Bab 37
3 bulan kemudian.
Jesslyn tampak memesona dalam balutan gaun silver yang elegan, menyentuh mata kaki dan memeluk tubuhnya dengan sempurna hingga menonjolkan lekukannya yang elok. Gaun tanpa lengan itu memperlihatkan bahu mulusnya. Sementara rambutnya yang digulung sedemikian rupa membuat leher jenjangnya ikut tereskpos pula.
Malam ini Jesslyn terlihat anggun sekaligus seksi.
Perfect.
Penampilannya yang seperti ini begitu lekat dengan kepribadiannya. Sangat Jesslyn sekali.
Malam ini Jesslyn tengah menghadiri acara resepsi pernikahan Arin dan Juan. Setelah melewati banyak lika-liku selama menjalin hubungan dengan sang kekasih, calon adik iparnya itu akhirnya berhasil naik ke pelaminan.
Bukannya terlampau percaya diri, tetapi kalau saja Jesslyn tidak memaksa masuk ke dalam hidup Arai, barangkali saat ini Arin masih harus berusaha keras untuk bisa mendapat restu dari kedua orang tuanya. Belum tentu pula Arin bisa menikah dalam waktu secepat ini.
Bagaimana pun juga, Jesslyn turut bahagia dengan pernikahan Arin. Gadis itu juga punya andil yang besar terhadap hubungannya dengan Arai. Kalau saja pada saat itu Arin tidak memaksa dirinya untuk menjadi kekasih Arai, Jesslyn mungkin tidak akan pernah merasakan kehangatan di tengah-tengah keluarga barunya ini.
Jesslyn memutar pandangannya ke samping ketika merasakan sebuah lengan melingkari pinggangnya. Senyumnya mengembang begitu menemukan Arai yang kini sudah berdiri di sisinya, merangkulnya dengan posesif.
Berbulan-bulan berlalu, Arai tidak lagi merasa canggung tiap kali menyentuh Jesslyn. Pria itu bahkan terang-terangan menunjukkan kepemilikannya terhadap Jesslyn di depan umum tanpa merasa malu—misalnya dengan cara merangkul atau menggandeng tangannya.
Kini, Arai bukan lagi sosok pria kaku seperti yang Jesslyn kenal di awal pertemuan mereka. Pria itu sudah banyak berkembang. Dan perkembangannya itu membuat Jesslyn yakin seratus persen jika Arai bukanlah penyuka sesama jenis.
“Kita kapan kayak gitu?” tanya Jesslyn, membuka percakapan di antara mereka. Netranya tertuju ke depan, mengamati Arin dan Juan yang sedang berfoto bersama tamu di atas pelaminan.
“Apa? Foto bareng pengantin?” Arai tentu saja tahu ke mana arah pembicaraan Jesslyn, tetapi ia sengaja menyakan hal tersebut untuk menggoda gadis itu.
Pandangan Jesslyn kembali beralih pada Arai. Senyum di wajahnya sudah lenyap, digantikan dengan raut cemberut dengan bibir yang maju beberapa senti. “Bukan, ih,” pungkasnya.
Berbulan-bulan berlalu, bukan hanya satu sifat Arai saja yang berubah, tetapi beberapa. Namun, satu perubahan menonjol yang sering membuat Jesslyn kesal adalah kemampuan Arai dalam menggoda. Pria itu kini mahir memancing reaksi Jesslyn di setiap kesempatan, seolah-olah melakukan pembalasan dendam karena di awal pertemuan mereka, Jesslyn-lah yang sering membuat Arai kesal.
Arai terkekeh kecil. “Apa, dong?” tanyanya, masih melanjutkan usahanya menggoda Jesslyn.
“Tahu, ah!” balas Jesslyn kesal.
Tawa Arai menggema di udara, kali ini lebih keras dan panjang. Ia memiringkan kepalanya ke satu sisi, menatap Jesslyn yang sengaja membuang muka darinya. Sisa tawa masih terlihat di sudut bibir Arai yang melengkung ke atas.
“Memangnya kalau aku ngajakin kamu nikah sekarang, kamu siap?” Sudah tidak ada lagi nada jenaka dalam suara Arai. Pertanyaan yang satu ini terdengar cukup serius.
Perubahan nada suara Arai sontak membuat Jesslyn kembali berpaling pada pria itu. Maniknya langsung bersirobok dengan Arai yang selalu menatapnya dengan hangat. Meski diucapkan dengan serius, ia masih bisa melihat senyum tipis di bibir pria itu.
