Chapter 7.5
[Y/N] POV
Saat ini, aku kembali merasakan kehangatan yang meruntuhkan cahaya mentari nan membekukan napasku dengan sangat sempurna. Tampaknya, skenario yang sudah diaturnya untukku berjalan sesuai rencana.
Lengannya panjang dan lumayan kokoh. Dari lengan pakaian berwarna putih berbahan kain khusus yang melekat padanya, pemilik suara ini juga sudah mempersiapkan jasnya karena ia tahu kalau kompetisi ini merupakan ajang untuk menunjukkan kebesaran derajat dari masing-masing perwakilan para pianis.
Walaupun aku sangat mengenali suara ini, tetapi ada satu hal yang akan membuatku langsung mengenalinya meski ia langsung menyergapku dari belakang, meski di tengah-tengah kesunyian fajar.
"Kamu sudah ganti perban, Dazai-kun?"
"Sudah, Sayang."
"J-jangan terang-terangan begitu, nanti aku digosipi pianis lain."
Dazai-kun langsung terkekeh remeh, ia seakan tidak mempermasalahkan jika akan tersebar rumor tentang diriku. Dan jika apa yang sudah terjadi di hari itu sampai bocor, maka citra Dazai-kun bahkan aku juga akan memburuk. Minimal, ia harus jaga perkataan.
"Minggir, beri jalan!"
Oh, aku rasa aku tahu siapa yang baru saja datang agak terlambat ini. Begitu ia memasuki ruangan, kharismanya sebagai ketua komite sangat dahsyat. Dia pasti tidak bercanda dengan perkataannya yang mampu untuk menyingkirkan bagian-bagian dari keluarga besar Carter.
Sorot matanya dingin dan terpaku dari satu tempat ke tempat lainnya membuatku merinding. Pertanyaan, kenapa ia melihatiku sampai seperti itu?
Yah, walau begitu, dengan tibanya kedatangannya akan membuat kompetisi cepat dilaksanakan dan aku pun bisa pulang ke Jepang lebih cepat lalu beristirahat.
"Kamu cantik."
"Eh, ya? A-arigatou.." Dazai-kun ada di dekatku, apa ia jadi ikut merasakan dipelototi oleh ketua komite?
(Source: Pinterest)
Aneh tidak, ya, kalau aku mengenakan kimono di saat-saat kompetisi penting seperti ini? Sebenarnya aku sudah memikirkan untuk mengenakan gaun saja, tetapi karena terdesakーoleh otakku sendiriーaku langsung memutuskan untuk memakai kimono saja. Lagipula, kimono ini cukup bagus.
"Ran-nee yang membantuku memakaikannya."
"Aku juga bisa, kapan-kapanー"
"Dazai-kun, apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
Entah apa yang pria ini katakan, tetapi ia langsung diam saja dan berdiri menghadapku, lalu mengulurkan tangannya kepadaku. Apakah Dazai-kun memintaku untuk mengikutinya dan membicarakan hal yang membuatnya terus kepikiran?
Apapun itu, hatiku mengatakan untuk mengikutinya. Lantas, aku terdiam untuk beberap waktu. Ketua komite Dostoyevsky sudah memulai pidatonya di seberang sana, dan nomor urut tampilku ada di nomor hampir terakhir bersama dengan Akutagawa. Sepertinya, aku punya cukup waktu untuk berduaan di menit-menit yang cukup terbatas ini.
Ran-nee pun masih belum kembali, tidak ada salahnya untuk berbuat 'nakal' sedikit saja, kan?
.
.
"[Y/N]-chan.."
"Ada apa? Kau ini seperti Tanpopo-kun, tidak bisa aku mengerti."
Dazai-kun tidak berkata apapun lagi. Setelah ia menarikku ke balkon gedung yang disewa sepenuhnya oleh pihak komite yang membuat kami harus naik satu lantai menggunakan lift, agar kami bisa sampai ke tempat ini. Aku hanya bisa berharap agar Dazai-kun tidak melakukan perbuatan yang aneh-aneh.
