Tidak Biasa

"Bangsat! Bangsat!"

Seorang cewek dengan potongan rambut pendek tidak bisa menahan dirinya untuk tidak misuh-misuh. Cewek yang berlari-lari dari arah lapangan parkir fakultas menuju kelas mata kuliah pagi ini yang sial sekali ada di lantai dua gedung belakang.

"Diem bentar napa Nay! Lo mah dari di jalan bawaanya misuh mulu!"

Mahasiswa lain di samping cewek itu, yang juga berlari menyahut. Sebisa mungkin tetap terlihat keren seperti niat awal berangkat ke kampus meski baik napas maupun rambutnya sudah tak beraturan. Berbeda dari yang sering dipanggil Naya yang hanya membawa totebag ramah lingkungan, cowok ini dengan niat membawa tas hitam super berat ala anak rajin di belakang punggung.

"Ya lagian lo juga, katanya mo jadi anak teknik sejati, mandi kok setengah jam sendiri. Lumutan gue tadi nungguin."

"Gue kan mahasiswa teknik wangi, sorry gak level yang bau modelan elo!"

"Anjir! Bodo amat dah, yang jelas ini salah lo. Entar kalo gue sampe ikutan dihukum, itu juga salah lo."

"Eh! Gue baik lho mau nebengin elo, tau gitu tadi gue turunin di jalan. Kecil-kecil belagu!"

Tenang, dua mahasiswa bau bawang ini masih tetap lari-larian meski sambil adu bacot, di lorong antar kelas yang untung saja masih sepi. Coba aja kalo pas jam sibuk, mana berani, bisa ditendang sama mas mbak kating. Kan Maba kastanya yang paling rendah kalo di kampus.

Masih bau-bau bocil SMA yang mengenang masa putih abu-abu. Gitu kok mau menjajaki dunia perkuliahan yang enggak lebih seperti welcome to the jungle.

Jadi Maba tuh serba salah. Mau dikata siap kerja ya enggak punya spesifikasi khusus karena rata-rata bukan lulusan SMK. Tapi ya menurut hukum, mereka bahkan sah-sah aja kalo mau nikah.

Enggak akan heran kalau selama ospek selain ditemui indikasi Maba yang bertingkah selayaknya Dora, ada juga yang tiap habis menyelesaikan tugas langsung bilang kalau ngebet pingin kawin.

Tapi tenang, akan ada saatnya kating muncul dan meneriakkan kata-kata penyemangat. "ADEK! CINTA TAK SELAMANYA INDAH DEK!"

Kalo Naya, dia sih boro-boro mikir cinta. Cewek yang satu ini sudah terkenal ganas, sulit didekati ditambah mulut yang enggak ada manis-manisnya. Hobi misuh maksudnya.

Lain dengan Reksa, cowok yang sejak masa ospek merangkap sebagai abang ojek si maung bisa dikatakan sebagai calon budak cinta. Persiapannya di kamar mandi pada pagi hari ini saja disinyalir dikarenakan ingin menggebet anak fakultas sebelah yang terkenal dengan julukan kelas bidadari. "Orang sakit aja dirawat sampe sembuh, masa kamu enggak. Asek!"

Entah receh atau bagaimana, tapi setiap mendengar gombalan Reksa, Naya tuh seperti memiliki kecenderungan tersendiri. Ada emosi dalam hati yang tidak dapat dia tahan dan berharap dapat tersampaikan lewat ucapannya. "Gombal gitu lagi bukannya baper yang ada lo ditimpuk pake tensi meter."

Waktu ospek ada sih, satu atau dua oknum, sebenarnya ya banyak, yang salah mengira bila dua sekawan ini memiliki hubungan spesial. Mengingat Reksa bisa dikatakan seorang roman picisan penggoda para cewek dan hanya Naya satu-satunya yang tidak berani dia goda. Dalam artian memberikan pujian atau menggoda lewat panggilan cantik tiap berpapasan di kantin, Reksa seakan memperlakukan Naya secara khusus dari pada gadis-gadis lain yang dia kenal. Apakah itu bukti yang cukup guna berargumen bila keduanya bisa-bisa saja menyimpan rasa?

"Enggak ada riwayatnya ya, orang pacaran tiap hari malah tempur adu bacot sana sini."

Meskipun minim pengalaman dalam berpacaran Naya seenggaknya tau, beberapa bahasa cinta yang ditunjukkan melalui perbuatan. "Ya, lo sama Reksa itu physical attack."

Physical mbahmu!

Uji nyali kali?!

Tapi iya sih, Reksa emang masokis.

Naya jadi bingung sendiri. Sejak kapan budaya BDSM dinilai romantis oleh anak muda jaman sekarang.

