Bab 14
Sejak awal, Jesslyn memang memprediksi jika Arai berasal dari keluarga yang cukup kaya. Terlihat dari barang-barang serba mahal yang dipakainya, seperti halnya mobil, jam tangan, sepatu, dan yang lainnya. Namun, Jesslyn sungguh tak menyangka jika keluarga Arai sekaya ini.
Wisnu adalah pemilik perusahaan konsultan IT yang namanya sudah dikenal di mana-mana. Bahkan, di perusahaan itulah Jesslyn dan beberapa temannya nantinya hendak melaksanakan kegiatan PKL. Bukan hanya itu saja, Julia rupanya juga merupakan rektor di kampusnya.
Jesslyn tadi sempat merasa begitu bodoh dan ingin menenggelamkan dirinya ke dasar laut saat ia tak mengetahui bahwa Julia adalah rektor di kampusnya. Inilah efek dari Jesslyn yang kuliah dengan ogah-ogahan. Syukurlah Julia tidak ilfeel padanya dan hanya tertawa kecil memakluminya.
Seharusnya Jesslyn melakukan riset terlebih dahulu sebelum mendekati Arai. Kalau kejadiannya seperti tadi, ia jadi malu sendiri. Juga merasa tak enak hati pada Julia.
Duh! Nggak lagi-lagi, deh. Setelah ini, Jesslyn akan mengorek informasi terdalam tentang keluarga Arai.
Sejak memutuskan untuk mengejar Arai, Jesslyn jadi melupakan wasiat yang ayahnya berikan. Tentang warisan dan Kelvin Renata. Entah kenapa, Arai jauh lebih menarik baginya. Ini soal mengembalikan Arai ke jalan yang lurus, dan itu menjadi tantangan tergila dalam hidupnya.
Jesslyn sangat excited.
“Jadi, apa sebenarnya tujuan kamu?” Pertanyaan itu datang dari Arai sesaat setelah Jesslyn masuk ke dalam mobilnya.
Acara makan malam untuk merayakan ulang tahun Julia telah selesai. Berhubung sudah larut malam, maka Arai mau tak mau mengantar Jesslyn pulang. Itu juga atas paksaan dari keluarganya.
Jesslyn sangat pandai memainkan peran hingga membuat keluarga Arai nyaman dengannya. Ia bahkan diterima dengan baik meski status hubungannya dengan Arai masih belum jelas.
Hal itu tentu saja menjadi langkah yang baik bagi Jesslyn. Keluarga Arai sangat mendukungnya untuk menjadi kekasih pria itu.
“Bapak masih curiga sama aku?” Jesslyn menghiraukan pertanyaan Arai dan malah balik bertanya.
“Jawab saja pertanyaan saya,” tukas Arai.
Jesslyn memutar kedua bola matanya seraya memasang sabuk pengaman. “Udah aku bilang tujuanku dateng ke sini untuk memenuhi undangan dari Mbak Arin, Pak Arai yang terhormat,” jawabnya jengah.
“Selain itu?” Arai masih belum puas dengan jawaban Jesslyn.
“Nggak ada.”
“Bohong.”
Jesslyn memiringkan tubuhnya, menghadap Arai yang mulai melanjukan mobilnya keluar dari halaman rumah orangtuanya. Ia lalu mendengkus pendek sembari menyipitkan matanya.
“Memangnya kedatanganku tadi kelihatan kayak punya maksud tertentu?”
Arai melirik Jesslyn sekilas dan mendecih. “Semuanya terlihat jelas di wajah kamu.”
Jesslyn mengerucutkan bibirnya. “Memangnya kenapa kalo aku punya maksud tertentu?”
“Sebutkan kamu punya maksud apa supaya saya tahu caranya menghindar,” jawab Arai blak-blakan.
Bibir Jesslyn semakin maju. Jawaban Arai benar-benar membuatnya kesal, tetapi ia juga tidak mau menyerah begitu saja. Jalannya sangat amat mulus sejauh ini. Ia tak akan mundur.
“Aku tertarik sama kamu. Itu tujuanku ngedeketin kamu.” Dan tentu saja untuk mengembalikan kamu ke jalan yang lurus, sambungnya di dalam hati. Untuk saat ini, lebih baik tak menyinggung soal orientasi seksual Arai.
Sekilas, keterkejutan melintas di wajah Arai, tetapi ia cepat-cepat menormalkan kembali raut wajahnya sembari berpura-pura membetulkan posisi duduknya. Lalu, berdeham pelan.
“Okay, kalau begitu saya akan mulai mencari cara untuk menghindar.”
“Coba aja kalau bisa,” ucap Jesslyn dengan penuh percaya diri.
Tidak ada balasan lanjutan dari Arai. Sudah cukup rasanya berbicara dengan Jesslyn. Energinya pun nyaris terkuras habis saat berhadapan dengan gadis aneh yang satu ini. Syukurlah Jesslyn pun tidak lagi buka suara. Kini, saatnya memikirkan bagaimana caranya menghindari gadis itu.
Arai malas terus-terusan berurusan dengan Jesslyn. Waktunya sudah pasti akan terbuang sia-sia.
