satu satu aku sayang....

Bila ada sebuah buku yang ingin kau baca, tapi buku itu belum lagi ditulis, maka engkaulah yang mesti menulisnya – Toni Morrison

“Sayang, bangun.”

Suara yang sangat familier di telinganya membuat gadis dengan rambut panjang sebahu itu mengangkat kepala perlahan. Ah, ia tidur di kelas lagi. Gadis itu menggerakkan dirinya ke kanan-kiri, merilekskan tubuhnya yang terasa kaku karena tidur dengan posisi duduk dalam waktu yang cukup lama karena jam pelajaran kosong. 

Gadis itu mengenakan kaca matanya. Karena minus yang cukup parah, akhirnya kedua matanya bisa melihat dengan jelas sosok cowok yang tadi membangunkannya.

Cowok itu juga mengenakan kaca mata. Bukan sepertinya yang serba biasa saja, kacamata cowok itu meninggalkan kesan cerdas pada pemakainya. Gadis itu menutup mulutnya yang menguap lebar. Sebab kantuk yang masih menyerang dengan membabi buta, ia kembali merebahkan kepalanya di atas meja.

“Yang, bangun.” Cowok bernama Opi yang lengkapnya sudah pasti bukan Opi Kumis itu menaikkan kacamata di pangkal hidungnya yang mancung. Kemudian tangannya mengguncang bahu cewek di depannya agar segera membuka mata. “Bangun. Bentar lagi bel pulang.”

“Hm, makasih, Pi.” Cewek itu mengucek matanya dan mulai kembali memposisikan diri untuk duduk tegap.

Nyawanya dengan cepat terkumpul karena bel pulang yang berbunyi nyaring. Diiringi dengan suara genjrengan gitar dan kehebohan dari anak-anak cowok di depan kelas.

Gerald, cowok bawel yang nggak pernah diam itu mulai bernyanyi dengan gestur yang sangat amat tengil. Di tangan Gerald, gagang sapu pun berubah fungsi layaknya mikrofon.

Yank .... coba kau jujur padaku. Yank... foto siapa di dompetmu?” Lagu Yank dari Wali dinyanyikan secara super tengil oleh Gerald cs.

Gerald menunjuk-nunjuk cewek berkacamata yang masih sangat muka bantal. Cewek itu menghela napas sambil membatin melihat Gerald berlari ke arahnya dengan gagang sapu yang nggak ketinggalan. 

Yank ... kamu kok diam begitu? Sayang ... masih pantaskah kau kupanggil Sayang? Semuanyaaaaa,” koor Gerald sebelum teman-temannya kompak berdendang.

Aku tak mau bicara sebelum kau cerita semuaaaa.”

Gendangan di meja menambah irama mereka yang karaokean. Bahkan anak kelas lain yang melintasi kelas mereka pun tak bisa untuk tidak menoleh. Arah jari telunjuk Gerald beralih mengarah pada Opi. “Apa maumu? Siapa dirinya? Tak rela bila ada yang lain....”

Opi hanya menggeleng-geleng dan merapikan bukunya untuk dimasukkan ke dalam ransel.

“Ayo part lo, Yang!” Gerald menyodorkan gagang sapu ke arah cewek itu.

Cewek berkacamata itu mendengus menatap mata-mata yang antusias menanti ia akan melanjutkan nyanyian Gerald. Ia pun mengambil alih gagang sapu dan meloncat ke kerumunan yang udah kayak dangdutan di kecamatan itu.

Sayangku mau bicara dan ku akan cerita semua. Apa mauku? Siapa dirinya?” tunjuknya pada Opi. Opi mengangkat kedua tangan. “Karena memang tak ada yang lain....”

Penonton langsung histeris mendengar suaranya yang merdu. Cewek itu berjoget kocak bersama Gerald dan yang lainnya walau mukanya masih khas orang bangun tidur dan rambut yang berantakan. Mereka bernyanyi dan berjoget heboh, kecuali Opi yang hanya duduk tenang di kursinya bersiap pulang.

“Sayang, kenapa sih nama lo tuh harus Sayang? Kalau gue jadi sayang gimana, Yang?” celetuk Gerald usai duet maut mereka berakhir yang langsung disambut kehebohan cie-cie dari yang lain.

Oke, perkenalkan nama cewek itu; Sayang. 

Hanya satu kata tanpa penambahan nama depan atau nama belakang. 