"Masuk gih," ucap Reksa sewaktu dia dan Naya berada di depan pintu masuk ruangan yang mereka tuju. Dari luar memang tidak terdengar adanya suara-suara seorang dosen yang mengajar, apalagi suara caci maki. Semuanya terdengar tenang, hingga lebih terasa menakutkan.

Naya mengangguk. "Ya ayo masuk."

"Ya ayo, lo duluan."

"Lha? Kok?"

"Lo kan cewek."

"Korelasinya apaan?"

Naya emang sudah siap mental. Meski sepanjang jalan tidak henti-hentinya mengumpat, bahkan mengabsen nama penghuni Ragunan. Kalau dibandingkan dengan Reksa, mental Naya emang lebih tahan banting. Dan seperti biasa, Naya selalu jadi tameng bagi Reksa.

Sebenarnya hubungan ini juga menguntungkan sih, Naya setidaknya dapat jasa mas Grab gratisan. Cuma ya, enggak enaknya, cewek mana yang enggak akan baper atau sekedar lirik cowok modelan Reksa?

Masalahnya, Naya ya Naya. Cewek ini bukan selayaknya yang biasanya jadi tokoh utama yang dengan malu-malu menunjukkan perasaannya, atau baper kala diberikan gombalan.

Selain itu, Reksa enggak pernah sekalipun menunjukkan gejala bila dia menganggap Naya sebagai seorang cewek. Lebih sering menganggap sosok itu sebagai seorang teman dengan gender yang unisex hingga bisa dia ajak bicara dengan lepas. Kata orang, cinta bisa berawal dari rasa nyaman, tapi bagi Naya "Ya nyaman sih nyaman. Tapi kalo cuman nyaman ya setan ya bisa lah. Tuh, tiap gue galau dengerin lagu Indie pasti ada setan yang diam-diam meluk gue. Stay di sisi gue sampai gue mati, bahkan dianya mau-mau aja tuh gantiin gue ambil job jadi hantu."

Naya heran. Dia tuh aslinya pingin melewati masa kuliah semester awal-awal ini dengan banyak kisah cinta sebelum sibuk KKN dan skripsi, tapi kenapa dia malah kelihatan anti banget sama cinta-cintaan?

Masih segar tatapan heran dari Reksa pada siang hari itu. "Lo serius mau pacaran? Emang ada yang tahan sama sikap lo?"

"Yeu, si bangsat!" Diikuti sebuah geplakan renyah di kepala sebagai tanda sayang.

Kembali pada hari ini, pada saat Naya akan membuka pintu kelas, tapi si pintu ternyata lebih dahulu di tarik dari arah dalam oleng seorang mahasiswa. Jelas saja bukan Maba, terlihat dari gaya pakaian yang sudah tidak lagi mengedepankan model seperti Reksa. Kemeja yang dipakai terlihat lencu, seperti cucian di ember kotor yang diambil begitu saja tanpa disetrika lebih dahulu.

Tapi alih-alih tertawa atau menghujat, Naya memilih untuk diam. Reksa juga sama, keduanya kicep.

"Maba?"

Reksa menganggukkan kepalanya lebih dahulu, sedangkan Naya harus disikut terlebih dahulu agar berhenti dari mode cengoh tak berujung miliknya. "Eh, iya Kak."

"Masuk aja, dosennya dateng agak telatan, tapi lain kali kalo bisa jangan telat."

Reksa dalam hati tidak bisa berbohong untuk menggumamkan kata "Fiks, pasti asdos".

Sedikit lain dengan Naya, meski tidak lagi memasang raut wajah cengoh dia belum juga menarik napas lega seperti Reksa.

Si kawan sebenarnya ingin menggeplak, atau paling tidak menyikut tulang rusuk si cewek. Tapi cowok asing itu lebih dahulu bersuara. "Dek? Kamu gak ketempelan, kan?"

Membuat Reksa mau tidak mau benar-benar menyikut si cewek yang kini mengaduh keras. "Nay, jangan malu-maluin. Masuk tinggal masuk, gak perlu copot sandal dulu."

Tapi bukannya sadar dan marah pada Reksa seperti biasanya, Naya justru sedikit melompat. Entah terkejut atau apa, tapi buru-buru menggenggam tangan si cowok tak bernama itu selayaknya sebuah adegan dramatis dalam film. "Mas? Mau bantuin benerin komputerku gak? Nanti aku beliin indomie goreng."

"HEH BOCIL NGOMONG APA LO BARUSAN!" Dan ini adalah Reksa, yang sudah tidak bisa menahan malu. Daripada ketahuan misuh di depan kakak tingkat, lebih baik dia seret Naya masuk ke dalam kelas.

"Sumpah ya Nay, masak yang spek kek gue masih kurang buat lo."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top