paha Sayang, sedangkan Gerald rebahan di samping Wawa berbantalkan hoodie punya Opi.
Ponsel Sayang bergetar, terdapat notifikasi dari aplikasi wattpad.
_aqnakhgawl: Nuliz x yg rapi dong Thor! Ilfeeeel w bacanya. Brantakan bgtz. Sakit mata w. Trz tiap paragrapx n dialog tu di spasi ea. g suka klo betumpuk gtu
Sayang ternganga. Iya, ya? Dibandingkan cerita-cerita yang Sayang suka baca di wattpad, ceritanya emang agak berantakan. Sayang belum sempat mengedit ceritanya. Kebanyakan langsung salin tempel saja dari memo hpnya.
= Terimakasih kakaaa. Nanti aku edit lagi. Makasih udh mampir ^^
_aqnakhgawl: Ea sm sm, Thor. Typo x jg bkn pusing and bingungz. Lbh tliti lg ea.
=Okokkk kak. Nnti kubenerin. Jgn lupa vommen ea ^^
"Wa, emang cerita gue berantakan banget ya?" tanya Sayang sambil menunjukkan ponselnya yang memuat cerita wattpad yang ia bikin.
"Hm? Bentar...." Wawa membaca cerita Sayang. "Emang nggak rapi sih."
Sayang manyun. "Kok lo nggak bilang, sih?"
Wawa mendongak sambil menyengir. "Gue nggak terlalu mikirin sih, Yang. Kayak pas baca ... asal gue ngerti ya udah. Tapi kalau emang ada yang bilang keganggu ya tinggal rapiin aja, Yang."
"Iya sih...."
"Minta ajarin Opi noh. Mamanya kan guru Bahasa Indonesia. Lo nanya Wawa, bahasa indo aja dia remed!" sambar Gerald setelah memencet pause pada film yang mereka tonton.
Sayang tertawa. "Iya, ya? Opi kan jago bikin karya tulis ilmiah."
"Nah, kan. Kalo soal tata penulisan sih gue yakin Opi khatam," tambah Wawa.
"Makasih, Gaes. Kalian terbaik di dunia ini!" Sayang mencubit pipi Wawa gemas. "Sana lo minggir, gue mau gangguin Opi nih."
Wawa menggerutu dan bangkit duduk.
"Nih, pake." Gerald menepuk-nepuk jaket Opi, sedangkan dia duduk menyandar di dinding bekas Sayang duduk tadi.
"Yay, emang peka banget dah!" Wawa langsung rebahan di jaket Opi. Mereka kembali nonton bareng.
Di sisi lain, Sayang berdeham gugup. Opi sedang sibuk membaca buku Berdialog dengan Jin Muslim. "Pi..."
Opi menoleh. "Kenapa?"
"Lo ... bisa bantuin bedah cerita gue nggak?" tanya Sayang agak canggung.
"Ha? Gimana gimana?"
"Jadi ... gue kan mau ikut lomba literasi, yang di mading itu loooh. Nah, tapi tulisan gue berantakan banget. Lo mau koreksi nggak?"
"Mana cerita lo?" tanya Opi setelah memberi pembatas buku dan menutup bukunya.
Sayang meneguk ludah. "Lo mau baca?"
"Ya terus gue koreksinya gimana kalau nggak baca?"
"Eh, iya. Ini...." Sayang was-was dan jantungnya berdegup tak karuan saat Opi memeriksa tulisannya di ponselnya yang retak itu. Apalagi melihat ekspresi Opi yang mengernyit-ngernyit.
Opi menghela napas. "Astaga, banyak yang perlu dibenerin ini, Yang."
"Separah itu?" Sayang menggigit bibir.
Opi mengangguk. "Hm, gue jadi nggak konsen baca isinya. Tata penulisan lo ganggu banget."
"Jadi ... gue harus mulai belajar dari mana?"
"Lo tau beda di preposisi sama di imbuhan nggak?"
"Ha?"
"Itu loh kata depan sama imbuhan, bedanya apa?"
Sayang tersenyum miris. "Nggak ... yakin gue."
"Bukannya kita udah belajar ya dari dulu?" tanya Opi lempeng tapi tetap saja Sayang merasa tersudut.
"Hng, nggak tau, Pi. Gue lupa."
"Lo lupa karena lo nggak aplikasiin ilmunya ke tulisan lo."
"Ya ini kan baru mau pake," ujar Sayang ngeles.
"Nih gue tulis ya. Kalau preposisi atau kata depan, itu dipisah sama kata setelahnya. Biasanya menunjukkan tempat. Misalnya di rumah, di sekolah, di sana. Kalau imbuhan, digabung. Biasanya itu ketemu kata kerja. Misalnya digunakan, dibisiki."
"Ooooo."
"Nih contoh lagi, di dasar jurang itu kata depan apa imbuhan?"
Sayang diam berpikir. Dasar jurang kan menunjukkan tempat, jadi, "kata depan."
"Kalau, didasari kesepakatan?"
"Imbuhan, ya?"
"Dipisah atau digabung?"
"Digabung."
"Good." Opi mengeluarkan jempol andalannya. "Gampang, kan?"
Sayang tersenyum. "Iya, ya?"
"Nah, yang perlu lo perhatiin karena paling banyak selain itu sih penggunaan kapital, terus gimana penggunaan tanda petik. Lo baca PUEBI deh. Pelajarin, kalau lo nggak paham baru tanya gue."
"Pubi?"
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia."
"Kayak aturan EYD dulu?"
"Betul, nah tuh lo tau EYD. Bentar, gue kirim filenya." Opi segera mengirim soft file PUEBI ke whatsapp Sayang.
"Lo juga cek tuh KBBI sama Tesaurus. Itu udah kayak amunisi lo sebagai penulis."
"Oke, siap, Pi! Ada tips lagi nggak?"
"Sementara itu dulu, segini aja PR lo udah mayan banyak nih."
Sayang mengangguk antusias. "Oke, siap. Makasih Opi!"
"Sip," kata Opi, nggak ketinggalan acungan jempol dan senyum super tipisnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top