Bab 19

Sesuai dengan rencananya kemarin, Arai memang akan kembali menjenguk Jesslyn hari ini. Sepulang kerja, ia tak lagi mampir ke apartemennya. Langkahnya langsung membawanya ke lantai di mana unit apartemen Jesslyn berada.

Beberapa opsi alibi pun sudah disiapkannya. Jaga-jaga kalau Jesslyn bertanya tentang kedatangannya. Arai masih enggan memberi tahu bahwa kehadirannya murni untuk mengecek kondisi gadis itu. Ia tak mau Jesslyn jadi salah sangka padanya.

Namun, apa yang kini terjadi dengan Jesslyn sungguh di luar ekspektasinya. Ia menemukan Jesslyn yang tengah berlari ketakutan di lorong lantai dua belas. Entah apa yang sedang terjadi pada gadis itu. Yang jelas, kondisi Jesslyn hari ini lebih parah dari kemarin. Dan itu membuatnya ikut cemas.

Saat ini, Jesslyn sudah berada di apartemen Arai. Tadinya ia hendak mengajak gadis itu untuk kembali ke apartemennya dan berusaha untuk menenangkannya, tetapi Jesslyn memohon padanya untuk membawanya pergi dari sini.

Arai sangat penasaran dengan apa yang menimpa Jesslyn. Selain itu, ia juga tak mendapati kehadiran Orin yang sejak kemarin menginap di apartemen gadis itu.

Jesslyn sepertinya sendirian.

“Minum dulu.” Arai baru kembali dari dapur dengan segelas air mineral yang kini disodorkannya pada Jesslyn.

Jesslyn mendongak, menatap Arai yang memang masih dalam posisi berdiri. Lantas, ia menerima gelas tersebut dengan kedua tangannya yang gemetar sebelum meminumnya perlahan.

Arai mengambil posisi duduk di sebelah Jesslyn. Cukup dekat. Memerhatikan gadis itu yang masih tampak ketakutan. Barangkali ini adalah ketiga kalinya Arai menyaksikan wajah ketakutan yang diekspresikan oleh Jesslyn. Dan ini adalah yang terparah.

Dalam pandangan Arai, Jesslyn kini terlihat begitu kacau. Rambutnya berantakan. Bajunya nyaris basah oleh keringat. Wajahnya pucat pasi dan dipenuhi oleh bekas air mata.

Saat netra Arai turun ke bawah, ia malah mendapati luka di satu lutut Jesslyn. Darahnya sudah mengering dan pinggirannya dipenuhi oleh memar kebiruan. Arai sampai memejam sejenak tatkala membayangkan situasi mengerikan apa yang Jesslyn alami malam ini.

Arai kembali berdiri saat Jesslyn sudah menandaskan satu gelas penuh air mineral. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil kotak P3K yang tersimpan di sana.

Saat kembali, ia menemukan Jesslyn yang tengah membetulkan rambutnya yang berantakan. Juga tak lupa mengelap wajahnya dengan beberapa helai tisu.

Arai meletakkan kotak P3K-nya di atas meja setelah membukanya, lalu mengambil posisi berlutut di hadapan Jesslyn. Hal itu tak pelak membuat perhatian Jesslyn tertuju padanya walau gadis itu tetap diam.

Tanpa banyak bicara, Arai mulai membersihkan luka Jesslyn terlebih dahulu. Saat Jesslyn meringis kesakitan, ia berinisiatif untuk meniupnya, berharap hal itu bisa mengurangi rasa sakit yang gadis itu tanggung.

Tidak butuh waktu lama bagi Arai untuk mengobati luka Jesslyn. Ia sudah terlatih dengan hal-hal seperti ini. Perban yang ditempel di lutut gadis itu pun menjadi penutup kegiatannya.

Manakala pandangan Arai naik ke atas, ia malah mendapati Jesslyn yang kembali menangis. Kepalanya menunduk dengan sebelah tangan yang membekap mulutnya untuk menahan isakannya. Kedua bahunya pun ikut bergetar hebat.

Pupil Arai sempat membesar, tetapi ia buru-buru kembali mengambil posisi duduk di sebelah Jesslyn. Tanpa tedeng aling, ia langsung menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Usapannya pun bergerak di sepanjang punggung Jesslyn, berusaha untuk menenangkannya.

“Aku takut,” cicit Jesslyn di sela-sela isakannya. Dalam dekapan Arai, ia malah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

“Kamu aman di sini,” bisik Arai dengan suara yang begitu lembut, yang bahkan belum pernah ia tunjukkan pada Jesslyn.

