Tak Seindah Kisah Novel Wattpad
Seorang remaja tampak duduk tenang dengan setumpuk buku di hadapannya. Sepasang earphone tersumpal di telinga, tetapi tak ada satu pun lagu yang terputar di sana. Sesekali ia membenahi kacamatanya yang melorot. Siapa yang tak mengenal remaja itu? Seluruh Bakti Nusa menjulukinya sebagai The Ice Prince. Ia dijuluki demikian karena bisa berbincang dengan remaja berlesung pipi itu merupakan hal yang langka.
Rizhan, nama remaja itu. Ia merupakan siswa kelas XI IPA 2. Perpustakaan merupakan salah satu tempat favoritnya, selain taman belakang sekolah. Setiap istirahat tiba, bisa dipastikan ia akan berada di perpustakaan dengan setumpuk buku tebal di hadapannya, seperti sekarang. Baginya, sunyi adalah teman yang paling setia.
"Bil, si Pangeran Es sendirian tuh. Samperin sana!" Risya menunjuk Rizhan dengan dagunya.
Nabila yang tengah sibuk memilih novel menghentikan aktivitasnya dan menoleh. Senyum terkembang sempurna di bibir tipisnya. Ia menatap kagum pada sosok yang tampak serius membaca itu.
"Rizhan tuh udah kalem, pinter, mana sopan pula. Kalau lagi serius gitu, tingkat ketampanannya nambah banyak. Gimana nggak TeRizhan-rizhan coba, Sya? Lagian siapa juga yang bisa menolak pesona dia?" Nabila menutup wajahnya yang memerah dengan tangan.
Rizhan berdecak kesal, mendengar perbincangan dua perempuan yang berada di balik rak buku. Suara berisik mereka mengusik ketenangannya. Apalagi ia yang jadi topik perbincangan siang itu.
"Kalian bisa diem, nggak? Ini perpustakaan bukan pasar."
Risya dan Nabila seketika terdiam sembari menoleh ke kanan–kiri, tapi di sana hanya ada mereka berdua, Rizhan dan seorang penjaga perpustakaan yang duduk di dekat pintu masuk. Keduanya langsung membekap bibir, sembari meringis pelan.
"Mampus, Sya. Rizhan dengar nggak, ya, gue ngomongin dia tadi?" Pipi Nabila memerah.
"Kalau nggak denger, dia nggak bakalan ngamuk karena kita berisik. Pasti dengerlah." Risya bersedekap.
Nabila menarik tangan Risya untuk menjauh, jantungnya tak lagi aman jika terus berada di sana. Fakta bahwa Rizhan mendengar pernyataannya barusan, membuatnya ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga.
Rizhan tersenyum tipis, mendengar ketukan langkah tergesa dari siswi yang menggosipkannya. Namun, ia memilih kembali fokus pada buku di hadapannya yang belum sempat dibaca. Ia baru beranjak ketika bel masuk telah berbunyi, setidaknya koridor tak terlalu ramai. Ia terlalu malas untuk menanggapi sapaan-sapaan yang justru membuatnya risih.
Namun, dugaannya salah. Koridor kelas justru tampak ramai. Ia menepuk jidatnya pelan, usai istirahat guru-guru mengadakan rapat. Jadi, tak heran jika masih banyak yang berkeliaran di luar karena memang jam kosong. Remaja bertubuh jangkung itu tampak ragu antara melanjutkan langkah atau berbalik ke perpustakaan.
"Kalau mau balik lagi, telanjur sampai sini. Nggak balik kok ramai banget," bisiknya.
Namun, akhirnya Rizhan memilih untuk melanjutkan ke kelasnya. Lagipula kelasnya tak terlalu jauh dibandingkan harus kembali ke perpustakaan. Toh, dalam pelukannya sudah ada tiga buku tebal yang siap disantap untuk tambahan makan siangnya.
"Ini buat kamu." Nabila menyodorkan sebuah cokelat dan surat.
Rizhan sempat bergeming, tetapi hanya sepersekian detik. Ia hanya menggeleng pelan, tanpa mengambil kedua benda itu. Remaja bermata sipit itu justru segera melangkah pergi dari sana. Suasana yang tadinya sempat hening berubah riuh ketika remaja bermanik hitam itu berlalu.
