Kulkas 1000 Pintu dan Berandalan dari Surga
“Anjing, Lo kalau jalan pake mata!”
“Lo sekolah selama ini ngapain aja, sih, selain jadi beban sekolah sama beban keluarga?”
“Suka-suka gue lah, njing!”
Sepasang anak manusia berseragam putih abu sedang terlibat adu mulut di koridor kelas. Puluhan siswa yang mendengar keributan langsung mengerubungi keduanya. Ada yang merekam kejadian yang sudah sangat sering terjadi itu, ada yang menonton sambil ngemil sendal jepit, ada yang jadi tim hore, ada pula yang kejam menyiksa dirinya….
“Kalian, kalau mau nonton jaga jarak. Ingat 5M!” Seorang guru dengan suara menggelegar mengalihkan perhatian para remaja tanggung beban keluarga di SMA Sehat Sentosa.
“Ah ibu, enggak asik, nih!”
“Enggak friend lagi kita, Bu!”
“Ibu, aku ingat 5M, kok. Mencintai ibu, menyayangi ibu, memperhatikan ibu, menafkahi ibu, dan menjaga ibu hingga maut menjemput.”
“Yuk, bubar, yuk!”
Perkenalkan, dua orang yang hampir adu mekanik.
Yang pertama namanya Ariana–gak pake Grande– gadis tomboy tukang nyolot, the real beban keluarga soalnya udah dua kali tidak naik kelas. Sekali waktu SMP karena sering bolos, yang kedua waktu kelas sepuluh gara-gara mukulin temen sekelas waktu ujian karena gak dikasih contekan dan berakhir kena skors pas ujian dan berakibat nilai-nilainya kosong.
Yang jadi lawan Ariana namanya Gita, namanya kaya cewek tapi aslinya cowok cool, dan ganteng, tapi kalau udah berhadapan dengan Ariana, anak se-cool Gita akan mengeluarkan sisi aslinya, emosian. Gita sejauh ini masih menjadi pemegang rekor sebagai satu-satunya murid yang berani melawan Ariana “Si Berandalan dari Surga”.
“Pagi-pagi udah marah-marah aja ni, bestie.” Ariana menatap datar Gege, teman sebangkunya. Untung saja ia ingat bahwa wajah menyebalkan yang selalu ia lihat dari senin ke senin lagi adalah salah satu dari tiga sahabat baiknya, kalau tidak, mungkin tas punggungnya ia lempar tepat ke ubun-ubun Gege.
“Ada apa gerangan, kawan?” sahut Cicin, sahabatnya yang duduk tepat di belakang bangku Ariana. “Cerita-cerita lah sini sama kami.”
“Cerita sama kalian malah nambah beban!”
“Lagi PMS, Bang?” Danang, satu-satunya cowok sahabat Ariana ikut masuk ke dalam pembicaraan.
“Berisik, bangsat, pusing gue!” Ariana menghela napas, ia terlihat lelah dan seperti tengah memikul beban yang berat. Biasanya, Ariana selalu hidup tanpa beban.
“Tidak ramah anak lisannya. Gue doain semoga harimu senin terus” Ariana tidak menanggapi candaan temannya, ia malah menunduk dan menenggelamkan wajah di lipatan tangannya.
Hingga waktu bel masuk berbunyi dan guru tiba di depan kelas, Ariana masih betah dengan posisinya.
“Itu, kamu yang mukanya standar ganda. Tolong goyangin badan temennya. Pastiin masih idup atau udah mati!” titah guru KKN dari Kampus Universitas Salam Sejahtera pada Gege. Ia belum mengenal anak-anak di kelas ini, karena baru saja masuk kemarin sore waktu sesi dua.
Semua murid saling berpandangan, karena tidak tahu siapa yang disebutkan oleh si guru KKN.
“Pak, muka standar ganda tuh yang kayak gimana?”
“Yang vibes mukanya negatif.”
“Bagus, dong, Pak. Kalau positif mah harus isoman.”
“Ye, salah. Kalau positif mah cuti hamil!”
“Lagian anak-anak sini emang negatif semua, Pak. Gak ada bagus-bagusnya.”
Bapak guru KKN mulai pusing dengan kelas yang lebih layak disebut taman margasatwa karena berisiknya melebihi pasar malam. Hingga akhirnya ia menunjuk Gege dan menyuruhnya untuk membangunkan Ariana.
