Canvas 14
Disclimer: Part dengan Jesslyn ditulis bersama dengan rorapo_
Jangan lupa vote dan komentarnya ya~
Josephine dan Jesslyn sudah janjian dan memutuskan bertemu di cafe dekat kampus Jesslyn. Adik kakak ini tidak akrab, namun Josephine entah kenapa ingin menghubungi adiknya itu. Selain ingin tahu kabarnya, Josephine juga tidak tahu ingin cerita ke siapa. Mereka kakak adik yang tidak akrab dan dekat.
"Kuliah lancar?" tanya Josephine dengan dengan wajah datarnya. Dia memperhatikan Jesslyn dengan seksama. Canggung dan aneh, itu atmosfer yang mereka rasakan saat ini.
Jesslyn menaikkan sebelah alisnya, menatap Josephine dengan terheran-heran. Tak biasanya kakaknya yang satu ini mengajaknya bertemu. Aneh.
"Lancar." Jesslyn menjawab acuh tak acuh, sambil membetulkan posisi duduknya untuk menampik kecanggungan.
"Jes, gue lagi ada sedikit masalah. Bingung mau cerita sama siapa," ucap Josephine setelah menimbang-nimbang beberapa waktu. Josephine hanya butuh teman untuk mendengarkan saja.
Dahi Jesslyn mengerut atas pertanyaan Josephine. Apa kakaknya itu lupa kalau selama ini mereka tidak dekat sama sekali? Lantas, apa ia terlihat peduli dengan segala masalah yang menimpa Josephine?
"Terus?" Sama seperti sebelumnya, Jesslyn terang-terangan menampakkan keengganannya dalam menanggapi Josephine.
"Jes kalau kita buat salah, udah minta maaf tapi nggak dimaafin gimana?" Tanya Josephine sambil menghela napas pelan.
Josephine sudah menebak bagaimana reaksi Jesslyn. Dia jadi menyesal bertemu dengan Jesslyn. Hanya membuang-buang waktu mereka saja.
Jesslyn diam sejenak, tampak memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Josephine. "Nggak usah ngemis. Yang penting lo udah ada usaha buat minta maaf," ucapnya, yang pada akhirnya benar-benar menanggapi sang kakak dengan sedikit keseriusan.
Josephine tersenyum getir. Salah dia meminta saran pada Jesslyn. Mereka terlahir dari bibit yang sama, sifat sudah pasti mirip. "Lo ada benarnya," gumam Josephine. Selama ini gengsi yang sama mereka tanam, saran yang keluar pun pasti sama.
Jesslyn tak memberi tanggapan apa pun, seolah tak lagi peduli dengan apa yang menimpa Josephine. Kini ia hanya fokus menghabiskan minuman yang sudah dipesan sebelumnya.
"Kalau lo ada urusan lain duluan aja. Makasih ya udah mau ketemu gue," ucap Josephine akhirnya. Dia melihat Jesslyn yang seperti tidak sabar ingin beranjak dari hadapannya. Terlihat sekali Jesslyn datang karena terpaksa.
Ucapan Josephine yang satu ini berhasil mengubah ekspresi Jesslyn. Senyum akhirnya hadir di sudut bibirnya. Memang ini yang ia tunggu-tunggu sedari tadi—menjauh sesegera mungkin dari kakaknya.
"Okay. Gue duluan." Hanya itulah kalimat yang Jesslyn utarakan pada Josephine sebelum ia bangkit berdiri dan meninggalkan sang kakak begitu saja.
Josephine tidak langsung beranjak dari café, dia memilih berdiam diri dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak ada yang berjalan lancar, begitulah pikir Josephine. Bahkan, dengan keluarganya pun dia tidak bisa bersikap dengan baik.
Satu jam, Josephine duduk di café sambil menggambar di buku sketch kecil yang memang selalu dibawanya. Josephine sedang membayangkan satu sosok yang selalu mengabaikan chat-nya. Siapa lagi jika bukan Galen.
Sosok Galen merupakan satu-satunya orang yang Josephine gambar. Dulu dia berkata bahwa dia tidak suka menggambar orang karena gambar dan kenyataan bisa saja berbeda. Kenyataannya, Josephine menggambar Galen terus menerus, sejak semalam dia sudah sibuk berkutat dengan siluet Galen yang tidak pernah selesai.
🌸🌸🌸
Ocis bernapas lega saat melihat Josephine masuk ke dalam apartemen. Dia sejak tadi berusaha menghubungi Josephine, sayangnya tidak ada jawaban. Ocis khawatir karena dia tahu belakangan ini mental pikiran Josephine sedang kacau.