Dan, ya. Dazai-kun tidak melakukan perbuatan yang aneh-aneh, justru ia melakukan perbuatan yang membuatku jadi semakin gemas kepadanya.
Tangannya yang mendekap pinggangku, sungguh kokoh dan kian mengerat. Dazai-kun benar-benar tidak ingin melepaskanku untuk sementara waktu, sementara ia membenamkan wajahnya di antara pundakku dan tubuhnya.
Sebelumnyaーsebelum kejadian ituーDazai-kun seringkali melakukan ini ketika ia sedang lelah, yakni ketika aku masih tinggal serumah dengannya. Lalu, yang biasa aku lakukan ketika Dazai sedang bersikap seperti ini adalah membalas pelukannya, mengusap kepalanya, dan mengelus lembut punggungnya.
"Benar-benar seperti Tanpopo-kun. Manja sekali."
"Aku merindukanmu, tahu.."
Kemudian Dazai-kun merenggangkan pelukannya. Ia mencoba menatapku dengan wajahnya yang ia tundukkan, seolah menganggap jika ia memiliki wajah yang tebal karena sudah berani datang ke sini setelah kejadian hari itu. Terlebih, ia membawaku lari di saat pianis lainnya sedang berlomba untuk menuangkan perasaan mereka ke lusinan tuts piano, dan mengesankan juri.
"Heiー"
Entah apa yang pria ini pikirkan, dan entah apa yang bisa aku harapkan dari pria iniーaku serius. Aku bingung untuk mendeskripsikannya, karena sudah lama tidak merasakannya, dan kejadiannya pun mendadak.
Ditambah ... Di bagian ruangan yang tertutupi oleh atap dan terlindungi bayangan; ambang balkon. Aku melihat si pianis Amerika yang berkelakuan seperti orang gila, berdiri mematung dengan wajah yang kaku. Apakah ini pertama kalinya ia melihat sepasang kekasih berciuman di tempat umum? Setauku, Amerika itu adalah negara yang bebas, kan? Harusnya ini hal yang lumrah untuknya. Apalagi jika ia sudah cukup umur, untuk apa ia memasang wajah seperti itu?
Setelah Dazai-kun melepas ciuman lembut tersebut, ia bertanya, "kenapa masih memanggilku Dazai?"
Aku tahu kemana pembicaraan ini akan mengarah. "... Akan kupikirkan lagi."
"Tidak bisa begitu, dong! Guna dari nama Osamu-ku itu, agar kamu bisa memanggilku seperti itu!"
"Wahh, mulus sekali gombalanmu, ya. Osamu?"
Seketika itu, wajahnya berbinar seakan keinginannya agar aku memanggil namanya telah terpuaskan. Meski begitu, tampaknya Dazai-kun masih belum terpuaskan. Ia memberikan isyarat berupa irisnya yang semakin melebar dan membulat seperti mata boba seekor kucing.
"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan? Kamu tidak sedang menghindari sesuatu, kan?"
Seketika itu, air mukanya langsung mengepul dan kembang-kempis seperti balon. "Tidak juga, tuh? Tapi,"
"Apa?"
"Kau demam, lho. Apa kau tidak apa-apa?"
Ah, terbongkarnya cepat sekali. Rupanya karena ini ia mengajakku kemari, ingin membicarakan hal ini berdua saja supaya tidak ada orang yang tahu kalau aku sedang sakit.
"Aku sudah minum obat dan vitamin. Kalau aku paksakan sedikit, pasti bisa."
"Kau selalu begitu. Karena inilah, aku jadi tidak menyukai kompetisi piano."
Dazai-kun berkata begitu, karena ia khawatir kepadaku. Ia juga merindukan ayahnya. "Kamu tahu aku. Aku selalu mencapai targetku, kalau aku paksakanー!"