“Ya bukan tanggung jawab gue ya,” kata Sayang congkak sambil mengibas rambut. Gerald dan teman-temannya ngakak.

Sayang terkekeh, sudah muak dengan Gerald yang tak pernah bosan meledek namanya setiap hari. Iya sih yang meledek namanya itu bukan cuman Gerald. Bahkan dari SD, Sayang sudah diledek dengan nama yang menurutnya absurd itu. Tetapi kata nenek, nama Sayang itu maknanya dalam dan juga indah.

Namun, bagi Vio, cewek yang santer lagi dekat dengan Gerald dan kebetulan melintas bersama dayang-dayangnya langsung pengen muntah mendengar celetukan Sayang yang pede abis.

“Idih keganjenan banget tuh si Sayang. Mentang-mentang Gerald baik, belagaknya udah kayak apa,” ujar Vio sinis.

“Apalagi Gerald baiiiik....” sahut Loli dengan nada begitu syulit.

“Apadeh, Loliiii,” dengus Zahra emosi dengan temannya yang cengengesan itu. Zahra beralih untuk menyulut emosi Vio. “Coba deh tuh liat Sayang berdiri dampingan sama Gerald, ih jomplang banget cuy. Udah kek upik abu. Dari ujung rambut sampai ujung kaki tuh anak nggak banget. Dekil, butek.”

“Nggak boleh jahat begitu mulutnya. Kasian tau, si Sayang. Dia tuh miskin,” kata Loli polos.

Vio memutar bola mata. “Nggak kasian gue sama dia, sok iyes banget mentang-mentang deket sama Gerald. Namanya Sayang pula. Ih, apaan banget. Caper.”

“Gerald aja tuh yang ramah tamah, Sayang kan mau-mau aja jadi badutnya anak-anak,” tambah Zahra.

Dari dalam kelas, Sayang bisa merasakan ada aura nggak enak di luar sana. Benar aja, ada Vio sama antek-anteknya yang lagi memusatkan perhatian padanya. Sayang lantas mengubah sikapnya pada Gerald.

Sementara itu Gerald masih bertingkah freak di depan Sayang. “Atayang tayang tayang tayang....”

“Minggir lo, gue mau pulang,” ujar Sayang ketus.

Alis Gerald terangkat dan senyumannya ikut mengembang. “Oh, sayangnya aku mau pulang? Oke, Sayang.”

Sayang bergidik. Geli banget dah! Gimana Vio nggak makin emosi kalau Gerald punya mulut sembarangan begini?

Sayang mencangklong ransel dan berlalu melewati Gerald, diikuti oleh Opi yang juga mau pulang di belakangnya. Sayang mencoba nggak terpengaruh saat berhadapan dengan Vio cs yang hits nggak ada ampun.

Sayang bisa mendengar Vio memanggil manja Gerald untuk pulang bersama. Begitulah muda-mudi. Sementara Sayang harus bekerja sehabis sekolah buat hidup dan beli kuota.

“Langsung ke tempat les, Pi?” tanya Sayang.

Opi mengangguk. “Yoi. Duluan ya.”

“Yok.”

Opi dan Sayang berpisah di pintu gerbang. Opi menaiki angkot yang tampak sudah penuh sementara Sayang berjalan menuju tempat kerjanya tanpa semangat.

Sayang berjalan sambil memandangi sepatunya yang lusuh. Sebuah suara memanggilnya dari belakang, membuat Sayang kontan menoleh. “Lah, Gerald?”

Gerald tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-giginya. “Hai, Sayang.”



Jawab ini yuuukkkk 😳

1. Siapa author yang pertama kali kamu baca ceritanya di wattpad?

kalo aku Fallslikesnow

2. Judul cerita yang pertama kali kamu baca di wattpad?

Bad Romance Fallslikesnow

3. Temen kamu pertama kali gabung wattpad?

fateflying Ratnapriyanti98

4. Cerita wattpad yang kamu cinta banget sejauh ini? (boleh lebih dari 1)

buanyak!! tapi yang sering aku baca ulang itu ...

Red Cherry fairywoodpaperink
When The Light is Off niallgina

5. Author kesayangan kamu? (boleh lebih dari 1)

banyak banget juga, tapi di antaranya ini yaaa T.T

shaanis inggridsonyaaa pinetreeforest jongchansshi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top