Chapter 3: Semua Akan Baik-Baik Saja

Disclaimer: Shingeki no Kyojin punya Hajime Isayama-sensei, saya cuma pinjam chara-nya saja, sedangkan cerita ini saya yang punya :v

***

Author POV

Suara tangisan itu terdengar keras, membangunkan raven yang baru saja terlelap beberapa menit sebelumnya. "Eren..." Cicitnya pelan, berusaha menenangkan bayi yang menangis.

"Maaa!!..maaa!!....hiks," rintihan berubah menjadi teriakan, manik emerald indah itu terus menerus mengeluarkan air mata, membuat hati siapapun yang melihatnya akan serasa tercekik. Sentuhan halus dan suara menenangkan dari Levi tidak dihiraukannya, karena mahkluk kecil itu tau apa yang telah hilang dari kehidupannya.

"Eren...tenanglah..."

Untuk kesekian kalinya, sang raven mengambil bayi malang itu dan memeluknya seraya menepuk-nepuk punggungnya pelan. "Tenanglah.... Walau Carla tidak ada disini, aku akan selalu disampingmu... Aku janji..."

Cengkraman pada bahu lebar Levi mulai mengendur, menandakan bahwa bayi yang sebelumnya menangis kini terlelap kembali. Dengan hati-hati, pemuda itu meletakkan bayi kembali ke tempat tidurnya.

'Carla, kuharap kau bisa melihatnya.'

Rasa kantuk telah hilang tak bersisa, dengan lunglai sang raven berjalan menuju dapur. Dalam perjalanan, Levi melihat beberapa bingkai foto yang membuat hatinya sakit,

'Kuharap kau bisa melihat...kalau Eren sangat merindukanmu...'

Berbicara dengan orang mati, entah sejak kapan dia memulai kebiasaan itu.

Ya, terserah.

"Ahh... ada satu masalah, sialan..." Levi mencengkram kepalanya erat, merasakan denyut kelelahan dan sedikit kantuk—yang sayangnya dia tidak dapat melakukannya—membuat sang raven harus terpaksa duduk agar kembali tenang. Dia menghela nafas, "Dimana Carla menyembunyikan surat itu...? Dan memangnya surat itu benar-benar ada?? Arrgh, sial. Kepalaku sakit..."
.
.
.

Prang!—

Iris obsidian miliknya membulat, menyadari seberapa dekat keributan tadi. Dengan perlahan, Levi meninggalkan dapur dan beralih pada ruang tamu, 'Siapa...?'

Raven melangkah perlahan, berusaha tidak membuat suara sementara sang penyusup mencoba mengobrak-abrik seisi rumah.

'Dia tidak terlihat sedang ingin mencuri...'

Tongkat bisbol yang tadi siang baru saja ditemukannya di gudang menjadi senjata, iris kelam itu menajam, berusaha membidik sasaran yang sedang lengah.

'Sekarang!'

Brak!!!

Pukulan Levi terdengar sangat mengerikan, seketika penyusup itu tergeletak di lantai dengan dentuman keras, barang-barang yang dibawanya tadi jatuh berhamburan di lantai.

Beberapa adalah mainan baru dan perlengkapan bayi.

"Apa-apaan ini?"

Sang raven terkejut, namun berhasil menyembunyikannya dengan baik. Perlahan, sedikit menyodokkan tongkat bisbol—yang jika diteliti akan terlihat bekas darah— pada penyusup itu.

"Hei, jawab atau aku akan semakin menyiksamu. Kurasa kau tau jika aku tidak sedang keadaan senang sekarang..." Ucap raven itu dingin, kemudian menarik erat surai coklat milik sang penyusup. Pria itu bergetar mendengarnya.

"Ti-tidak!! Asal kau tau saja, disini kau yang sebenarnya penyusup!!! Menyingkir dariku!!!"

Kerutan di dahi Levi bertambah satu, pria dibawahnya mengancam dengan keadaan yang tak menguntungkan, bisa saja jika sang raven tidak sadar bahwa ada bayi yang mencoba tidur di lantai atas, dia pasti akan memukuli pria brengsek ini.

