Pesta Ulang Tahun
Meta menghela napas berkali-kali, dia sudah siap dengan gaun merahnya. Pun dengan polesan di wajah cantiknya. Tapi nyatanya mengenakan gaun, sepatu, dan apa pun yang mahal pun jika hati tak suka maka semua akan percuma. Meta menyadari akan hal itu. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa bosnya bertingkah seperti ini. Setelah membuatnya kelabakan tentang kejadian malam itu, sekarang ia disuruh untuk menemani sang bos pergi ke pesta ulang tahun.
Apakah bosnya naksir dia?
Meta mengerutkan kening, mencoba mencari jawaban apa pun selama ia bisa. Tidak ada lagi jawaban yang tepat atas rasa penasarannya itu, kecuali jika benar bosnya telah terpikat dengan kecantikannya yang tiada tara.
Namun pemikiran itu kembali ditepis Meta, dia juga tahu betul siapa bosnya. Yoga Pramata, seorang kaya raya, bos dari perusahaan besar, dan memiliki wajah yang sangat tampan. Perempuan mana yang tidak tergiur dengan itu? Bahkan kalangan selebriti pun pasti akan antre untuk mendapatkan cintanya. Jika dibandingkan dengannya, pastilah Meta tidak ada apa-apanya.
"Eh busyet sohib gue, bak Cinderella aja lo...," celetuk Kinan. Melipat kedua tangannya di dada sambil memandang Meta dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Yang lo kenain sekarang bernilai ratusan juta, Met. Elo tahu?"
Meta menggeleng lemah.
"Ini dari Pak Yoga?" selidik Kinan, Meta pun mengangguk lemah.
Kinan langsung mendekati Meta, kemudian duduk di sebelah sahabatnya itu.
"Sekarang ceritain ke gue, ini sebenernya ada apa, Met? Setelah kemarin elo nginep di apartemennya Pak Yoga dengan banyak cupang di dada lo, malam ini elo berpakaian bak putri raja, dan saat ini juga supir Pak Yoga udah ada di depan kontrakan kita buat jemput elo. Please, Met, jelasin ke gue apa yang sebenernya terjadi? Elo nggak jual diri elo ke Pak Yoga hanya karena butuh duit, kan? Elo nggak mungkin berbuat kayak gitu, kan, Met?" tanya Kinan lagi. Dia benar-benar bingung, terlebih dia sangat cemas dengan tingkah aneh sahabatnya.
"Ya enggaklah, Kin, gila ya lo. Yakali gue jual harga diri gue yang berharga ini buat orang kayak dia. Tapi, Kin, gue juga nggak paham ama Pak Yoga. Entahlah, gue pusing. Kalau gue nggak nurutin dia pakai gaun ini dan ikut dia ke pesta ulang tahun siapa itu gue nggak paham. Pasti gue bakal dipecat, Kin. Sementara saat ini gue bener-bener lagi butuh pekerjaan."
Kinan menghela napas panjang, memang jika dipikir-pikir kalau dia jadi Meta bakal bingung juga. Berada di posisi serba sulit. Meta adalah anak tunggal dari sebuah keluarga yang bahkan sekarang orangtuanya benar-benar sedang berada di ambang perceraian. Bahkan semenjak di bangku SMA pun, Kinan tahu kalau Meta selalu mengandalkan beasiswa agar bisa sekolah di tempat-tempat bergengsi.
"Kin, gue cabut dulu, ya. Pak Cipto udah teleponin gue nih," keluh Meta.
Saat ia hendak pergi, Kinan menahan tangan Meta, sampai langkah Meta pun terhenti, melihat sahabatnya yang kini memandangnya dengan tatapan iba.
"Lo harus inget, Met, dalam permainan ini elo nggak boleh kalah...," kata Kinan memperingati. "Nggak ada namanya hubungan sehat antar cowok ama cewek, Met. Terlebih jika itu berhubungan dengan bos kaya raya macam Pak Yoga. Jadi gue harap, lo selalu sadar diri, siapa elo dan siapa Pak Yoga. Biar elo nggak ngelakuin hal bodoh, ngasih apa pun yang dia mau. Atau bahkan, sampai lo jatuh hati ama dia. Pokoknya, lo jangan sampai pakai hati, Met."
