Chapter 4
Normal POV
Seorang arranger diharuskan memiliki keterampilan khusus dalam mengolah sebuah lirik dan lagu yang masih mentah apa adanya. Banyak sentuhan dan kerja keras yang harus diperlihatkan. Terlihat mudah, tapi mengaransemen lagu juga tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dalam kompetisi bergengsi seperti ini, pianis sekaligus arranger seperti [Y/N] diwajibkan memiliki banyak kekreatifan yang tiada taranya. Ia harus mengerahkan yang terbaik agar dapat membuat kerabat dan bahkan negaranya bangga.
Dan kalau pun ia tidak menang, [Y/N] akan berusaha untuk tidak berkecil hati karena perwakilan dari Jepang tidak hanya dirinya seorang. Perwakilan dari Jepang yang lainnya pula tak kalah hebatnya, bahkan prestasinya sudah lebih banyak dari [Y/N].
"ORANG-ORANG TOLOL!"
Pensil yang tadinya ada di genggaman [Y/N] itu pun menjadi korban pelampiasannya yang tanpa ampun. Pensil kayu beraroma alam terbelah jadi dua tatkala tenaga [Y/N] yang tak kira-kira dan kerasnya dinding menjadi rumus penyebab pensil tersebut patah seketika.
Ran terlibat dalam sebuah perdebatan yang berbuntut panjang dikarenakan ada seorang perwakilan dari Amerika yang mengatakan jikalau perwakilan Jepang yang unggul nan maju dalam berbagai bidang itu tidak sekalipun ada yang lolos masuk grand final dalam kompetisi piano selama 4 kali berturut-turut dalam periode per kompetisi adalah dua tahun sekali, apalagi memenangkan kompetisi tersebut.
Yang dengan kata lain, oknum perwakilan Amerika tersebut mengklaim bahwa perwakilan Jepang tidak selevel dengan perwakilan-perwakilan dari negara lainnya.
Sayangnya, Ran tersulut emosi dan akal sehatnya terbelenggu jauh begitu saja. Hatinya tak lagi mendeteksi kata damai maupun kata maaf karena sudah kelewat naik pitam. Yang pada saat-saat itu Ran mengingat momen-momen dimana [Y/N] berlatih dengan giat, tekun, dan sungguh-sungguh yang melebihi apapun.
Sungguh, dirinya akan mendaratkan bogeman mentah kepada siapapun yang tidak menghargai usaha orang lain. Meskipun ia tidak tahu usaha dari orang lain untuk menggapai keinginannya itu seperti apa, tapi titik tertinggi pada list manusia yang akan diblack listnya adalah mereka yang suka merendahkan orang lain serta buta akan kata menghargai.
"Ugh.. Ya Tuhan, masih ada saja orang yang memakai cara kotor seperti itu."
Ya, seperti kebanyakan badut lainnya. Tidak mau bersaing sehat karena takut tidak kebagian keuntungan, lalu menggunakan cara yang terlampau hinanya untuk mempermudah jalan. Jika mengaku memiliki bakat hebat, bolehlah diadu dan unjuk gigi. Kata-kata yang bagai ampas tidak akan membuktikan apapun.
Mulut dan kata-kata yang sia-sia sendiri tidak diperlukan dalam kompetisi piano, bahkan tidak akan ada yang mau menerimanya. Yang dibutuhkan hanyalah pengertian dan rasa sabar dalam mengaransemen setiap nada balok yang terukirkan dari pikiran ke hati.
Namun, bisa jadi usaha kerasnya selama ini akan jadi sia-sia dengan ulah dari Ran. Walau begitu, [Y/N] akan mencoba untuk tetap bersyukur dengan segala hal yang mungkin terjadi karena Ran memintanya untuk tetap tinggal di kamar dan fokus saja untuk menyelesaikan aransemennya. Sementara Ran yang akan mengurus semua kegiatan di luar yang sekiranya masih bisa ia lakukan sendiri sebagai seorang manajer, dan akan kembali kepada sembari membawa beberapa informasi yang dikabarkan.
Jadi, karena itulah [Y/N] tidak terlibat di dalam konflik tersebut.
Aku harus bersyukur.. Tapi, apa yang akan terjadi dengan kakak?
Maksud dari kekhawatiran [Y/N] adalah ia bisa saja didiskualifikasi hanya karena manajernya memukul perwakilan pianis Amerika yang disebabkan oleh provokasi.
Atau yang lebih buruk, kejadian ini bisa dibawa ke meja hijau.