•••
Arai tak perlu bertanya lagi di mana Jesslyn tinggal. Sebab, ia sudah pernah mengantar gadis itu pulang sebelumnya. Arai pun telah tiba di gedung apartemen Jesslyn, memarkirkan mobilnya di depan lobi. Namun, saat ia menoleh ke kiri, maniknya malah mendapati Jesslyn yang sudah dalam posisi terlelap.
Merepotkan saja.
Alhasil, Arai putar haluan. Niatnya yang ingin menurunkan Jesslyn di drop off agar segera bebas dari gadis itu pun berakhir gagal. Mau tak mau Arai mencari tempat parkir hanya untuk membangunkannya.
Arai melepas sabuk pengamannya begitu mobilnya sudah terparkir dengan rapi. Badannya dimiringkan sedikit ke arah Jesslyn dan siap untuk membangunkannya.
Sebelah tangan Arai sudah terangkat, hendak mencolek lengan Jesslyn sebagai usaha untuk membangunkan gadis itu. Namun, pergerakannya terhenti begitu saja tatkala melihat raut wajah Jesslyn yang seperti sedang ketakutan. Terlihat jelas dari keningnya yang mengerut dalam. Bulir keringat yang sedikit membasahi dahinya. Juga napas yang agak terengah.
“Hey!” Arai mencolek lengan atas Jesslyn beberapa kali dengan gerakan pelan. “Jesslyn?”
Usaha pertamanya gagal. Jesslyn masih bergelung dengan alam bawah sadarnya.
Sekali lagi, pikir Arai.
Kali ini satu telapak tangannya sudah meraup pundak Jesslyn, menggoncangnya sedikit kuat agar usahanya kali ini membuahkan hasil.
“Jess? Jesslyn!” Arai turut mengucap nama Jesslyn beberapa kali dengan suara yang cukup keras.
Berhasil.
Kelopak Jesslyn terbuka perlahan. Hanya berselang sedetik sejak terbangun, Jesslyn langsung melompat kaget dan berusaha mundur menghindari Arai. Gadis itu tampak sangat terkejut, entah karena apa.
“Hey!” Meski heran kenapa reaksi Jesslyn seberlebihan itu, Arai tetap berusaha menenangkannya.
Jesslyn memojokkan dirinya sendiri sampai punggungnya menyentuh pintu mobil. Untuk sesaat, matanya diedarkan ke sekelilingnya. Lalu, perlahan rautnya mulai menunjukkan ketenangan saat merasa aman dan ia pun kembali duduk seperti semula.
“Duh! Maaf ya, Pak,” ucap Jesslyn kemudian, sambil merapikan rambutnya yang berantakan.
Arai menatap Jesslyn dengan dahi yang berkerut, masih bertanya-tanya apa yang membuat gadis itu bereaksi seperti itu.
“Udah sampe, ya?” Jesslyn melongokkan kepalanya ke jendela, mengabaikan tatapan Arai yang penuh tanda tanya.
“Jangan keluar dulu,” cetus Arai saat melihat Jesslyn yang hendak melepas seat belt-nya.
Jesslyn sontak menghentikan pergerakannya dan membiarkan tangannya tetap memegang sabuk pengamannya. Sementara netranya dialihkan pada Arai. Alisnya menukik penuh tanda tanya. Apalagi saat melihat Arai yang kembali menyalakan mesin mobilnya.
“Saya juga tinggal di sini. Jadi, kita ke atas bareng,” papar Arai sebelum Jesslyn sempat melontarkan pertanyaannya. “Kamu di lantai berapa?”
Jesslyn tercengang. Mulutnya membentuk huruf O. Kedua matanya pun ikut membelalak. “Bapak juga tinggal di sini?!” pekiknya dengan heboh.
“Di lantai berapa?” Arai tak mengacuhkan pertanyaan Jesslyn dan menuntut gadis itu untuk segera menjawab pertanyaannya. Sementara mobilnya sudah melaju menuju basement gedung apartemen ini.
Jesslyn mengerjap sebanyak dua kali. Ia masih shock berat saat menerima fakta bahwa Arai juga tinggal di gedung apartemen yang sama dengannya.
Kebetulan macam apa lagi ini?
“Lantai dua belas,” jawab Jesslyn pada akhirnya.
“Okay.”
Entah apa yang merasuki Arai sampai-sampai mulutnya bisa membeberkan jika ia tinggal di apartemen yang sama dengan Jesslyn. Padahal, sejak awal ia sangat menutupi hal itu karena enggan kembali berurusan dengan Jesslyn.
Jesslyn yang tampak ketakutan dalam tidurnya membuatnya kembali teringat dengan insiden di kantor polisi waktu itu. Empatinya muncul tanpa sadar, dan membuatnya mengkhianati keputusannya sendiri.
•••
Hayoloh si Arai udah mulai peduli sama Jesslyn xixixi🤭🤭
Jangan lupa ramein Bab ini ya, guys! Vote dan komen yang banyak🥰
Ketemu lagi secepatnya❤💋
30 Maret, 2023
Follow aku di
Instagram: rorapo
Innovel/Dreame: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top