"Jawab saja babi." Tongkat bisbol diarahkan ke wajah penyusup, berusaha sebaik mungkin untuk tidak membuat keributan, walau pria ini tidak berpikir demikian. "Jika kau sampai membangunkan Ere—tunggu."

Cahaya rembulan yang menyusup dari sela tirai yang terbuka mulai menyinari sebagian siluet pria itu, Levi yang sebelumnya tidak dapat melihat wajahnya kini terpaku pada emerald yang berbalik menatapnya.

"Kau!"

Levi terhuyung, menatap dinding seraya berusaha menopang diri, sayangnya dia cukup terkejut sehingga kaki-kakinya tidak sanggup menahan berat dan berakhir merosot kebawah.

'Pria brengsek itu...'

Levi menggerakkan geliginya, teringat tentang cerita mengerikan dari teman lamanya mengenai ayah dari Eren sebenarnya.

"Levi-kun, lari!!"

Levi menegang, dengan nafas tertahan dia memaksa bangkit dan mendorong pria itu sekuat tenaga. Rupanya sang korban dalam keadaan lengah sehingga mudah bagi sang raven untuk berlari meninggalkannya.

"SIALAN! BERHENTI DISANA!!!"

Tangisan terdengar setelah teriakan itu, Levi berhasil sampai lebih dulu di kamar bayi dan segera menutup pintu rapat-rapat. Bayi yang menangis kini berada dipelukannya.

"Aaaa!! Aaaa!!" Teriakan mahkluk didekapannya tidak membantu, seseorang yang berbahaya diluar sana semakin ganas dalam menggedor pintu, dan Levi yang bingung sekaligus terkejut hanya bisa mengumpat lirih.

'Sial, aku tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi begitu cepat!'

Merogoh kantongnya, sang raven menyadari bahwa ponsel lipat di tangannya tidak bergeming sama sekali.

'Brengsek. Ponselku sudah lama mati dan kita terjebak dalam kamar sempit dengan orang yang bisa membunuh kami diluar sana!!'

Levi berdecih cukup keras.

'Oh, bagus. Aku jadi ingat bahwa tadi aku memukulnya cukup keras. Sempurna.'

Sementara berpikir—atau lebih baik dikatakan begitu—mahkluk kecil dalam pelukan menggeliat tak nyaman, manik emerald indah itu menatap polos pada sang raven yang terus bergumam, tangisan telah berhenti sejak kehangatan menyelimutinya.

"Iii?..." Eren memanggil, lalu puas saat akhirnya pemuda itu kembali menatapnya, manik obsidian bertabrakan dengan emerald. Keduanya diam untuk beberapa detik.

"Eren, tidak. Aku sama sekali tidak tau maksud ibumu yang menitipkan mu padaku. Tidak, sejujurnya aku bingung," kelopak matanya tertutup, sejenak dia memijat ringan batang hidungnya. " Asal kau tau saja pria diluar—ayahmu—adalah mafia, dan kini kita sedang berhadapan dengan pemimpinnya."

Ini yang bisa kita simpulkan; Carla, seorang teman lamanya, bertemu dengan orang paling berbahaya di kota—tidak, bahkan mungkin negara ini, dan menikah dengannya. Tidak tahan dengan apapun masalah mereka, wanita itu lari dan kembali ke kota tempatnya dilahirkan. Bertemu Levi dan membantunya dalam pekerjaan, kemudian memberikan Eren kecil padanya disaat-saat terakhir.

Semua jelas. Sayangnya dia menjelaskan semua itu didepan seorang bayi.

Tawa kecil dilontarkan sang bayi, menyadarkan raven tentang kebodohannya diwaktu genting. "Sial, setidaknya kau meresponku."

"BUKA!!! KAU TIDAK TAU DENGAN SIAPA KAU BERURUSAN, HAAHHH?!!"

'Percayalah kalau aku tau itu, Sir! Jadi berhenti membuat kepalaku pecah!' pikirnya seraya memandangi seisi ruangan. Apapun, setidaknya dia bisa membela diri atau keluar dari sini—

'Levi...'

