Chapter 9
Normal POV
Arti.. yang kucari?
Akutagawa mempertanyakan apa maksud [Y/N] berkata seperti itu. Tidak menutup kemungkinan jika [Y/N] tahu sesuatu mengenai mentornya Akutagawa yang ternyata adalah mendiang ayahnya Dazai. Karena itulah ia berkata seperti itu.
Lalu dari tempat Akutagawa dan tempat masing-masing penonton, mereka melihat sang bidadari itu duduk di kursi piano dengan anggun dan rapi. Seolah-olah ia akan tumbang jika dihempaskan oleh angin musim panas yang membakar kulit, lalu diiringi oleh dengungan-dengungan serangga di musim panas.
Setelah duduk rapi, ia menarik napas panjang dan mengangkat tangannya ke udara. Jemari-jemarinya ia atur sedemikian rupa, lalu meletakkannya halus di atas tuts-tuts piano yang sudah tandai berbekal latihan yang terkejar oleh waktu.
Akutagawa berpikir, sebenarnya apa yang membuatnya memilih piano, dan kenapa ia begitu bekerja keras terhadapnya. Apakah yang ia inginkan?
Apakah sebuan pengakuan dari seseorang? Namun pengakuan dari siapakah yang ia inginkan? Apakah Dazai Osamu yang merupakan anak dari mendiang mentornya? Meski menjalin hubungan pertunangan dengan seorang pianis dan mendiang ayahnya adalah seorang pianis pula, hal itu tidak membuat Dazai mengerti sesuatu tentang piano dan musik.
Beberapa waktu setelah kematian ayahnya, Dazai menganggap jika musik tidak berarti apa-apa ketika seseorang mati. Bahkan, hal lain yang ia tekuni pun juga akan serupa. Hanya saja hal yang erat kaitannya dengan ayahnya tersebut adalah piano, lagu, dan musik.
Musik itu menenangkan, dan lagu menjadi salah satu pilar pendukung kehidupan yang beroda.
Dazai menyukainya. Akan tetapi, hatinya akan sakit, dan kepalanya akan berdenyut ketika melihat seseorang duduk di kursi piano dan memainkan sebuah lagu acak yang tidak ia kenal.
Maka demikian, jika pengakuan dari Dazai Osamu yang ia inginkan. Apakah yang akan Akutagawa lakukan setelah ia mendapatkan pengakuan dari Dazai?
Ia sudah mendapatkan yang ia inginkan. Maka piano sudah tidak berarti apa-apa lagi.
Kesampingkan keangkuhan dan arogansimu terhadap musik ... Apa yang sebenarnya aku inginkan?
Mengejutkan sekali jika seorang Akutagawa Ryuunosuke sudi untuk memikirkan hal sepele seperti ini, di tengah-tengah pertempuran permainan piano seseorang yang mengatakan perkataan membingungkan kepadanya yang lebih tua satu tahun darinya tersebut.
Perkataan Fyodor kemarin, pula perkataan Dazai beberapa waktu sebelumnya, mereka tidak sedang berbohong maupun membual. Mereka tahu megenai kehebatan [Y/N] dalam membuat aransemen yang khusus dari hatinya.
Lagu ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang memiliki emosi yang meluap kuat, dan ia membuat sepucuk surat untuk sang pujaan hati yang merupakan seorang anak dari keluarga berkecukupan. Ia mencintai gadis itu dari lubuk hati yang terdalam. Namun sayangnya, ia tidak punya cukup keberanian untuk mengatakan 'Aku mencintaimu' secara langsung dikarenakan rintangan-rintanganーterhalang restu orangtuaーyang muncul, berupaya tuk menghalangi mereka.
Jika mereka keras kepala, maka mereka tidak akan lagi melihat satu sama lain untuk selamanya; waktu yang lama. Jadilah sang pemuda harus mengalah, dan mengatakan kepada hatinya untuk menyerah saja. Mengungkapkannya secara samar-samar dan tertutupi bayangan adalah satu-satunya cara untuk memuaskan rasa candu melihat pujaan hati.