Namun asap tidak akan mengepul jika tidak ada apinya. Ia hanya bisa berharap jika saja ada seseorang yang dapat memadamkan nyala api tersebut sehingga akar asap permasalahan pun sirna.
Masalah aransemennya yang belum selesai saja sudah menggundah-gulanakan jiwanya pada ambang skala batas wajar akal sehat dan kesehatan mental. Tubuhnya seakan makin lemas saja, gravitasi bumi sendiri tak mengenal kata ampun dengan terus menarik-narik apapun yang ada di sekelilingnya untuk terjatuh ke dasar bumi. Berposisikan untuk menjadi pribadi yang lebih rendah.
Kemudian [Y/N] berbaring pada luasnya lantai yang menyerap suhu sejuk guna menyegarkan pikirannya. Namun seketika hawa dingin lantai tersebut tergantikan dengan hangat dari tubuh [Y/N], yang kemudian beradu suhu dengan lantai dingin yang tidak seberapa besar dalam hal aduan kedua sisi yang bertolak belakang.
"Bagaimana ini, aku bingung. Apa yang bisa aku lakukan untuk kakak?"
Terima nasib, adalah dua kata yang akan [Y/N] rapalkan kuat-kuat jika dirinya memang benar didiskualifikasi. Namun jika tidak, dan perjalanannya untuk berjuang akan kembali berlanjut, ia bersumpah akan sungguh-sungguh dan kerja keras.
Sisanya tinggal Tuhan yang menentukan.
"Smartphone-nya masih belum aktif semenjak ia mengabariku tadi. Juga, tidak ada siapapun yang datang, bahkan kakak sekalipun. Mendadak aku merasa tidak berdaya dan tidak berguna."
Alasan kenapa [Y/N] tidak bergegas untuk menyusul Ran yang berada di ruang ketua komite dari penyelenggara kompetisi piano internasional tersebut adalah karena permintaan langsung dari perwakilan Jepang yang turut membantu Ran.
Ia dengan terang-terangan berkata, kalau [Y/N] datang ke sana maka [Y/N] hanya akan memperburuk keadaan, si perwakilan Amerika akan semakin mengolok-olok dan Ran pun semakin tersulut emosi.
Jika memang itu semua untuk membela Ran, maka [Y/N] mengiyakan untuk tidak meninggalkan ruangannya.
Karena itu [Y/N] bersikeras jika ia harus menang pada kompetisi internasional pertamanya sebagai bukti kesungguhannya. Kalau tidak, perjuangan orangtuanya yang banting tulang untuk menyekolahkannya di sekolah seni lalu Ran yang menjadi manajernya akan terbuang.
Tapi, ada satu orang penting yang belum sungguh-sungguh memberikan andil dalam impian besar [Y/N].
______________________________________
太宰治♡
・Halo juga, [Y/N]-chan. Maaf terlambat menjawab, aku sedang sibuk meeting konferensi dengan para translator multi-bahasa. Ah iya, bagaimana kabarmu di Italia?
______________________________________
Sama seperti [Y/N], Dazai mendedikasikan hidupnya untuk bahasaーalat komunikasi global yang ribuan macamnyaーkarena kecintaannya akan sastra.
Yah, [Y/N] dapat memakluminya juga. Ia sibuk dengan audisi, piano, resital di sana-sini, dan lainnya. Sementara Dazai sibuk berkutat dengan komputer dan tumpukan buku yang menutupi wujud daripada keberadaannya.
Tapi, Dazai membalas chat pada saat yang kurang tepat. [Y/N] masih enggan untuk bercerita tentang apa yang terjadi kepada Dazai, karena masih sungkan. Masalah Ran saja ia rahasiakan dari orangtuanya, apalagi dari Dazai.
Rasa sakit kepalanya jadi semakin tidak karuan.
Bunyi notifikasi chat kembali mengisi kekosongan pada ruangan karantina tersebut yang sedang dihuni oleh [Y/N] seorang. Penasaran, [Y/N] kembali melihat chat yang tertampil tanpa menekan ikon yang mengambang pada layar smartphonenya supaya tidak ketahuan kalau sudah dibaca olehnya.
______________________________________
太宰治♡
・Apakah selama di sana ... sedang terjadi sesuatu?
______________________________________
Kesal. Seolah Dazai bisa melakukan perjalanan astral sebagai roh yang tak berwadahkan tubuh asli dan terbang jauh-jauh, dari Yokohama ke Roma hanya dalam sekelebat mata lalu melakukan hal-hal yang tak senonoh kala [Y/N] sedang terlelap.