Berbagai macam pikiran buruk sudah berkeliaran di otak Ocis. Dia sudah siap melapor polisi jika Josephine menghilang hingga malam. Ocis takut terjadi sesuatu dengan Josephine atau sahabatnya itu akan berpikiran pendek. Masalah yang dihadapi Josephine tidaklah main-main, karir Josephine juga merosot dan Ocis mengerti kenapa Josephine bisa sangat-sangat setres.
"Gue beresin apart lo, nggak papa kan?" tanya Ocis memastikan. Saat dia sampai, banyak lembar sketsa di lantai. Beberapa di antaranya siluet pria yang tidak selesai. Tanpa berpikir pun, Ocis tahu siapa yang digambar sahabatnya itu.
"Tumben," sahut Josephine.
"Lo habis dari mana?" Ocis membuka bungkusan yang berisi gorengan dan meletakkannya ke sebuah piring.
Josephine duduk di lesehan, tanpa alas. Ocis ikut menyusul dan memberikan sekaleng cola dingin. "Ketemu Jesslyn," kata Josephine.
Ocis menatap Josephine heran. "Ada angin apa?" Bagaimana Ocis tidak heran, selama ini Josephine tidak pernah bertemu saudarinya di luar kumpul keluarga atau karena hal mendesak.
Josephine mangerakkan bahunya pelan. "Tiba-tiba aja kemarin keingat Jesslyn," jawab Josephine sekenanya.
Melihat raut wajah Josephine yang biasa saja, Ocis dapat menebak tidak ada yang spesial dari pertemuan itu. Ocis tidak ingin membahas lebih lanjut mengenai pertemuan dengan Jesslyn, dia ingin mengatakan hal lain. Menurut Ocis, Josephine sudah diberikan waktu yang cukup untuk mengatasi setresnya.
"Kita harus segera persiapan untuk kurasi acara lelang amal di Thailand, nggak sampai sebulan lagi Jo," ungkap Ocis yang mengambil sepotong tahu bunting goreng.
Josephine setuju dengan Ocis. "Lagi pula, setelah acara amal ini. Gue kayaknya mau jalan-jalan sambil cari inspirasi, lama kayaknya," ucap Josephine memberitahu Ocis.
"Gue dipecat ya berarti," canda Ocis yang membuat Josephine tersenyum tipis. "Gue nggak boleh ikut?" tanya Ocis, dia rela mengikuti kemana pun Josephine, Ocis khawatir dengan Josephine yang sulit beradaptasi dengan orang baru.
"Gue mau pergi cari inspirasi, lo ikut, buyar inspirasi gue," kelakar Josephine yang tidak dapat dibantah oleh Ocis. "Masih rencana kok," lanjut Josephine.
Ocis mengangguk paham, dia tidak bisa menghentikan Josephine. Ocis hanya ingin Josephine lebih bisa mengekspresikan dirinya. Ocis tidak ingin Josephine yang terus memendam semuanya sendiri seperti saat ini, salah satunya adalah dengan membebaskan Josephine dengan pilihan yang membuatnya bahagia dan nyaman.
"Ingat ya! Walaupun belum terjadi, lo tetap aja nanti nggak boleh mabuk," peringat Ocis yang membuat Josephine tertawa pelan.
Sejenak Ocis tersenyum melihat tawa Josephine. Tawa yang sepertinya sudah lama tidak muncul. Josephine cantik, dia akan lebih terlihat cantik berkali-kali lipat saat tertawa bahagia seperti sekarang.
"Iya, akan gue ingat dengan baik," kata Josephine.
Ocis mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, sudah terlipat dan sedikit lecek. "Buat lo, gue susah dapatinnya," tutur Ocis.
Josephine meraih tiket yang diberikan Ocis. Tiket konser hari terakhir Galen. Tiket yang sudah sold out, entah bagaimana cara Ocis mendapatkannya. "Kok bisa?" tanya Josephine kaget.
"Ada deh, ntar lo ganti aja uangnya. Gue nggak bisa dapat dua, jadi lo sendirian nggak papakan?" jelas Ocis yang tentu saja diangguki Josephine dengan semangat.
Josephine memeluk Ocis, dia mengucapka terima kasih dengan tulus. Setelahnya, Ocis dan Josephine menghabiskan sore mereka dengan makan gorengan. Josephine mendengarkan cerita Ocis tetang bagaimana malam ketika mereka mabuk. Ada banyak cerita lucu yang dilontarkan Ocis. Semata-mata untuk menghibur Josephine.
🌸🌸🌸
Aku angkat tangan deh sama kakak beradik Sujatmiko ini. Josephine dan Jesslyn parah banget interaksinyaaa T.T
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top