Remaja berhidung mancung itu tersenyum sekilas, mengenali pemilik suara itu. Yakin bahwa siswi itu yang terang-terangan memujinya di perpustakaan tadi. Namun, ia juga tak mengira bahwa dia akan seberani itu memberi hadiah di tempat umum pula. Harus ia akui, tingkat kepercayaan dirinya sangat tinggi.
Sayangnya, salah target. Andai bukan Rizhan, kedua hadiahnya pun pasti sudah diterima. Bukan hanya itu, tanpa basa-basi lagi, bisa dipastikan hubungan keduanya bisa sampai tahap pasangan kekasih. Namun, sekali lagi hasilnya berbeda dengan ekspektasi karena yang dituju adalah The Ice Prince.
"Ya ampun si Rizhan, lagi-lagi bikin potek anak orang." Devi membelalakkan mata.
Nabila masih melongo di tempatnya. Ia sendiri tidak tahu mendapat keberanian dari mana ketika menghadang Rizhan sembari membawa sebungkus cokelat dengan dihiasi pita berwarna merah muda dan sepucuk surat dalam amplop berwarna senada dengan pita.
"Gila, aku ditolak? Enaknya ngumpet di mana, Sya?" Nabila menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Risya terkekeh, tak menyangka bahwa sahabatnya itu akan nekad menghadang si pangeran es di depan kelas. Ia saja masih syok dengan kejadian di perpustakaan, ditambah lagi dengan kejadian barusan. Sungguh, ia bisa mati muda kalau terus-terusan seperti ini.
"Lagian udah tahu gimana karakter Rizhan, masih aja nekad ngejar dia. Cowok yang lain tuh banyak yang ngejar kamu, Bil. Bego sih, malah milih ngejar si pangeran dari kutub itu," gerutu Risya.
"Ya mau gimana? Aku sukanya sama si pangeran kutub itu bukan cowok yang lain. Dia itu tipeku banget, kalem, pinter, ganteng, pokoknya idaman deh."
"Dipikir punya cowok pendiem itu enak, bisa komunikasi pakai jalur telepati gitu? Kebanyakan nonton drama sama baca wattpad, sih." Risya berdecak kesal.
"Serius, cowok pendiem tuh pesonanya beda. Ntar kalau udah bucin akut juga bakal cair sendiri itu pangeran es kesayangan gue. Dari yang kubaca di wattpad, tipe blak-blakan dan cerewet kayak aku gini yang disukai." Nabila tersenyum lebar.
Risya menggeleng pelan, percuma menasihati manusia yang lagi jatuh cinta di hadapannya itu. Meskipun ia menunjukkan seribu keburukan remaja berlesung pipi itu, tapi sang sahabat punya sejuta alasan untuk membantah pendapatnya.
"Terserah kamu aja, Bil. Aku capek ngasih tahu, besok kalau patah hati jangan curhat samaku, ya!"
Risya memilih kembali ke kelasnya. Meninggalkan Nabila yang masih memandang punggung lebar Rizhan yang telah menjauh. "Pengen kupeluk dari belakang itu punggung, pundaknya pasti juga nyaman buat nyandar juga," bisik Nabila sembari tersenyum lebar.
Batu yang terbang bebas dan hampir mengenai kepala, membuat Nabila terlonjak kaget. Imajinasinya tentang Rizhan langsung buyar begitu saja. "Siapa, sih, yang lempar batu sembarangan. Untung nggak kena, coba kalau kena kepala apa nggak gegar otak?" Omel Nabila.
"Sorry, Bil. Sengaja, biar bangun dari mimpi. Halu mulu, sih, kerjaaannya." Risya terkekeh.
Pelakunya memang Risya, ia mengambil kerikil dari halaman kelas dan melemparnya ke dinding di samping Nabila. Membuat sahabatnya itu menghadiahi tatapan tajam bak bisa menguliti tubuh lawannya.
"Aku kasih tahu ya, Bil. Kisah Pangeran Es dan Gadis Kepedean itu nggak seindah di novel wattpad yang kamu baca ataupun drama romantis yang pernah kamu tonton. Realistis ajalah, mana ada cowok pendiam yang bucin akut sama cewek berisik? Hidupnya aja penuh ketenangan, yang ada malah ilfil duluan," tukas Risya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top