Warm and Cozy

Aira berjalan menyusuri koridor sekolahnya dengan wajah masam. Siswa yang sedang berlalu-lalang menatapnya keheranan. Aira yang berwajah lugu dan murah senyum, berubah menjadi menyeramkan. Tidak biasanya wajah Aira menakutkan seperti itu.

Biasanya, setiap tiba di sekolah, Aira pasti akan menaruh tasnya terlebih dahulu di kelasnya--XI MIA 3. Namun kali ini berbeda. Aira langsung menuju kelas XI MIA 4, tanpa berniat untuk menaruh tasnya di kelas sebelah.

Sebenarnya apa yang terjadi?

"Eh, Aira. Nyari Ra--"

"MANA RAVI?" potongnya. Putra--cowok yang tadi menegurnya seketika membeku di tempat mendengar suara menggelegar milik Aira.

"T-tuh." jawab Putra takut-takut sambil menunjuk ke arah pojokan kelas. Aira mengikuti arah jari Putra. Ia semakin naik darah melihat orang yang daritadi dicarinya justru asyik membaca komik.

Aira langsung melangkah mendekati laki-laki itu. Ditariknya komik yang sedang dibaca laki-laki itu dengan kasar.

Laki-laku itu menoleh. Mendapati pacarnya sedang berdiri dengan wajah kesal di depannya, ia justru tersenyum. "Eh, Aira, tumben pagi-pagi nyariin aku."

"LO NINGGALIN GUE! KATANYA MAU JEMPUT, TAPI TAUNYA LO UDAH DI KELAS DULUAN!"

Suara Aira terdengar menakutkan. Seluruh siswa XI MIA 4 langsung kabur dari lokasi kejadian. Meninggalkan dua sejoli yang tengah berdebat itu. Tak sedikit dari mereka yang justru mengintip dari balik jendela.

"Ih, Aira. Kok panggilnya lo-gue, sih? Kita, kan, udah pacaran. Pake aku-kamu, dong."

"GUE LAGI GA BECANDA, VI!" Aira semakin naik darah. "Untung tadi abang gue nawarin tumpangan, kalo enggak, mati membusuk gue nungguin lo dateng!"

Ravi tersenyum kecil. "Duduk, deh. Terus, lanjutin marah kamu. Enggak enak diliatin orang-orang, Ai."

Mau tak mau, Aira akhirnya duduk di samping Ravi. Ditumpahkannya segala kekesalan yang ia rasakan pada pacarnya itu. Ravi mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali tersenyum melihat ekspresi marah Aira yang terlihat lucu di matanya.

"Udah selesai?" tanya Ravi. Aira mengangguk. "Mau aku lanjutin lagi, hah?"

Ravi terkekeh. Digenggamnya jemari Aira dengan erat sambil menatap gadis itu.

"Maafin aku, ya. Ban motorku pecah, jadi aku nebeng sama tetanggaku. Maunya ngabarin kamu tapi enggak ada kuota sama pulsa. Sampe di sekolah, aku ke kelasmu, kamunya belum dateng. Aku langsung on pake wi-fi sekolah trus nge-chat kamu, deh. Pasti belum kamu baca, ya?"

Aira terdiam mendengarkan penjelasan Ravi. Ia mengecek ponselnya. Benar saja, ada banyak pesan masuk dari Ravi. Ditatapnya laki-laki itu dengan pandangan menyesal.

"Hey, it's okay. Muka kamu jangan ngenes gitu, dong."

"Maaf, Vi. Aku ga tau kamu udah kirim pesan. Aduh, jadi malu tadi udah marah-marah."

Ravi lalu merangkul pundak Aira, menariknya ke dalam pelukannya sambil mengacak-acak rambutnya pelan. "It's okay. Di mataku, mau kamu lagi marah kek, lagi kesel kek, bahkan lagi ngeden pun kamu tetep cantik. Hahaha."

"Garing, ah." Aira memukul dada Ravi pelan, kemudian tertawa mengingat kejadian tadi. Perlahan, tawa itu berganti menjadi senyuman hangat. Ya, berada di pelukan Ravi seperti ini terasa hangat dan nyaman. Ravi memang sering bersikap romantis, tetapi Ravi belum pernah seperti ini.

Kalau begitu, besok ia akan marah-marah lagi supaya dipeluk seperti ini.

"Segitu doang marahannya?" celetuk Putra dari depan kelas. Aira dan Ravi menoleh, kemudian sama-sama mengambil ancang-ancang untuk berteriak.

"PUTRA! GAUSAH GANGGU!" seru mereka serempak.

-----------

A/N : Heyho~ hueheheh /?

Sebenernya ini cerita buat event di grup kepenulisan (kalo ada liat cerita kayak gini dengan judul yang sama, berarti punya saya). Tapi, kalo dipikir-pikir, sayang juga kalo cuma buat event. Daripada mubazir, mending di-post deh jadi short story XD

Mau cuap-cuap apa lagi, ya? Kayaknya itu aja, deh. Yang baca, tinggalkan jejak yesss~

Salam ppyoong!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top