Tatkala tangan ini tak kuat menggapai, maka biarlah tulisan itu menjadi perantara lisan yang dimuntahkan oleh hati. Sang pemuda terus mengirimkannya surat hingga kotak suratnya penuh akan kata-kata manis yang klise dan tidak akan cukup untuk mengungkapkan semua emosi yang ada di hati si pemuda ketika ia memikirkan gadis tersebut.
Hal itu memakan waktu yang lama. Begitu banyak surat dan tulisan dan bunga mawar merah muda yang dikirimkannya, tetapi itu tidak kunjung terbalaskan. Orangtua si gadis cukup bebal, dan si gadis hanya bisa menuruti kemauan orangtuanyaーia membohongi hatinya.
Mawar merah muda yang layu, menandakan jika waktu-waktu yang berlalu adalah maju. Dunia ini, usia raga, semuanya semakin tua. Bertumbuh, unggul, lalu suatu hari akan lapuk.
Masih ada waktu. Pemuda itu memutuskan untuk menunggu sebentar lagi. Hingga, hari yang membuatnya terpuruk dan mengharapkan kematian membuatnya membunuh hati yang sudah ia persembahkan oleh gadis tersebut.
Dan mulai saat itu, keberadaan gadis yang bahkan tidak datang di acara pemakaman ayahnya itu, sudah hilang sepenuhnya dari hatinya. Dan ketika ia mulai dibimbing oleh junior ayahnya sewaktu masih di universitasーpria bersurai merah marun yang dulunya merupakan mahasiswa jurusan sastraーyang satu klub dengan ayah si pemuda itu memberikannya kebebasan dalam memilih.
Entah si pemuda ingin memperjuangkan kembali cintanya, atau mencari cinta yang baru.
Dan yang dipilih si pemuda adalah ...
"Sekarang, bahkan jika aku mati, tidak ada yang akan begitu berduka untuk melukai dirinya sendiri."
Hidup, terus maju, menemui yang baru, dan jadikannya satu untuk seumur hidup.
Lalu, ketika akhirnya apa yang tertinggal di sana adalah perasaan puas yang diisi oleh keheningan yang membuat takjub dan bulu kuduk yang berdiri, semua yang ada di sana terperanjat dan memberikan tepuk tangannya.
[Y/N] sudah sepatutnya senang, orang-orang menyukai penampilannya. Dengan begini, ia akan melaju ke grand final. Namun ia terus memperhatikan jari-jarinya yang berkedut. Dan baik Dazai, Fyodor, maupun Ran. Ketiganya menyadari hal yang terang-terangan tersebut.
.
.
Penampilan apapun yang ditampilkan setelah penampilan [Y/N], mayoritasnya menjadi penjelas kalau [Y/N] adalah pemenang yang pantas, ia adalah pemenang yang ditentukan. Namun Akutagawa yang tepat setelah penampilan [Y/N] adalah penampilan yang nyata, yang mampu berdiri di atas fakta [Y/N]. Bahkan fakta kalau Akutagawa lebih muda dari [Y/N] adalah kebenaran tentang bermunculannya pianis-pianis muda yang tak kalah hebatnya dengan pianis senior.
Aku harus berhadapan dengan pianis seperti itu di grand final?
"Ah, aku belum tentu masuk grand final, sih.." [Y/N] berkata dengan nada gemetar.
Sementara Ran masuk ke ruangan seraya mengucapkan umpatan. "Bullshit, hasilnya sudah keluar. Grand final-nya dilaksanakan jam empat sore nanti, supaya bisa sekalian pesta pora, katanya," kata Ran seraya melihat-lihat smartphone yang dilapisi casing hitam polos.
"Nee-chan, kuchi ga warui yo (Kakak, mulutmu kotor)."
"Kamu lolos ke grand final bersama Akutagawa, lho! Yang lebih penting, Kamu tidak ingin ada yang merebut Dazai darimu, kan?" ucap Ran.
"Aku apa-?" tanya Dazai.
"Oh astaga, diamlah," kata [Y/N].
