Chapter 3
Author POV
Ibu kota Italia, Roma. Roma adalah sebuah kota dan komune khusus di Italia. Dengan 2,9 juta penduduk dalam wilayah seluas 1.285 km², Roma juga merupakan komune terpadat dan terbesar di negara tersebut serta kota terpadat keempat di Uni Eropa menurut jumlah populasi di dalam batas kota.
Dan di kota ini adalah tempat asrama karantinamu berada. Lebih tepatnya berada di pinggiran ibu kota dan berada di perbatasan pada kota seberang, yang jauh dari panggung besar unruk kompetisi piano yang ada di tengah-tengah kota.
Lalu, alasan penempatan asrama peserta perwakilan kompetisi berada di perbatasan ibu kota adalah dengan tujuan agar pengawalan dan pemantauan dapat dilakukan secara maksimal dan menyeluruh; penggemar fanatik sering datang secara tiba-tiba, bergerombol, dan sulit ditangani karena terlalu heboh.
Dan kini di salah satu ruangan asrama, melodi piano menjadi penguasa mutlak pada ruangan tersebut. Tidak ada sedikitpun keheningan yang diizinkan tuk berdiam diri di sana kala tiap-tiap melodi dari tuts piano yang kamu curahkan melalui jari-jari lentik dan terlatihmu itu menekan tiap tuts piano non-stop.
Seperti minimarket.
Sama sekali bukan candaan, kamu benar-benar tidak menghentikan latihan piano selama 14 jam berturut-turut. Sementara sisa waktu yang kamu manfaatkan berupaーsepuluh jam tersisaーdelapan jam waktu tidur dan dua jam waktu istirahat sekaligus meluangkan waktu untuk makan atau mengabari kerabatmu yang ada di Jepang.
Kamu mulai rutin mengaransemen lagumu yang harus selesaiーmaksimal satu hari sebelum kompetisiーtiap jam tujuh pagi sampai jam sembilan malam.
Meski sesekali permainan pianomu terhenti karena kamu mendapatkan secuil inspirasi, kamu mulai merasa jenuh dengan semua ini. Waktu berjalan terasa begitu lambat, tetapi sekaligus begitu cepat. Waktu karantina sudah melalui setengah perjalanan, 1 minggu lagi sampai kompetisi piano diselenggarakan. Sementara waktu terasa begitu singkat karena kamu belum bisa menyelesaikan lagumu, waktu juga terasa begitu lambat karena kamu menunggu saat-saat tampil di kompetisi nanti.
Kamu takut, apakah kamu bisa menyelesaikannya tepat waktu dan sesuai jadwal. Dan kamu juga takut saat-saat di mana kamu harus berdiri di atas panggung nanti. Panggung besar yang sangat menantikan dan menjadi saksi bisu aksi dari calon pemenang.
Namun, perlahan kamu pun berpikir dengan baik, bisa berdiri di panggung yang sama dengan para orang-orang hebatーpemenangーitu sudah bagus, 'kan?
Bahkan kakakmu menyebut dirimu sebagai 'manusia yang urat lelahnya sudah putus' karena bisa terus duduk di kursi piano sampai 14 jam berturut-turut.
Dan kamu terus memainkan melodi mengikuti not-not balok yang apa adanya hingga akhirnya kamu miss karena lelah. Itu membuatmu frustasi dan menekan tuts piano secara asal-asalan yang menciptakan suara sumbang dan tak beraturan.
Lalu hening, kamu membungkukkan punggungmu dan mengambil napas panjang yang jelas sekali terdengar sangat lelah walau hanya berasal dari satu tarikan napas panjang saja.
Mataku.. Panas.
"Oh, suara pianonya berhenti.." Ran mencoba menutup pintu selembut mungkin. "[Y/N], apa kamu sedang istirahat?"
Kamu menyeka air matamu dengan tergesa-gesa. "A-ah, hai kak. Bagaimana harimu?"
Ran meletakkan tas selempangnya di atas meja setelah sempat melirikmu untuk memuaskan penasaran dari hatinyaーia mencurigai sesuatuーlalu mendaratkan tubuhnya pada sofa lebar nan empuk. "Agak membingungkan, tapi masih bisa diatasi."
"Begitu.."
"Ada apa? Mulai jenuh, ya?"
Kamu pun menjawabnya dengan anggukan. Lalu Ran tersenyum manis dan lebar, ia kembali bangkit dengan tarikan napas yang berguna untuk mengisi ulang tenaganya.
"Akan kuambilkan mitarashi dango dan matcha, istirahatlah dulu."
Oh ya, apakah sebelumnya ada pernyataan kalau kamu tidak suka dengan makanan yang dibakar? Ya, itu jika makanan tersebut adalah makanan asin yang berat. Namun, jika hanya makanan manis berupa camilan seperti mitarashi dango, maka kamu masih bisa menerima itu. Sebaliknya, kamu justru mencintai makanan manis yang dibakar.
Ran pun melenggang pergi ke dapur, kembali menyibukkan dirinya dengan melimpahkan perhatiannya padamu sebagaimana seseorang yang menyebut atau disebut sebagai keluarga.
Saat karantina, apapun kebutuhan para peserta ditanggung sepenuhnya oleh panitia. Karena ini adalah kompetisi bergengsi, maka haruslah mereka bertanggung jawab atas para peserta.
"AKU LELAHH!!!"
