Tuan Misterius

Wanita bergaun putih terus berlari tanpa arah, sesekali ia melihat ke belakang untuk melihat seseorang yang sedang mengejarnya. Kakinya yang tidak memakai alas kaki terluka terkena kerikil tajam yang menusuknya.

Gaun yang seharusnya menjadi saksi bisu terucapnya ikatan janji suci, kini berubah menjadi saksi sang pengantin melarikan diri dari pelaminan. Pernikahan yang tidak diinginkan membuatnya nekat melarikan diri melawan oran tua, sanak keluarga dan juga calon mempelai pria.

Pernikahan tanpa cinta bukanlah pernikahan impiannya, realitanya pernikahan tanpa cinta tidak seindah kisah di dalam novel. Wanita bergaun putih itu terus berlari hingga ia berada di ujung jembatan, dan orang-orang suruhan keluarganya masih saja terus mengejarnya hingga akhirnya ia memutuskan untuk melompat ke sungai.

Keputusan yang bodoh karena wanita itu tidak bisa berenang, pikirannya yang buntu membuatnya sedikit tidak waras, ia lebih baik mati tenggelam jika dibandingkan harus hidup bersama orang yang tidak dicintainya.

Merasa sudah tidak ada lagi pasokan oksigen masuk ke dalam paru-parunya, wanita bergaun putih itu memejamkan matanya, ia pikir akhir dari hidupnya tenggelam di sungai. Tapi tiba-tiba saja seorang pria misterius menyeretnya ke tepi sungai menekan dada dan memberikannya napas buatan.

“Uhuk … uhuk … uhuk …”

Wanita bergaun putih itu terbatuk-batuk mengeluarkan seluruh air yang ada di dalam perutnya.

“Kenapa kamu menolongku? Lebih baik aku mati dari pada harus tertangkap oleh mereka.”

Pria misterius itu tidak mempedulikan ocehan wanita bergaun putih itu, ia menggendongnya membawanya pergi dari sana meskipun wanita itu terus meronta dalam gendongannya.

“Turunkan aku, aku mau mati, aku tidak ingin ikut denganmu.”

“Diamlah!”

Pria misterius itu membawanya pergi ke rumahnya, bukan rumah mewah tetapi rumah kontrakan sederhana tiga petak. Pria misterius itu memberikannya pakaian ganti, bukan pakaian miliknya tetapi pakaian seorang wanita.

“Cepat ganti bajumu, aku akan mengobati luka di kakimu.”

“Tunggu! Siapa namamu?”

Pria misterius itu berhenti sejenak tanpa membalikkan badannya. “Ren, panggil aku Ren.”

“Ren, aku Akira,” ucap Akira sedikit berteriak karena Ren berlalu pergi masuk ke dalam kamar. “Dasar pria aneh, kelihatannya dia tinggal sendiri tapi kenapa dia mempunyai pakaian wanita? Apa pakaian ini milik kekasihnya?” tanya Akira dalam hati.

Tanpa berpikir panjang lagi Akira mengganti gaun pengantinnya yang basah dengan pakaian yang telah diberikan Ren kepadanya. Beberapa menit setelah Akira selesai mengganti pakaiannya Ren kembali dengan membawa kotak obat.

“Apa kamu tinggal sendiri?” tanya Akira.

“Iya,” balas Ren.

“Pakaian ini—“ ucap Akira seraya menunjuk dirinya sendiri.

Ren tidak menjawab ia menatap sinis Akira yang ada di hadapannya dengan tatapan yang sangat menakutkan bagi Akira.

“Maaf … aku tidak akan bertanya lagi.”

Akira mengesampingkan semua yang ada di dalam benaknya, ia kembali memikirkan jalan hidupnya, kemana seharusnya ia melangkah? Akira sama sekali tidak mempunyai pegangan uang.

“Bisakah kamu meminjamkan aku uang?”

“Kamu bisa tinggal di kontrakan ini untuk sementara waktu.”

“Tidak terima kasih, lebih baik kamu pinjamkan aku uang dan aku akan segera pergi dari sini.”

Ren menatap Akira dengan tatapan mengintimidasi. “Aku tidak suka penolakkan.”