Gege menggerutu dalam hati karena si bapak wajah shaming kepadanya. Tapi, karena ia penyabar dan baik hati juga tidak sombong, ia mengiyakan perintah guru KKN itu.
Dalam tiga kali goyangan, Ariana terbangun dari tidurnya.
—-----------
Sementara di bagian sekolah lainnya. Gita terlihat gelisah dan membuatnya tidak fokus pada penjelasan guru yang sedang mengajar di depan.
“Yey, Kenapa, Cyn? Mules, pengen berak?” tanya Ragil, teman sebangkunya yang badannya lentur kayak pensil inul. “Sini, Eyke anterin ke WC!”
Gita mencoba untuk tetap cool padahal badannya merinding disko gara-gara Ragil bertanya sambil mengelus-elus pahanya.
“Gil, aing lanang, Gil!” teriak Gita dalam hati. Matanya menatap ngeri cowok setengah yang jadi teman sebangkunya sambil mencoba menyingkirkan tangan lebar cowok itu yang kini mulai meremas pahanya.
Sebenarnya, Gita bisa saja teriak atau menggapar Ragil, tapi ia masih tetap menjaga image-nya sebagai cowok cool.
Tapi, ada hal lain yang membuat Gita gelisah daripada duduk di sebelah Ragil, yaitu kejadian adu mulut dengan Ariana, ia merasa sudah keterlaluan dengan ucapannya tadi yang menyebut Ariana sebagai “beban keluarga”.
“Ragil, kedepan!” Gita mengelus dadanya, bersyukur guru yang mengajar menyelamatkannya. “Tolong jawab pertanyaan yang Ibu tulis di depan.”
Sepeninggal Ragil yang berjalan ke depan kelas, Gita merogoh sesuatu dari kolong mejanya. Sebuah coklat Ratu Silver yang ia beli kemarin, tapi sayangnya sudah lumer gara-gara setelah membeli ia lupa memasukkannya ke dalam kulkas.
Dan coklat itu adalah awal dari prahara tadi pagi.
Begini ceritanya.
Ternyata, sudah sejak lama Gita menyimpan rasa pada Ariana. Seminggu tiga kali, ia pasti menyempatkan diri memberikan berbagai jenis coklat kepada Ariana, dari susu coklat, coklat batang, coklat berbentuk hati sampai sepucuk surat berwarna coklat pun sudah pernah ia berikan. Tapi tentu saja ia memberikannya diam-diam, dengan cara memasukkannya ke dalam loker milik Ariana.
Sialnya, tadi pagi ia lupa kalau kemarin sudah membeli coklat untuk Ariana. Saat di lorong lewat sedikit dari jajaran loker, ia berbalik, hendak memasukan coklat ke loker gadis pujaan hatinya. Tapi, karena terburu-buru takut ketahuan oleh Ariana, ia berlari dan akhirnya terjadilah tabrakan yang mengakibatkan adu mulut.
Karena terlalu asyik dengan pikirannya, Gita tidak sadar, sentuhannya pada coklat lumer tadi berubah menjadi remasan, hingga akhirnya ia merasakan lengket di tangannya.
“Ih, itu di tangan yey apaan, Cyn?” Ragil menatap jijik pada tangan Gita. “Yey cepirit, ya!”
“Ibu, Gita cepirit!” Teriakan Ragil membuat seisi kelas menatap Gita. Habis sudah, image Gita jatuh di tangan cowok setengah matang yang kini menutup hidung sambil menatap jijik ke arahnya.
Setelah mencuci tangan gara-gara coklat sialan tadi, Gita lebih memilih tidak kembali ke dalam kelas dan berdiam diri di kantin, rasa malunya sudah sampai ubun-ubun, sungguh hari yang sial untuknya.
“Bambang, ini pesenannya!” Bibi penjual Pop Ice dengan seenak jidatnya mengganti nama Gita menjadi Bambang.
“Makasih, Bi!” ucap Gita sambil menyerahkan uang berwarna biru pada si bibi.
“Ih, Sobari ini belum jam istirahat, Bibi belum ada kembalian.”
“Ya udah, ambil aja kembaliannya, Bi!” Si Bibi sumringah, padahal harga Pop Ice-nya cuman tiga ribu. Enggak apa-apa, bagi Gita lima puluh ribu itu receh.
“Aduh, makasih Badrun! Emang terbaik lah kamu mah. Love you pull pokkonya!”
