Bab 1
HAI! Akhirnya si bungsu Jesslyn muncul💃
Selamat membaca! Jangan lupa tinggalkan vote dan komen yang banyak yaa😍❤
Kelvin Renata.
Nama itu terus terngiang-ngiang dalam benak Jesslyn sejak beberapa jam yang lalu. Cukup mengganggu pikirannya dan membuatnya tak bisa fokus dengan teman-temannya yang sedari tadi sibuk berjoget dan bernyanyi dengan iringan musik bertempo cepat yang berasal dari speaker yang cukup besar.
Meski terlambat cukup lama, Jesslyn tetap datang ke acara ulang tahun temannya di salah satu junior suite room yang sudah di-booking di hotel bintang lima.
Hanya ada tujuh orang di sini. Empat lelaki dan tiga perempuan, termasuk Jesslyn. Sialnya, ia malah tidak bisa menikmati pesta sama sekali. Otaknya terus memutar kejadian beberapa jam yang lalu, saat merayakan ulang tahun ayahnya yang ke-55.
Jesslyn benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran kedua orang tuanya yang menjadikan pernikahan sebagai syarat utama untuk mendapatkan harta warisan. Seharusnya syarat itu hanya diperuntukkan untuk ketiga kakaknya, bukan?
Demi, Tuhan! Jesslyn masih dua puluh satu tahun. Baginya masih terlalu muda untuk menikah. Ada banyak hal yang masih ingin dilakukannya. Terlebih lagi, ia belum mau terikat dengan siapa pun.
“Mau nambah lagi?”
Jesslyn yang sedari tadi hanya duduk di lantai dengan tangan yang berpangku pada meja kaca di depannya dan sibuk melamun, sontak menoleh ke sumber suara. Didapatinya Reyhan—salah satu temannya—sedang duduk bersila seperti dirinya di sebelahnya.
Pandangan Jesslyn sempat berpaling dari Reyhan selama beberapa detik, mengecek gelasnya yang rupanya sudah dalam kondisi kosong.
“Boleh,” jawabnya kemudian, menerima tawaran baik Reyhan yang ingin menuangkan alkohol untuk mengisi gelasnya kembali.
“Ini gelas terakhir, ya? Lo udah mabuk gitu,” kata Reyhan sembari mengisi gelas Jesslyn sampai penuh. “Siapa, sih?”
Jesslyn mengambil gelasnya yang terletak di meja, bersiap untuk meneguknya sebelum menjawab pertanyaan Reyhan terlebih dulu.
“Calon suami gue,” jawabnya secara asal dengan kekehan kecil yang malah terdengar frustrasi. Setelahnya, Jesslyn pun meneguk alkoholnya sampai tandas.
Reyhan menaikkan sebelah alisnya. Badannya sengaja dimiringkan untuk menatap Jesslyn lebih leluasa. Sesekali lirikan matanya jatuh pada ponsel Jesslyn yang diletakkan di atas meja, menampilkan hasil pencarian dari seorang lelaki bernama Kelvin Renata.
“Lo mau nikah emangnya?”
Jesslyn berhasil menghabiskan segelas alkohol dalam sekali teguk. Tetapi kemudian ia merasa kepalanya seperti berputar-putar.
Benar kata Reyhan, Jesslyn sudah terlihat mabuk berat.
Tidak ada tanggapan berupa ucapan yang Jesslyn berikan atas pertanyaan Reyhan. Ia hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali sembari mengisi kembali gelasnya dengan minuman beralkohol.
“Udah, ya?” Reyhan berusaha menahan tangan Jesslyn untuk tidak terus-terusan mengisi gelasnya, tetapi Jesslyn malah melayangkan pelototan tajamnya pada pria itu dan menarik paksa botol minuman beralkohol yang coba Reyhan ambil.
“Jess.” Reyhan berusaha memperingatkan Jesslyn yang makin barbar.
“Gue mau nikah, Rey, hahahaha.” Jesslyn mengangkat gelasnya ke atas, tertawa keras seakan-akan sedang merayakan kesengsaraannya.
Jesslyn makin tak terkontrol. Kepalanya sempoyongan. Pikirannya sudah lari entah ke mana. Teman-temannya yang semula sedang bernyanyi dan berjoget pun berpaling pada Jesslyn, bertanya pada Reyhan yang duduk di sebelahnya.
Reyhan menghela napas panjang sembari mengedikkan kedua bahunya untuk menjawab pertanyaan teman-temannya yang lain. Lalu, mengambil botol alkohol yang berada di atas meja, menyembunyikannya dari jangkauan mata Jesslyn agar ia tak kembali meminumnya.
Reyhan pergi, digantikan oleh Orin—teman perempuan yang paling dekat dengan Jesslyn.