Membayangkannya saja sudah membuat [Y/N] geli sendiri. Lantas ia menekan sebuah tombol persegi panjang pendek yang kemudian menyebabkan layar smartphonenya menghitam dan memantulkan bayangan wajahnya yang berkerut karena rasa khawatir berlebih.
Lalu suara pintu terbuka tanpa ada bunyi bel pintu, pastinya yang berhak melakukan itu hanya [Y/N] dan Ran. [Y/N] bergegas mendekat ke arah pintu, sementara Ran menutup pintu dengan sangat halus dan minim tenaga. Bahkan sang pintu tidak ditutupnya serapat biasanya, yang kemungkinan suara mereka akan bocor meskipun ruangan tersebut sudah diberikan peredam suara.
"Kakak tidak apa-apa?! Apakah si orang Amerika itu balas memukul kakak? Aah.. Tapi, sepertinya tidak ada yang terluka, syukurlah. Terima kasih, Tuhan."
"[Y/N].. Maaf."
"... Eh? A-ada apa?"
"Posisimu memang masih aman dan tidak didiskualifikasi karena bantuan pihak perwakilan Jepang yang lain, tapi citramu jadi buruk gara-gara aku. Ini akan sangat berdampak untuk karirmu selanjutnya dan suatu saat nanti bisa muncul skandal gilaー! Ah, sumpah, rasanya aku bisa melakukan sesuatu yang sangat gila kapan saja. Maafkan aku.."
Usia tidak menjadikan alasan bagi seseorang untuk iya-tidaknya mengatakannya kata maaf. Bahkan jika tiap kata-katanya terlihat tidak sungguh-sungguh atau kekanak-kanakan, percayalah, mereka sungguh menyesal sehingga ingin menarik keluar jantungnya lalu mempersembahkannya sebagai permohonan maaf. Namun tatkala lidah berubah kelu kala hati bergetar akan rasa bingung yang lalu berujung kehabisan kata-kata dan tak tahu harus mengatakan apa selain merapalkan kata maaf sampai mulut mengeluarkan busa.
Jika itu yang terbaik, maka sampai seribu tahun pun mereka akan mengucapkan perkataan maaf yang sama, tidak peduli bahkan jika itu sampai sejuta kalinya.
"Aku tidak akan membela diri karena aku yang salah. Harusnya aku tahu kalau mereka hanya mencoba memancingku agar bisa menendang keluar dirimu dari kompetisi, tapi kenapa bajingan sekali sih?! Huhu.."
"Kakak.."
"Terima kasih karena telah melindungiku. Subete, arigatou.. Nee-chan (Untuk semuanya, terima kasih.. Kakak)."
Kalau kata-kata tak mampu untuk menjelaskan, mungkin pelukan akan menjadi pendukung agar sebuah permintaan maaf dan penerimaan kata maaf pun dapat diterima, yang lalu kedua belah pihak dapat bernapas dengan hati yang lega.
"Ryuunosuke-sanー"
Sebuah gerakan menengadahkan tangan yang disertai tanpa adanya suara yang keluar sedikitpun dari mulutnya, tanda untuk mengecilkan suaraーberbisikーatau diam secara senyap, sosok misterius yang hati lembutnya terhalang oleh rupa garang bak naga terbang yang membumi-hanguskan segala benda yang ada di bawahnya dengan api lahar panas.
Orang ini adalah ular naga yang menyemburkan berkah dan keselamatan menjadi hujan pada bumantara yang luas.
"Tapi, Ryuunosuke-san, kita masih harus bicara dengan orang Amerika itu," ucap sang manajer dengan suara yang berbisik, sesuai dengan arahan pianis yang ia bimbing.
"... Ya, baiklah. Ayo." Sosok pianis bersama manajernya yang membantu Ran yang juga perwakilan dari Jepang seperti [Y/N]. Pria ini bersurai natural black, lalu pada ujung-ujung rambutnya berwarna silver mendekati putih.
Sang anak naga terpandang yang terbang melintang di bawah langit, ia adalah Akutagawa Ryuunosuke.
"L-lalu, tolong jangan tiba-tiba menghilang seperti tadi, Ryuunosuke-san! Kenapa kau terus-terusan membuatku khawatir? Bagaimana aku akan berkata kepada adikmu kalau mendadak aku tidak bisa menemukanmu~?" Lalu sosok manajernya yang bersurai pirang yang menjadi lawan bicara setianya untuk setiap sifat dingin dan kaku Akutagawa.
"Urusai (Diamlah), Higuchi."
Lalu sehelai daun yang gugur dan terbang bebas bersama sang naga agung pada taman beratapkan langit biru, Higuchi Ichiyou.
"S-sumimasen.. (M-maaf..)."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top