Gita menggelengkan kepala, sambil mengelus dada dengan tangan kirinya. Ayah dan ibunya susah payah mencari nama untuknya sampai melaksanakan ritual tujuh hari tujuh malam, tapi si Bibi dengan lancar tanpa hambatan mengganti-ganti namanya.
Hari ini sudah tiga sesi ia merasakan kesal setengah mati. Namun, baru saja ia duduk di salah satu kursi kantin, ia melihat secercah cahaya surga mendekat dari arah WC menuju kantin. Gadis pujaan hatinya datang, dengan wajah yang segar seperti habis dibasuh oleh air degan.
Wajah segarnya berbanding terbalik dengan tubuhnya yang terlihat sempoyongan.
“Gue ikut tidur di sini. Kalau lo berani ganggu gue, besok pagi nama lo bakalan terukir di nisan!” ucap Ariana begitu tiba di hadapan Gita. Sebenarnya, bisa saja Ariana duduk di bangku lain yang kosong, tapi entah kenapa hati dan pikirannya mengarahkan kakinya untuk berjalan ke arah Gita.
Gita dengan gaya cool-nya mengangguk dan mempersilakan Ariana.
Lima menit berlalu, Pop Ice Gita sudah habis dan Ariana sudah berada di dunia mimpi. Dengkuran halus terdengar dari mulut Ariana, suaranya lembut, berbanding jauh dengan suaranya saat berbicara, ngegas dan tegas.
Gita tersenyum, melihat Ariana tertidur dengan nyenyak meski posisinya sangat tidak nyaman.
“Aduh, Ayang gue kecapean!” Batin Gita berbicara. Bibirnya membentuk senyuman, ia tidak menyangka kalau bisa melihat pujaan hatinya tertidur di hadapannya.
Secara tiba-tiba, tangan kanan Gita terulur dan mengelus puncak kepala Ariana. Hal kecil itu menyebabkan kehebohan besar di jagat media sosial SMA Sehat Sentosa. Seorang paparazi memotret kejadian itu dan dikirimkan ke akun SehatSentosaHSfess dengan caption “Kulkas 1000 Pintu dilelehkan Berandalan dari Surga”
Berbagai komentar positif, negatif, mendukung, menjelekkan, nge-kapal-kapal-in sampai yang jualan Netflix pun ada. Dari teman sekelas, guru hingga si Bibi kantin ikut berkomentar, meramaikan suasana.
Kehebohan di dunia maya itu sontak membuat ponsel Gita dan Ariana bergetar akibat notifikasi mention yang membludak.
“Ini hape gue belum sarapan atau gimana, tremor gini!” ucap Ariana sambil mengambil ponsel dari saku roknya lalu menyimpannya di atas meja.
“Lah, sama!” Gita pun menyimpan ponselnya yang terus bergetar ke atas meja.
Keduanya saling bertatapan, lalu dengan terburu-buru membuka ponsel mereka.
“Ini hape gue kenapa. Udah tremor, susah dibuka pula!”
“Ketuker, bego!”
“Lah, iya. Ternyata hape kita samaan.”
Setelah melihat kehebohan yang terjadi di dunia maya, Ariana lalu menarik Gita dan membawanya ke taman belakang sekolah.
“Lo ngapain, sih, anjir!” Gita panik, ia tidak menyangka kalau hal kecil yang ia perbuat akan menjadi besar.
“Ah, gue inget. Jangan-jangan!” Ariana melotot ke arah Gita. “Lo, lo yang suka masukin coklat ke loker gue, ‘kan!”
Gita masih diam, sekarang semuanya terbongkar. Ia takut, ia malu. “Ngaku deh, lo!”
“I-iya. Iya, gue ngaku, gue secret adsense lo!” Saking paniknya, Gita hingga salah menyebutkan istilah.
“Secret admirer, tolol!”
“Mulutnya!”
“Suka-suka gue!”
“Tidak ramah, bintang satu!”
Ariana menghela napas, “Lo udah tau bentukan gue kaya gini, mulut gue sampah, otak guen minus, akhlak gue negatif. Masih aja lo naksir sama gue, otak lo di simpen di mana, Abdul?!”
“Gita!”
“Iya, Gita. Otak lo di simpen di mana, sih?”
Gita menarik napas, ia merasa sudah waktunya untuk lebih jujur pada Ariana. Ia juga sebenarnya sudah lelah lama-lama memendam rasa ini.