Meta mengangguk, setelah tersenyum ia pun keluar dari kamar. Menuruni anak tangga. Dan disambut oleh Pak Cipto.
Sementara Pak Cipto tampak terpesona dengan kecantikan Meta. Dia memang tahu jika sekertaris bosnya ini sangat cantik, tapi Pak Cipto tak pernah mengira kalau Meta akan secantik ini.
"Pak?" tegur Meta.
Pak Cipto langsung kelabakan, kemudian ia membuka pintu mobil bagian belakang, dan mempersilakan Meta untuk duduk. Kemudian, mobil melaju menuju apartemen Yoga.
"Tadi siang Pak Yoga benar-benar tidur, Mbak? Tanpa meminum obat terlebih dahulu?" selidik Pak Cipto. Ia lupa menanyakan masalah ini kepada Meta tadi.
"Obat apa, ya, Pak? Iya tadi Pak Yoga tidur," jawab Met kebingungan. Sepertinya 'tidur' untuk bosnya adalah hal yang luar biasa.
"Sebenarnya Pak Yoga memiliki penyakit susah tidur, Mbak. Bahkan Pak Yoga harus meminum obat agar dia bisa tidur. Dan beberapa hari terakhir, sepertinya pikirannya sedang kalut. Meski telah meminum obat dari dokter pun, Pak Yoga masih tidak bisa tidur. Itulah kenapa saya sangat kaget melihat tadi Pak Yoga bisa tidur tanpa meminum apa pun. Dan tidurnya benar-benar sangat pulas," jelas Pak Cipto.
Sejatinya Meta baru tahu tentang ini. Pantas saja jika selama ia bekerja di perusahaan itu dia memperhatikan atasannya itu tampak sangat lelah. Sering memijat tengkuknya, atau bahkan pelipisnya berkali-kali. Meta tak pernah tahu jika ada manusia yang nyaris tak bisa tidur. Jika itu dia, asalkan bisa di posisi tiduran, tak akan menunggu waktu lama ia akan langsung terlelap.
Setelah menjemput Yoga, mereka pun langsung menuju ke tempat pesta. Sesekali Yoga berdehem sambil melirik ke arah Meta.
"Maaf, Pak, sudah sampai," kata Pak Cipto.
Yoga masih diam di kursinya, kemudian ia melirik Meta sekilas.
"Kamu tahu tujuanku membawamu ke sini?" tanyanya.
Meta hanya menggeleng, dia benar tak tahu tentang apa tujuan Yoga. Yang jelas, dia hanya memerhatikan aksen bicara Yoga yang selalu berbeda dari kantor, dan di luar jam kerja.
"Berpura-puralah jadi pasangankuku, itu adalah tugasmu malam ini."
"Apa?" Meta nyaris tersedak dengan ludahnya sendiri.
Namun buru-buru dia mengekori langkah Yoga untuk masuk ke dalam sebuah hotel mewah. Dia sangat yakin, si pemilik pesta adalah orang kaya raya.
"Tunggu!" kata Meta setengah berteriak. Yoga menghentikan langkahnya, kemudian ia memiringkan wajahnya melihat ke arah Meta. "Bukankah pasangan itu kalau jalan harus berdampingan?" kata Meta.
Kemudian Yoga berjalan ke arah Meta, berhenti, dan menyamai Meta berdiri, menekuk lengan kanannya.
"Apa?" tanya Meta kebingungan.
"Bukankah pasangan itu harus jalan dengan bergandengan?" kata Yoga.
Meta tersenyum kikuk, kemudian dia mengamati lengan kokoh milik Yoga.
"Terus gue harus pegang lo di bagian mana?" tanya Meta yang sudah pakai lo--gue.
Yoga memicingkan matanya, wajahnya tampak ada kilatan emosi. Untuk kemudian, dia kembali diam tanpa suara.