Malam kian pekat hanya dihiasi dengan suara-suara binatang malam, Akira menatap langit-langit kamar yang asing terhadapnya. Akira tidak pernah menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Ren yang menurutnya pria aneh dan sangat misterius.

***

Akira merasa bingung semenjak pertemuannya pertama kali dan tinggal bersama dengan Ren, Ren tidak pernah membiarkan Akira keluar dari kontrakan. Ren akan membiarkannya pergi jika bersamanya.

“Ren, aku ingin keluar, aku bosan di sini.”

“Aku akan mengantarmu.”

Suka atau pun tidak Akira akan tetap pergi bersama dengan Ren, Akira mengajak Ren berkeliling pasar malam. Keadaan pasar malam tidak begitu ramai karena malam semakin larut. Ketika Akira sedang membeli permen kapas tiba-tiba saja seorang ibu muda menyerobot  mengambil permen kapas yang seharusnya menjadi miliknya, kini telah diambil oleh ibu muda tersebut.

“Maaf permen kapasnya saya ambil duluan, anak saya sedang menunggu di rumah.”

“Tidak apa-apa.”

Ibu muda itu pergi begitu saja meninggalkan Akira dengan membawa permen kapas yang seharusnya menjadi milik Akira. Akira terlihat biasa saja ia pun kembali memesan permen kapas, berbeda dengan Ren yang terlihat seperti sedang menahan amarah terhadap ibu muda tersebut.

“Kamu pulang duluan aku akan menyusul, ada sesuatu yang harus aku selesaikan,” ucap Ren seraya memberikan kunci kontrakan pada Akira.

“Baiklah.”

Akira berjalan pulang sendiri sambil memakan permen kapas tanpa peduli Ren pergi kemana, sesampainya di kontrakan Akira duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Ren pulang, hingga tengah malam Ren belum juga kembali akhirnya Akira memutuskan masuk ke kamar dan tidur.

Suara deretan koper dan suara gagang pintu tertekan membuat Akira seketika membuka kelopak matanya.

“Itu pasti Ren.”

Akira turun dari ranjang hendak menghampiri Ren yang terdengar sepertinya sedang menyeret koper. Akira membuka pintu kamar dan seketika menghentikan langkah Ren yang sedang menyeret koper.

“Ren, apa yang kamu bawa di dalam koper?”

“Bukan apa-apa tidurlah kembali.”

Ren kembali melangkah dan membawa koper tersebut ke arah dapur. Ketika pagi menjelang Akira melihat koper yang dibawa Ren semalam ada di pojokan dapur, Akira mendekat ke arah koper dan ternyata kopernya digembok.

“Apa isi koper ini?” tanya Akira dalam hati.

“Ehm … jangan sentuh koper itu.”

Suara Ren mengagetkan Akira yang sedang menatap koper dengan pikiran menerka-nerka, semakin Ren melarangnya untuk menyentuh koper itu semakin tinggi rasa penasarannya.

Langit malam begitu mendung terlihat tidak adanya sinar bulan dan bintang yang menyinari, Akira berencana akan membuka koper itu setelah Ren teridur, penantian yang cukup lumayan panjang karena Ren baru saja tertidur pukul dua dini hari.

Akira mengendap-endap dengan membawa kawat untuk membuka gembok koper, ia sedikit melihat ke arah Ren yang sedang tertidur di atas sofa dengan hembusan napas teratur artinya Ren sedang tertidur pulas.

Akira berhasil membuka gembok koper tersebut dan ia segera membuka resletingnya, baru saja sedikit terbuka seketika Akira membulatkan ke dua bola matanya, ia melihat sebelah tangan berlumur darah dan di atasnya terdapat permen kapas.

Akira jatuh terduduk lututnya terasa lemas, tenggorokkannya seakan tercekat, napasnya naik turun, jadi selama ini ia tinggal bersama seorang psikopat, pantas saja Ren memiliki beberapa koleksi pakaian wanita.

Akira pikir ia baru saja keluar dari kandang singa tapi nyatanya ia baru saja masuk ke dalam lubang buaya.

“Aku harus pergi dari sini.”

Baru saja Akira membuka pintu kontrakan dan akan pergi dari sana, tapi tiba-tiba saja Ren terbangun.