“Gue suka sama lo ada apanya….”
“Apa adanya!” potong Ariana meralat ucapan Gita.
“Please, jangan potong dulu omongan gue.” Ariana mengangguk, dan membiarkan Gita menjelaskan semuanya secara detail. “Gue suka sama lo ada apanya. Gue suka kecantikan lo, keberanian lo, kekuatan lo, gue suka cewek yang independent kaya lo. Dan, lo tau, yang ngasih julukan ‘Berandalan dari Surga’ itu gue, Ariana, gue!”
“Kenapa?” Suara Ariana kini melembut, tidak seperti sebelum-sebelumnya saat berhadapan dengan Gita.
“Seperti yang gue bilang tadi. Lo cantik, ibaratkan bidadari dari surga, meski kelakuan lo lebih mirip setan daripada bidadari, tapi itu yang menarik di mata gue.”
“Dari kapan?” tanya Ariana lagi.
“Tahun lalu, waktu kita sekalas, dan gue jadi pengawas lo. Diam-diam gue selalu merhatiin lo, meski kita sering ribut, karena lo duluan yang selalu marah-marah gak jelas.”
“Gue risih, anjir. Diikutin cowok ke mana-mana, dipantau. Gue suka kebebasan!”
“Lo tau, kenapa gue kaya kulkas seribu pintu, apalagi saat menghadapi cewek-cewek?” Ariana mengangguk.
“Sudah pasti jawabannya, karena ada gue di hati lo.”
“Nah, itu tau!”
Hening, keduanya terdiam hingga suara bel pulang sesi satu berbunyi. Tapi, keduanya belum beranjak dari tempat mereka. Ariana dan Gita sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Hah, kenapa, Git. Kenapa?” Ariana mengacak-acak rambutnya frustasi.
“Kenapa apanya?”
“Maaf, ya. Kita enggak bisa jadi satu, Git.”
“Kenapa?” sekarang Gita yang bertanya kenapa.
“Kita beda, Git. Gu–”
“Gue bisa pindah server!”
“Bukan, bukan masalah server. Tuhan kita masih sama.”
“Terus, apanya yang beda, jenis kelamin?”
“Itu udah pasti, dodol! Kecuali lo belok. Sama si Ragil aja sono, adu pedang!” Dengan entengnya Ariana menampar kepala belakang Gita. “Status kita beda, Git. Gue … gue udah jadi istri orang.”
“Hah!” Gita tersentak kaget. “Lo kapan nikahnya, ‘kan masih sekolah.”
“Kemaren, ‘kan libur, Git. Weekend makanya gue bisa nikah.” Ucapan Ariana terdengar bercanda, tapi itu faktanya. Kenapa sejak pagi terlihat lemas juga seperti menanggung beban pikiran, itu karena kemarin ia dinikahkan paksa orang tuanya, dengan seorang CEO kaya raya.
Ariana tidak bisa menolak, karena sudah sering membebani orang tuanya. Ia ingin sekali saja berbakti kepada mereka, meski harus mengorbankan diri.
“Tapi ‘kan….”
“Gue udah dua kali enggak naik kelas, umur gue udah dua puluh.” Ariana berdiri dari duduknya saat merasakan ponselnya kembali bergetar, ada panggilan masuk ke dalam ponselnya. “Maaf, Git. Lo terlambat, kalau aja lo lebih berani kemarin-kemarin. Mungkin gue bisa nurunin ego dan belajar mencintai lo. Semoga, lo bisa nemuin cewek spek bidadari yang lebih dari gue.”
Ariana mengangkat panggilan telepon itu dan meninggalkan Gita, sendirian.
Ada sesal dari dalam diri Gita, seharusnya ia lebih berani mengungkapkan semuanya. Mungkin saja saat ini si Kulkas Seribu Pintu akan bersama si Berandalan dari Surga kalau saja ia tidak terlambat.
“Aduh, cyn. Eyke turut berduka cita, ya.” Secara tiba-tiba Ragil datang dang memeluk Gita. Ternyata, diam-diam ia mengikuti Gita sejak tuduhannya cepirit tadi dan berakhir dengan mendengarkan pembicaraan dua musuh besar SMA Sehat Sentosa ini.
“Sekarang, ijinin Eyke ngobatin patah hati yey. Mau kah yey jadi calon suami eyke?”
“Idih. Najis!”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top