Suara lagi, kali ini tidak seperti Carla, lebih mirip dengan—

"Mama...?"

Pemuda itu menoleh, kemudian mendapati ventilasi kecil yang cukup untuk tubuh ringkihnya, khas digunakan bagi pencuri semacamnya. Binar harapan muncul di manik kelamnya.

"Dengar Eren, kita akan selamat. Tidak peduli bagaimanapun caranya."

Hebatnya. Kali ini bayi itu mengerti, kemudian dia tersenyum cerah pada sang raven.

***

.
.
.
.

"...-san..."

Tirai dibuka lebar, pancaran sinar matahari menyebar dengan cepat memenuhi ruangan. Sang raven yang sebelumnya terlelap dalam bunga tidur mulai terganggu, sedangkan mahkluk kecil—walau tak sekecil sebelumnya—menarik-narik selimut biru langit miliknya, memaksanya untuk bangun.

"Levi-san!" Panggil anak itu lagi, kali ini dengan pipi menggembung lucu yang menghiasi wajah kesalnya. "Ini hari pertamaku ke TK, anda berjanji untuk mengantarkanku, kan? Levi-saan!"

Guncangan itu berlanjut, tapi sama sekali tidak ada yang merespon, mengingat yang bersangkutan hanya tidur 3 jam, tidak ada salahnya untuk melambatkan keberangkatan bukan?


...

'Oh.'

Mahkluk pengganggu itu sepertinya menyerah, terdengar dari suara pintu yang menutup keras, tapi anehnya kembali terbuka dan sesuatu yang dingin dijatuhkan padanya. Sang raven memekik kaget.

"ASTAGA, HANJI!!!" Aduhnya seraya menyingkirkan selimut dan bantal yang basah, sedang pelaku dan Eren hanya bisa cekikikan tanpa rasa bersalah. "Kalian ingin kubunuh, haaah?!?!"

Tawa nista dari sang pelaku, wanita itu memegangi perutnya yang sakit karena banyak tertawa, Levi memberikan deathglare terbaiknya namun percuma saja. "Oh, ayolah chibi. Ini hari pertama Eren masuk TK dan kau masih bergelung dalam selimut? Betapa kejamnya! Ya, kan Eren?"

Yang dipanggil menegang, mengangguk kemudian dengan cepat menggeleng. "A-aku tidak memihak siapapun! Levi-san jangan tatapi aku begitu!!" Ucapnya panik, berlari meninggalkan kamar, sepertinya menuju dapur.

Hening beberapa saat, wanita bersurai coklat itu berhenti tertawa dan berganti dengan raut wajah khawatir. "Ehm...terus terang aku datang lebih awal hari ini, karena aku tau kau baru menyelesaikan deadline untuk Minggu depan." Terangnya, mulai nyaman untuk duduk dipinggiran ranjang.

'Pantas saja...'

Sebenarnya Levi menyadari satu hal, yaitu tentang Eren yang sudah mengenakan seragam lengkap, itu artinya wanita disampingnya ini datang dan mengurus si kecil sementara sang raven masih terlelap dalam tidur. "Terimakasih, mata empat, kau sangat membantu—"

"Dan," Hanji menyela, membuat pria itu menatapnya. "Kau terus menggumamkan tentang 'Eren, Eren...' Selama kau tertidur." Senyum kecil dari temannya itu, "Hei chibi, ada masalah?"

"..." Levi diam, kemudian dengan sedikit keberatan dia akhirnya menjawab. "Hanya kenangan masa lalu, tidak perlu dipikirkan."

Wanita itu menggembungkan pipinya besar-besar, sama sekali tidak terlihat manis, karena itu Levi hampir muntah melihatnya. "Duuuh, padahal kau tau aku sangat menyayangimu chibi Levi-ku~~ Tapi kenapa tidak ingin bicara? Ah, terserahlah, toh wajah cemberutmu itu sudah dari lahir! Malas aku meladenimu terus."

.
.
.
.

"Levi-saaan! Hanji-saaan! Mikasa dan aku sudah siap, ayo kita berangkat!!"
"Eren, lebih baik kita berangkat sendiri daripada harus menunggu orang-orang dewasa yang lambat itu."