“Akira—“

Mendengar suara Ren yang memanggil namanya, Akira segera membuka pintu kontrakan dan pergi berlari.

“Akira,” teriak Ren.

Ren mengejar Akira yang terus berlari, Akira bersembunyi ditumpukan tempat sampah jantungnya berdebar hebat ia takut Ren akan menemukannya, kali ke dua ia berusaha melarikan diri dari seseorang, tapi kali ini rasanya berbeda rasanya seperti menaruh telur di atas kepala.

“Akira kamu tidak akan bisa lepas dariku.”

“Tidak, biarkan aku pergi Ren.”

“Bukankah kamu ingin mati? Tenang sayang … aku akan membuat kematianmu tidak terasa sakit.”

“Dasar psikopat, aku lebih baik mati tenggelam dari pada mati di tanganmu.”

“Sayangnya … kamu tidak bisa memilih dengan cara apa kamu akan mati sayang.”

Ren kembali membawa Akira ke kontrakan dan menyekapnya.

“Di saat orang-orang ingin hidup untuk seribu tahun tapi kamu lebih memilih untuk mati tenggelam, saat itulah aku jatuh cinta padamu Akira sayang.”

Ren pergi membawa koper yang berisi mayat ibu muda ia berniat membuang koper tersebut, Ren meninggalkan Akira dan Akira tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk melepaskan diri, Akira mengambil pisau yang tergeletak di atas meja ia berusaha membuka ikatan pada tangannya. Sedikit lagi berhasil namun sayang Ren telah kembali membuat Akira menghentikan aksinya.

“Apa kamu lapar? Aku akan menyuapimu makan, tapi ingat jangan berteriak jika berteriak aku tidak akan segan-segan mencabut kuku-kuku tanganmu.”

Ren membuka kain penyumpal yang ada di mulut Akira, Akira memalingkan wajahnya ketika sendok yang berisi makanan ada di dekat bibirnya.

“Akira, aku tidak suka penolakkan,” ucap Ren seraya menjabak rambut Akira.

Ren memasukkan seluruh makanan ke dalam mulut Akira hingga bibir Akira sedikit berdarah akibat terkena gigitan giginya. Akira berharap esok pagi akan ada orang yang mengunjungi kontrakan Ren, namun sayang semenjak ia tinggal bersama Ren tidak ada satu orang pun yang berkunjung, seluruh penghuni kontrakan sibuk dengan urusannya masing-masing, sedangkan keluarganya mungkin sudah tidak lagi peduli dengannya.

Malam kembali larut Akira masih menyembunyikan pisau di belakangnya, tepat tengah malam Ren tertidur dan Akira kembali berusaha mengambil pisau untuk membuka ikatan pada tangannya, kali ini ia berhasil membuka ikatan pada tangannya, saat ia hendak membuka ikatan pada kakinya sialnya Ren terbangun kembali.

“Akira jangan coba-coba lari dariku.”

Akira menodongkan pisau pada Ren. “Jangan mendekat—“

Akira berusaha membuka ikatan pada kakinya dan sedikit lagi hampir berhasil tapi sayangnya Ren kembali mengambil alih pisau yang ada di tangan Akira. Ren mengunci pergerakkan tangan Akira dengan sebelah tangannya dan sebelah tangannya lagi menodongkan pisau pada leher Akira hingga tergores mengeluarkan sedikit darah.

“Kamu pikir … kamu bisa pergi begitu saja, tidak akan Akira.”

Akira berusaha meronta karena ikatan pada kakinya hanya tinggal sedikit lagi terputus, ia berusaha terus meronta sampai pada akhirnya ikatan pada kakinya terlepas, Akira dengan leluasa bisa menendang Ren hingga Ren tersungkur dan menjatuhkan pisaunya.

Akira dan Ren berlomba mengambil pisau yang tergeletak di lantai, salah satu dari mereka berhasil mengambil pisau dan langsung menusukkannya.

“Akira kamu—“ ucap Ren lemah seraya memegang perutnya yang tertncap pisau.

“Maafkan aku Ren, aku tidak bermaksud mencelakaimu,” ucap Akira lirih dengan cairan bening yang sudah mengembang di kelopak matanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top