“Gue mau ke kamar mandi.”
Belum ada satu menit Orin duduk di sisi Jesslyn, ia sudah bangkit dari duduknya dan pamit untuk pergi ke toilet.
“Gue temenin, ya.” Orin juga sudah bersiap untuk berdiri, tetapi Jesslyn langsung menghentikannya.
“Gue bisa sendiri,” tolak Jesslyn, dengan mata yang tampak sayu dan rambut acak-acakan. “Gue juga lagi pengen sendiri dulu. Jangan ganggu.”
Pada akhirnya, Orin membatalkan niatnya untuk menemani Jesslyn, memaklumi temannya yang katanya sedang ingin sendiri. Dilihat dari caranya minum, Jesslyn sepertinya memang sedang ada masalah.
Sambil menggenggam ponselnya, Jesslyn berjalan dengan langkah yang sedikit goyah. Ia terkadang harus meraba-raba dinding agar tak jatuh. Terlebih lagi kamar ini sengaja dibuat remang-remang oleh teman-temannya hingga membuat penglihatannya sedikit terganggu.
Dengan pikiran yang terasa penuh, juga kepala yang cukup berat, Jesslyn terus berjalan ke depan. Entah kenapa kamar mandi terasa jauh baginya. Sedari tadi ia tidak kunjung sampai.
Hingga pada akhirnya ia tiba di ruangan yang sangat terang. Lampu menyala di mana-mana, membuat kedua matanya menyipit seketika.
Jesslyn yang semula ingin pergi ke kamar mandi, otomatis membatalkan niatnya begitu menemukan ranjang berukuran besar di depan sana. Kepalanya terasa semakin berat dan ia pun menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang.
Seketika Jesslyn tak sadarkan diri. Sudah berada di alam mimpi yang barangkali terasa menyenangkan karena dalam tidurnya ia sesekali tertawa.
Padahal, saat ini ada sesosok pria yang mengawasinya dengan pandangan jengkel, yang tidak bisa terlelap sampai pagi tiba. Atau sengaja tidak tidur untuk berjaga-jaga.
Begitu pagi tiba, Jesslyn perlahan mulai menggerakkan kelopak matanya. Mimpi indahnya sudah hampir usai. Apalagi hidungnya mencium aroma makanan yang nikmat dan membuat perutnya bergejolak ingin segera dipuaskan.
Jesslyn memutar tubuhnya menjadi telentang. Meregangkan kedua tangannya ke atas dengan suara erangan yang cukup kuat. Bersamaan dengan itu pula kedua matanya sudah terbuka secara sempurna.
Sepertinya Jesslyn masih belum sadar dengan apa yang terjadi. Ia masih santai mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, memijit pelan kepalanya yang terasa pusing. Juga ikut menggaruk-garuk kakinya yang sejujurnya tidak gatal, hanya saja sudah menjadi kebiasaannya saat bangun tidur.
“Tidurmu nyenyak?”
Jesslyn masih mengumpulkan kesadarannya saat pertanyaan bernada sarkas tersebut menyelinap ke dalam telinganya.
Sambil terus menggaruk-garuk kedua kakinya secara bergantian dan menguap lebar, Jesslyn pun menjawab, “Nyenyak banget.”
Dalam satu menit ke depan, Jesslyn masih tak menyadari siapa sosok yang baru saja bertanya padanya. Lalu, setelah otaknya mulai dapat bekerja, seluruh pergerakannya pun terhenti seketika.
Jesslyn mengerjap, masih memandangi kedua kakinya sambil berpikir jika ia merasa asing dengan suara barusan. Tidak seperti suara teman-teman lelakinya yang tadi malam ikut merayakan ulang tahun Orin.
Pelan tapi pasti, Jesslyn pun mulai mengangkat kepalanya hingga matanya menangkap sosok lelaki yang tampak asing di matanya, yang kini sedang berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang.
“LO SIAPA?!”
Dan teriakan itu menjadi respons pertama Jesslyn begitu menyadari jika ia tidak berada di kamar yang seharusnya. Ia langsung beringsut mundur hingga punggungnya menyentuh headboard ranjang sambil menutupi tubuhnya yang hanya dibalut mini dress dengan selimut.
•••
Gimana tanggapan kalian soal Jesslyn? Udah bisa nebak lah ya sifatnya si Jesslyn kayak gimana🤣
Hayuk ramekan kolom komentarnya biar besok kita bisa ketemu lagi😍
Jangan lupa baca ketiga cerita warisan lainnya di akun lyanchan azizahazeha dan anothermissjo😍😍
31 Maret, 2022
Follow aku di
Instagram: rorapo
Innovel/Dreame: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top