“Belum, kan?” Arai kembali bertanya saat Jesslyn terlalu lama diam dan hanya memandanginya tanpa buka suara.
Jesslyn tak sadar jika otaknya terlalu lama mendiskusikan jawaban atas pertanyaan Arai sebelumnya. Namun, ia sudah punya jawaban yang pasti tiap kali mendapat pertanyaan serupa. Hanya saja, pikirannya masih terus mencoba mencari jawaban yang lain.
Pada akhirnya, Jesslyn hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan lanjutan Arai.
Jesslyn memang belum siap untuk menikah. Pertanyaan yang ia lontarkan pada Arai sebelumnya pun hanya ditujukan untuk sekadar basa-basi. Tak sangka akan berakhir cukup serius seperti ini.
Arai mengukir senyum lebar. Tangannya yang masih setia merangkul pinggang Jesslyn memberi usapan-usapan kecil di sana. “Kamu nggak perlu nanya kapan kita nikah. Semua keputusan ada di kamu. Kapan pun kamu siap untuk menikah, aku akan langsung menikahi kamu saat itu juga,” ucapnya, dengan kelembutan yang mengalun dalam suaranya.
Jesslyn sudah pernah mendengar kalimat itu dari mulut Arai, tetapi hatinya tetap bergetar tiap kali mendengarnya. Tanpa bisa menahan diri, bibirnya yang mengulum senyum tertahan menghiasi wajahnya yang bersemu merah, memperlihatkan dengan jelas sikap salah tingkahnya.
Bukan sekali dua kali mereka menyinggung soal pernikahan, dan Arai memang selalu menyerahkan keputusan akhir atas pembicaraan tersebut pada Jesslyn.
Arai tidak pernah memaksa. Baginya, menunggu hingga Jesslyn siap adalah hal yang paling penting. Lagipula, gadis itu masih harus fokus pada kuliahnya. Terasa begitu egois jika Arai memprioritaskan keinginannya sendiri. Saat ini, ia lebih memilih untuk memberi ruang pada Jesslyn agar fokus untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu.
•••
Selama tiga bulan terakhir, Jesslyn memulai hari-harinya dengan perasaan yang lebih bebas. Urusannya dengan Sani telah selesai. Gadis itu dideportasi dari Indonesia dan diadili di negara asalnya. Tidak akan ada yang mengganggu hidup Jesslyn dengan teror mengerikan lagi setelah ini.
Urusannya dengan Sani memang sudah selesai, tetapi Jesslyn tetap tidak akan lalai terhadap tanggung jawabnya. Ia akan tetap membiayai kehidupan Mira selama di rumah sakit jiwa—seperti yang selama ini ia lakukan. Dengan begitu, perlahan Jesslyn bisa sedikit merasa teringankan atas perasaan bersalahnya yang tak henti menghantuinya.
Sepertinya kehidupan Jesslyn akan mulai membaik setelah ini. Semenjak kehadiran Arai, entah kenapa ia merasa jika keberuntungan mulai berjalan mengikutinya. Pria itu seperti membawa warna baru dalam hidupnya.
“Kamu mau mampir dulu?” Pertanyaan itu terucap dari mulut Jesslyn ketika ia dan Arai baru saja tiba di depan unit apartemennya.
“Boleh, deh,” jawab Arai, sambil memperhatikan Jesslyn yang tengah memasukkan kombinasi angka sebagai akses masuk ke unitnya.
“Tapi aku udah ngantuk banget, sih,” kata Jesslyn, diakhiri dengan menguap lebar.
“Kamu langsung tidur aja. Aku mau numpang nonton TV di sini.”
Tangan Jesslyn sudah memegang knop pintu, tetapi sebelum mendorongnya, ia memilih menoleh ke arah Arai terlebih dahulu.
“Apa?” tanya Arai dengan alis terangkat, membalas tatapan intens Jesslyn dengan kebingungan.
Jesslyn hanya mendesah pelan, menggelengkan kepala. Ia sangat menyadari bahwa "menonton TV" yang dimaksud Arai hanya dijadikan sebagai alasan untuk bisa tinggal lebih lama. Padahal, pria itu juga memiliki TV di apartemennya sendiri.
Setelah berada di dalam, Jesslyn bergegas masuk ke kamarnya. Ia harus membersihkan wajahnya dari polesan makeup yang cukup tebal sebelum tidur. Sedangkan Arai mengambil duduk di ruang tengah, langsung menghidupkan TV dan mencari saluran yang sedang menayangkan pertandingan bola.