"DASAR MEREPOTKAN!!" Dan inilah dia. Manajer kesayangan yang sekaligus merupakan kakakku, akhirnya bersikap seperti selayaknya seorang manajer sungguhan.
"Nee-sanー AAKH!"
Oh, tidak. Aku tarik kembali kata-kataku. Manajerku masih bersikap sebagaimana seorang kakak. Ia benar-benar seperti seorang kakak yang geram dengan adiknya, sehingga harus sedikit main tangan kepada Dazai-kunーbahkan Dazai-kun saja masih lebih muda setahun dari Ran-nee.
"Ran-nee.."
"APA?"
"T-TIDAK JADI!"
Namanya cantik, tapi kelakuannya agak tidak bisa terkontrol, baik dirinya sendiri maupun orang lain ... Apakah karena itu Ran-nee tidak kunjung mendapat pengakuan cinta dari seorang pria? Walau begitu, apakah sudah pasti Ran-nee akan menerima pengakuan tersebut?
Ran-nee terlalu pemilih. Ia menginginkan cinta, tapi di saat bersamaan terlalu malas untuk terlibat dalam suatu hubungan khusus.
"Kau sudah sekali menghancurkan hati adikku. Jangan kau hancurkan karirnya juga, dasar lelaki perusak." Lidahnya terlalu tajam untuk seorang wanita dengan nama yang anggun.
Namun, aku tidak bisa menyangkal yang satu ini.
"N-nahh.. Sampai kapan telingaku akan terus seperti ini..? Ini sakitー"
"[Y/N]-chwan~! Kalau kamu ingin masuk grand final, bukankah seharusnya kamu menunggu di belakang panggung?" Oh, Dazai-kun diabaikan begitu saja.
Aku bisa mengerti, wajahnya tampak miris sekaliーmeski ekspresinya agak sedikit dilebih-lebihkan.
"Penampilan sampai detik ini sudah sampai perwakilan Prancis. Kalau terlambat, kamu bisa didiskualifikasi^^."
"Baiklah, maaf merepotkanmu."
Tidak ada waktu untuk menjawab dengan lagak gugup. Lebih baik, iyakan saja apa yang dikatakan oleh manajer-nee ini, maka semua akan segera terbatas. Sekarang, aku hanya perlu mengurus orang yang jadi biang kepanikan Ran-nee atas kehilanganku dengan tidak atas sepengatahuannya.
"Dazaiー"
"Osamu." Keras kepala sekali?! Aku hanya ingin memintanya untuk ke tempat duduk penonton saja. Jadi ia bisa menontonku dengan jelas.
Oh, ingat-ingat lagi dengan apa yang tadi kamu katakan dalam hati, [Y/N]. Lakukan saja apa yang mereka mau, maka ini akan cepat selesai.
"O-Osamu.. Lebih baik kamu menunggu di kursi penonton saja, ya?"
"Baiklah, Sayang."
Ia tersenyum, seterang mentari di biru bumantara yang mengusir awan-awan dengan kilaunya yang dahsyat. Meski begitu, mentari ini tak kunjung pergi dan justru mendekat kepadaku. Tangannya meraih belakang kepalaku, dan ia pun mendekatkan wajahnya ke dahiku.
"Dengan senang hati aku akan menikmati lagu-lagu surga yang diciptakan oleh bidadariku yang cantik."
Mengecup lembut dahiku dan menepuk-nepuk pundakku beberapa kali. Kemudian, dengan senyum cerahnya yang masih ia pertahankan, ia melambai-lambaikan tanganku lalu berlalu pergi dengan jalan cepatnya agar bisa melihat penampilanku yang sudah dinantikannya.
"Harus disayangkan, kalau ternyata aku jadi nyamuk. Tapi, kita juga harus cepat, [Y/N]."
"Iya. Ayo, kak."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top