•••

Jesslyn meringis pelan saat ia membuka kedua matanya. Rasa pusing langsung menjalar di sekitar kepalanya begitu ia kembali dari alam mimpi. Ia mengerjap perlahan sebelum matanya benar-benar terbuka.

Maniknya mengelilingi seluruh ruangan yang tampak dalam pandangannya. Kebingungan pun merayap dalam benaknya ketika menyadari bahwa tempat ini terlihat sangat asing baginya. Mulai dari cat dinding sampai interior yang ada di dalamnya, Jesslyn tak merasa pernah berada di sini sebelumnya.

Meski kepalanya terasa seperti sedang dipukuli oleh benda tumpul, Jesslyn memaksakan diri untuk bangkit dari posisi tidur. Segera ia melompat dari atas ranjang dan bersiap untuk keluar.

Kamar yang terasa asing ini entah milik siapa. Otomatis Jesslyn menjadi waswas. Alarm pertanda bahaya pun terus-terusan berbunyi dalam kepalanya, menyuruhnya untuk kabur secepat mungkin.

Saat langkahnya hampir mencapai pintu, ia menemukan Arai yang baru memasuki kamar ini dengan pandangan bingung. Jesslyn sontak mengerem langkahnya dan menatap Arai dengan penuh kelegaan.

Ternyata Jesslyn masih berada di apartemen Arai. Sepertinya ia ketiduran saat menangis tadi, sehingga pria itu memindahkannya ke kamar ini.

Syukurlah.

“Kamu kenapa? Ada apa?” Arai yang tadi sempat berhenti karena kaget melihat Jesslyn yang panik, kini kembali melanjutkan langkahnya dengan cepat hingga tiba di hadapan gadis itu.

Jesslyn mengembuskan napas panjang sembari memejam sejenak. Ia pun berusaha mengatur napasnya yang masih terdengar ngos-ngosan.

Kepalanya menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan Arai. Matanya pun sudah kembali terbuka. Jesslyn lantas berucap, “Saya nggak papa, Pak. Saya cuma panik karena kamar ini terasa asing untuk saya,” jelasnya.

Arai menghela napas lega sembari menganguk-anggukan kepalanya. “Kamu udah makan malam belum?”

Jesslyn menggigit bibir bawahnya dan menggeleng.

Saat melihat jam dinding, ia mendapati waktu sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Jesslyn memang belum menyantap makan malam sama sekali. Dan dalam kondisi seperti ini, ia tak berselera untuk menyantap apa pun.

“Saya masih punya nasi dan beberapa lauk. Ayo, makan dulu,” ajak Arai.

“Tapi saya nggak laper, Pak.”

“Kamu harus tetap makan.” Terselip sedikit nada paksaan dalam suara Arai. Dan ia pun langsung menggandeng tangan Jesslyn sebelum gadis itu kembali menolaknya.

“Pak, tapi saya pengin ke apartemen saya dulu. Handphone saya ketinggalan di sana.” Jesslyn mencoba menahan Arai walau kedua kakinya tetap melangkah mengikuti pria itu.

“Nanti aja. Kamu harus makan dulu.”

Karena usahanya tak membuahkan hasil, Jesslyn pun terpaksa menghentikan langkahnya dan menarik lengan Arai. Ia kemudian mendongak untuk menatap Arai yang kini sudah berhenti melangkah dan menaruh perhatiannya padanya.

“Pak, please! Saya mau ngabarin Orin. Dia pasti nyariin saya.” Jesslyn memohon. Ia hanya tak ingin membuat Orin mencemaskan kondisinya bila ia tak memberi kabar.

Arai diam sesaat, seolah sedang berpikir. Tetapi kemudian kepalanya membuat anggukan, menyetujui permintaan Jesslyn yang satu itu.

“Setelah ini kamu harus makan,” ucap Arai sebagai ultimatum terakhirnya.

Jesslyn hanya mengangguk singkat dengan seutas senyum tipis yang hadir dalam bibirnya.

Arai yang tetap menggandeng Jesslyn pun memutar langkahnya. Dan sepanjang perjalanan menuju unit apartemen Jesslyn, Arai tak sekalipun melepas genggamannya di tangan gadis itu.

•••

Halo! Maafin aku baru update sekarang ya, guys😭😭

Semoga kalian nggak bosen nungguin aku update. Jangan pada kabur dulu pokoknya😋

Semoga kita bisa ketemu lagi secepatnya! Jangan lupa ramein Bab ini, ya. Luv luv❤💋

15 April, 2023

Follow aku di
Instagram: rorapo
Innovel/Dreame: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top