Kurang lebih satu jam Jesslyn habiskan untuk membersihkan diri. Berulang kali ia menguap lebar, diserang kantuk yang tak kunjung henti. Gaun pestanya kini telah berganti menjadi piyama, tanda bahwa dirinya siap untuk terlelap dan berkelana di alam mimpi. Namun, ingatannya kembali pada Arai yang masih berada di apartemennya. Ia belum mendengar pria itu berpamitan.
Dengan langkah yang sedikit terhuyung, Jesslyn keluar dari kamarnya. Meski kelopak matanya terasa berat dan sulit untuk dibuka sepenuhnya, ia tetap berderap menghampiri sang kekasih.
Maniknya langsung menangkap keberadaan Arai di ruang tengah. Televisi masih menyala, tetapi yang menonton sudah jatuh terlelap. Dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada, Arai tampak bersandar nyaman pada kepala sofa. Matanya terpejam, dan ketika Jesslyn mendekat, ia bisa mendengar dengkuran halus dari pria itu.
Pemandangan Arai yang sudah terlelap lebih dulu tak urung membuat senyum tipis menghiasi bibir Jesslyn. Padahal, sepanjang perjalanan pulang tadi, dirinyalah yang terus mengeluhkan rasa kantuk.
Arai yang tampak kelelahan membuat Jesslyn merasa tak tega untuk membangunkannya. Alhasil, Jesslyn bergegas kembali menuju kamarnya hanya untuk mengambil selimut. Namun, selimut itu bukan hanya digunakan untuk menutupi tubuh Arai, Jesslyn juga ikut duduk di sebelah pria itu dan bergelung di bawah selimut yang sama, menikmati kehangatan di sampingnya.
Pergerakan Jesslyn yang cukup banyak rupanya mengusik tidur Arai. Ia merasakan pria itu bergerak pelan sebelum menjatuhkan matanya yang tampak sayu ke wajah Jesslyn yang sedang mendongak.
“Lanjut tidur aja. Aku temenin,” bisik Jesslyn, yang kemudian meringis pelan, merasa tak enak hati karena telah membangunkan Arai tanpa sengaja.
Arai mendengkus geli. Bibirnya menghadirkan senyum simpul di antara wajahnya yang tampak mengantuk. Ia lantas menarik satu tangannya sebelum digunakan untuk merangkul pundak Jesslyn, mendorong gadis itu dengan lembut agar semakin merapat padanya.
“Selamat malam,” ucap Arai dengan suaranya yang sedikit serak. Ia juga membubuhi kecupan panjang di puncak kepala Jesslyn, dilanjutkan dengan usapan-usapan kecil di rambut gadis itu.
Senyum Jesslyn merekah lebar seiring dengan kedua tangannya yang digunakan untuk memeluk Arai. Kepalanya ia sandarkan di dada bidang pria itu, mencari posisi ternyaman di sana. Kedua matanya perlahan tertutup, dan ia mulai memasuki alam bawah sadarnya masih dengan senyum yang bertengger di bibirnya.
Bersama Arai, Jesslyn tidak lagi merasa takut akan mimpi buruk yang pernah menghantui. Pria itu bagaikan pelindung dari mimpi-mimpi kelam yang selalu mengusiknya. Kini, Jesslyn bebas berlayar dalam mimpi-mimpi indahnya tanpa rasa takut akan bayangan hitam yang selama ini terus mengikutinya.
- THE END -
Hai hai!
Bab ini akan menjadi akhir dari perjalanan cinta Jesslyn dan Arai🥳❤
Cerita ini udah berumur kurang lebih 2 tahun sejak pertama kali dipublikasikan. Maaf banget karena kalian harus nunggu selama itu untuk ketemu sama kata "ending".
Aku juga minta maaf banget kalo cerita ini banyak kekurangannya. Ini adalah kolaborasi pertamaku dengan penulis hebat lainnya, dan mohon pengertiannya kalo cerita ini masih banyak kurangnya🥺🙏
Tapi yang terpenting bagiku, akhirnya aku bisa menyelesaikan (lagi) tulisan yang udah aku mulai bagaimanapun hasilnya. Dan makasih bangeeeettt untuk temen-temen pembaca yang udah setia ngikutin kisahnya Jesslyn dan Arai. Sayang banget banget pokoknya😚😍
Oh iya, jangan lupa mampir ke cerita warisan lainnya, ya. Bisa dibaca di akun lyanchan azizahazeha dan anothermissjo🤗
Kita ketemu lagi di tulisan-tulisanku yang lain ya, man-teman. See ya❤🌻
2 Juni, 2024
Follow aku di
Instagram: rorapo
Innovel/Dreame: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top