Sang Brunette merengut kesal, "Tapi ini hari pertama kita, sangat penting, itu yang kubaca dari buku panduan milik Erwin-san. Hei Mikasa, jangan-jangan kau ingin meninggalkanku dan Levi-san?"

Gadis kecil itu memucat, kemudian dengan cepat-cepat membantahnya. "Tidak Eren, aku hanya tidak sabar pergi denganmu—maksudku, dengan Hanji-san dan chibi-san."

"Eh? Kau juga memanggil Levi-san seperti itu?"
"Tidak Eren. Maksudku Levi-san."

"...." Anak itu hanya bisa speechless.

Suara pintu menutup menambah semangat, itu artinya Hanji dan Levi telah siap dan mereka dapat segera menuju sekolah barunya.

"Levi-san!!!" Teriak Eren senang, kemudian berlarian menuju arahnya dan bergelantungan di leher sang raven, manik seindah lautan itu berkilau semangat.

"Tenanglah bocah, kita tidak akan terlambat."
"Nee, nee~~ kira-kira bagaimana sekolah itu, Levi-san?"

Levi mengerutkan dahinya, manik obsidian itu menatap malas taman kecil didepan rumahnya. "Entahlah, aku tidak pernah sekolah sebelumnya."

"...."
"Ayo jalan."

Eren menunduk, membuat Levi yang sedari tadi menariknya harus berhenti. "Apa?"

"Maaf, Levi-san..." Cicit anak itu pelan.

...

"Ah! Levi-san?!" Eren memekik, tubuhnya diangkat di udara dan terlihat Mikasa serta Hanji yang menatapnya kaget. "Turunkan aku—"

"Eren."

Manik emerald itu menatap obsidian, keduanya seakan mencoba berkomunikasi secara batin, membuat mereka diam beberapa saat.

"Tak peduli apa yang terjadi padaku, asal kau tumbuh menjadi apa yang diinginkan Carla, aku baik-baik saja. Ingat itu."

...

Cairan bening mendesak untuk segera keluar, beberapa tetes—menjadi aliran dan Isak tangis mulai terdengar. "Padahal Levi-san...sudah melakukan banyak hal..."

"Haaah? Memangnya bocah sepertimu tau hal apa itu?"
"....."

Sang raven menghela nafas, kemudian menepuk pelan puncak kepala anak berusia 5 tahun itu. "Aku menjadi seperti ini berkat kau, sweetheart. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri, mengerti?"

Anggukan kecil, senyum cerah diarahkan pada sang raven. "Baik!!"

"Bagus, karena kita sudah terlambat."
"Ayo lari, Levi-san!"
"Hm."

'Huh, aku tidak pernah menyangka dia akan menjadi seperti ini, apa itu karena sifat Carla yang selalu khawatir?'

Seulas senyum tipis dari sang raven, ketiga orang didepannya saling berpegangan dengan gembira, tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa dia bisa sampai disini, ditempat asing namun aman, jauh dari kebisingan dan hiruk-pikuk kota lamanya.

.
.
.
.

Angin berhembus kencang, panas matahari menyengat kulit pucatnya, dan bau laut menyapa inderanya.

Sekali lagi, Levi tersenyum.

'Disini Eren akan terus tumbuh dan berubah menjadi pria dewasa suatu hari nanti.'

.
.
.

"Bicara soal berubah..."
.
.
.

'Kurasa, aku juga mulai berubah.'

Bersambung...

***

Hola!

Saya kembali, maaf untuk keterlambatannya (๑•﹏•)

Bicara tentang cerita, kali ini saya mencoba membuat alur maju-mundur cantik agar semakin menarik! #apanya?

Maaf jika kalian bingung, tapi saya akan menjelaskan semuanya secara perlahan dan (semoga) jelas. Terimakasih! (◍•ᴗ•◍)

Sudah, jika ingin menyampaikan saran dan kritik silahkan komen, kalau mau beri bintang juga boleh~ ¯\_( ͡° ͜ʖ ͡°)_/¯

Segini saja,


See you!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top