Dazai masih memasang wajah kebingungannya. Entah dia sudah tahu dan berpura-pura lupa, atau sungguh-sungguh tidak tahu apapun, [Y/N] tidak akan menjelaskannya karena apa yang ia tuliskan di kertas nota itu berdasar fakta pada apa yang diceritakan oleh Dazai sendiri dalam keadaan sadar.
"[Y/N]ー"
"Tidak."
"A-aku belum mengatakan apapun, lho."
"Kita terhubung. Kamu tahu pikiranku, dan aku tahu pikiranmu. Oke?"
Dan di tengah-tengah percakapan itu, masih ada Ran yang ikut menghuni ruangan tersebut. "Aw, how sweet.."
"Shut the fuckー"
"Eits, saatnya tidur, principessa dei fiori (putri bunga)." Kini giliran Dazai untuk melancarkan aksinya.
Tangannya ia arahkan kepada [Y/N] yang sudah berada pada posisi nyamannya atau karena ia dan Ran memaksa [Y/N] untuk segera kembali ke ruangannya. Mau itu lolos grand final atau tidak, [Y/N] harus beristirahat supaya tidak membuat orang-orang panik dengan dirinya pingsan di tengah-tengah resital.
"... Bahasa apa itu?"
"Sudah dua minggu di Italia, dan belum mengerti bahasanya-?"
"Kau gila? Aku terkurung di sini, kerja rodi menyelesaikan aranー uhuk!"
Sudah tidak ada lagi kalimat untuk diselesaikan oleh [Y/N]. Kabar bagusnya, [Y/N] sudah mengganti kimononya dengan pakaian sehari-harinya, dan ketika ada setetes darah menetes ke tubuhnya, maka itu akan bisa diatasi. Mungkin?
"Aku rasa Kita harus ke rumah sakit, [Y/N]-chan. Kau tidak bisa begini terus."
Bidadari ini sendiri tidaklah sesempurna seperti yang dibayangkan. Nyatanya, ia hanyalah seorang manusia dengan sedikit sifat egois dan keras kepala, yang terus memaksakan kehendaknya atas tubuhnya sendiri hingga tubuhnya mulai tak kuat untuk mengiringi.
Jiwanya abadi, dan tidak akan pernah mati. Namun tidak dengan raganya yang terkikis oleh waktu.
"A-aku hanya perlu istirahat!" Kekerasan kepala tidak akan pernah mati.
"Kamu baru saja tersedak darah mimisanmu sendiri, jangan bodoh!" Dan kekerasan kepala tersebut bisa ditimpa dengan kekerasan kepala lainnya yang baik hati.
Apalagi jika itu antara [Y/N] dan Ran. Ran selalu menang ketika akhirnya [Y/N] sudah cukup lelah untuk berdebat dengan Ran yang mengoceh ini dan itu, tidak akan ada habisnya.
"Tinggal sedikit lagi..! Setelah itu, Kita akan pulang ke Jepang..."
"Ya. Sebentar lagi, Kita akan pulangー"
Ketukan pintu memotong pembicaraan. Dazai mengajukan dirinya untuk membuka pintu dan melihat siapakah gerangan yang melakukan, membiarkan Ran beristirahat saja bersama [Y/N]. "Biar aku saja."
Walau dalam keadaan sakit, [Y/N] masih mampu untuk wisata masa lalu, saat ia melihat Dazai yang terperanjat lalu berdiri tegak, kemudian menjauh darinya. Merasa déja vu, [Y/N] yakin kalau sebelumnya ia pernah mengalaminya beberapa kali.
Beberapa kali seperti saat ia kencan pertama dengan pria yang senyumannya seterang matahari tersebut, atau ketika hubungan mereka sudah mulai serius dan tinggal satu atap. Adalah ketika [Y/N] membuka mata, Dazai sudah ada di sana, menunggunya untuk bangun.
Agak mengerikan memang, tetapi apa yang bisa lebih baik dari kegiatan mengawali hari yang langsung disambut oleh kilau yang mentari titipkan kepada pria bersurai coklat tua ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top