"Ara ara~ rupanya urat lelahmu kembali tersambung, sejak kapan?"
"HUFTー aku ingin pulang.."
"Buuu, kok aku tidak didengarkan sih..?!"
Kamu tak lagi menanggapi Ran hingga giliran keheningan untuk tampil debut, menguasai tiap sudut ruangan dan melengserkan melodi-melodi yang tadinya berbunyi non-stop pada kamarmu itu. Keheningan ini juga memberikan sedikit bonus istirahat, khusus untuk kalian berdua.
Kamu sibuk pada penyelesaian lagu yang kamu yakini akan membuatmuーminimalーbisa masuk semi final, sementara Ran sibuk pada perdebatan dengan manajer dari peserta kompetisi lain yang seakan tidak mempunyai hal lain untuk diurus.
Dunia persaingan membuat berbagai belah pihak jadi kerepotan.
"Kamu boleh menghubunginya, kalau mau."
"Eh-? Eto.. Tidak usah. Aku masih belum mau."
"Nande~? (Kenapa~?)."
"... Hazukashii dakara (Aku malu)."
Ran tertawa sangat lepas, untung saja tiap-tiap kamar asrama sudah dipasangi oleh busa peredam khusus, bahkan pintunya juga demikian. Jadi suara yang masih bisa teredam tidak akan kedengaran dari luar dan bercampur dengan suara-suara lainnya.
"Jangan tertawa!!"
"Hahahaha, gomen gomen~ (maaf maaf~). Tapi, serius, kamu boleh menghubunginya kok."
Setelah beberapa saat tertegun malu, kamu beranjak dari kursi untuk meraih smartphone milikmu. Tenang saja, kakakmu sudah mengurus internet roaming milikmu, jadi kamu bisa menghubungi siapapun dengan mudah.
"Katanya tidak mau hubungi~"
"Diam."
"Ehe."
Tapi, apa yang harus kamu lakukan? Kalau kamu langsung menelpon Dazai, kamu merasa kalau itu sangatlah tidak tahu diriーsetelah semua yang terjadiーlalu kalau kamu mengirim chat lebih dulu, kamu juga takut kalau Dazai akan mengabaikan chatmu.
"Chat dulu saja, dibalas atau tidaknya belakangan."
Kamu bertindak sesuai dengan arahan dari Ran. Lantas kamu menekan ikon sebuah aplikasi chat, lalu menemukan kontak chat Dazai dengan mudah karena kamu telah menyematkan kontaknya.
Menelan ludah bulat-bulat sebagai bentuk dari rasa kegugupan dan keresahanmu yang membuat dirimu nyaris tersedak karena ludah sendiri. Kamu pun seringkali gelagapan ketika Ran menakut-nakutimu seraya membawa 6 tusuk mitarashi dango dan secangkir matcha untuk dirimu.
Lalu sedikit demi sedikit, huruf demi huruf mulai terangkai meski sesekali terjadi typo dikarenakan jari-jari yang mendadak tremor. Tiap-tiap huruf hiragana membentuk sebuah kata, lalu disampingnya terbentuk tiga buah kanji.
______________________________________
太宰 治♡
(Dazai Osamu♡)
You
こんにちは、太宰くん
(Halo, Dazai-kun)
______________________________________
Meski agak terlambat, tapi kamu menyadari satu hal. Yaitu, perbedaan waktu belahan bumi.
"Di sini kan Italia.. Yang berarti jam waktunya berbeda dengan Jepangー ah.."
"Ah, benar juga!" Ran langsung memasang pose berpikir; memegang dagu. "Jepang itu lebih dulu 7 jam ketimbang Roma; Italia. Kalau di sini jam 22:20, berarti di Jepang.."
Kamupun ikut menghitung, lalu berucap bersamaan dengan Ran, "hampir jam setengah enam pagi.."
"Dazai-kun itu punya jam tidur yang tidak teratur, jadi mungkin jam segini masih tidur atau malah barusan tidur..," katamu yang membongkar rahasia Dazai terang-terangan di depan calon kakak ipar Dazai.
Kamu yang tidak sabaran kembali mengecek chatmu dengan Dazai dan masih tidak ada tanda-tanda baru. Kecuali pada info terakhir dilihatnya Dazai, itu menunjukkan pukul 03:32ーpukul Jepang.
Larut sekali.. Bahkan itu sudah masuk subuh.
Kekhawatiran sepasang tunangan yang tertunda. Dipisahkan oleh jarak, tempat, bahkan waktu.
Kamu yang menyembunyikan wajahmu di antara lipatan tangan dengan perasaan jenuh diberikan pengertian oleh Ran akan kejenuhan dan gejolak emosi berlebih dalam dirimu, karena dirinya pun demikian juga pernah merasakannya barang sekali.
Lantas ia menepuk pundakmu guna memintamu untuk segera berlabuh pada pulau kapuk dan berpetualang pada alam mimpi. Kamu langsung mengiyakan dengan anggukan dan gerakan, berdiri dan mulai melangkah maju ke kamar tidur.
Menggenggam knop pintu yang dingin lalu masuk ke dalam kamar dan menutup kembali pintu yang seputih awan dengan sempurna.
"Oyasuminasai, Dazai-kun. Mata ashita. (Selamat tidur, Dazai-kun. Sampai jumpa besok)."
>0<
Aku ada kesempatan buat uwu gini gak sih.. ._.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top