"Maaf, Pak, kan ini di luar jam kantor,"
"Dan kamu adalah pasanganku malam ini," jelas Yoga memperingati Meta.
"Terus saya harus panggil Bapak apa?" tanyanya polos.
"Kamu bisa memegang lenganku," ucap Yoga, mengabaikan pertanyaan Meta sebelumnya.
Pelan-pelan Meta menarik kain tuxedo milik Yoga, dan membuntuti ke mana pun Yoga berjalan. Sementara Yoga, hanya bisa menahan napas tanpa berniat menegur Meta. Ini akan sangat kentara melihat bagaimana ia, dan Meta beradegan. Dan ini benar-benar sangat konyol.
Meta tampak terpukau dengan disain interior nuansa pesta malam ini. Benar-benar sangat mewah, dan glamour. Melihat desainnya, Meta pun tahu kalau si pemilik pesta adalah seorang perempuan. Sebab tidak mungkin bagi laki-laki repot-repot membuat pesta serempong itu.
"Hey, Ga! Apa kabar lo? Lama nggak nongol!" teriak salah satu teman lama Yoga.
Yoga yang masih tampak dingin, dan tenang menyapu ruangan dengan matanya. Kemudian dia melirik ke arah Meta.
"Kamu tunggu aku di sana. Aku mau menemui temanku dulu," perintahnya, sambil menunjuk sebuah meja kosong yang letaknya sedikit tertutup.
Meta mengangguk, dia pun berjalan ke sana. Lebih baik menyendiri dari keramaian, dari pada dia tak kenal siapa pun.
Setelah memastikan jika Meta telah duduk, Yoga pun mendekat ke tempat tiga temannya. Bahunya ditepuk berkali-kali, mereka seolah tampak takjub jika seorang Yoga bisa berada di sini.
"Tumben lo nongol di pesta-pesta gini, Becca udah nyogok lo pakai apa?" tanya Bayu.
"Perempuan itu nggak bakal nyerah sampai dia dapetin Yoga. Minimal bisa tidur ama Yoga!" seru Bima.
Tapi, apa yang menjadi bahan bahasan, dan tawaan dari teman-temannya, Yoga sama sekali tak ikut bicara. Bahkan dia hanya diam sambil sesekali mengamati Meta. Ya, ada Fabian yang mendekati meja Meta. Yoga memerhatikan itu.
"Kenapa lo nggak mau aja sih, Ga? Tidur ama Becca kan nggak ada salahnya," imbuh Bayu.
Yoga langsung memicingkan matanya, memandang Bayu dengan tatapan tajam.
"Udah-udah, ngomong apa sih kalian pada. Yoganya udah nggak nyaman ama bahasan kalian," tegur Boy. Boy kembali melirik Yoga yang tampak kesal tapi dia tak membuka suara. "Ohya, Ga, lo ke sini ama siapa?" tanyanya basa-basi.
"Pasangan," jawab Yoga singkat.
"Serius?" tanya ketiganya tampak kaget.
Seorang Yoga memiliki pasangan, adalah hal yang luar biasa. Mengingat selama 8 tahun terakhir Yoga lebih sering mengurung diri, menjauhi makhluk bernama perempuan.
"Dia di sana," lanjutnya. Sambil menunjuk tempat Meta dengan dagunya.
"Yang sama Fabian itu?" tebak Boy. Yoga pun mengangguk.
"Gila, cantik banget tuh cewek. Lo nemu di mana, Ga?"
"Kantor," jawabnya. Lagi-lagi jawaban singkat itu yang didengar teman-temannya, namun mereka tampak tak peduli. Toh selama ini Yoga yang mereka kenal memang seperti itu.
"Karyawan elo?" tanya Bima. Yoga mengangguk dengan senyumannya.
"Yakin, Ga? Bukan dari konglomerat, artis, atau anak pejabat?" selidik Bayu. Lagi Yog menggeleng.
"Untuk apa? Toh aku bisa memberinya segalanya,"
Jawaban itu sontak membuat tiga temannya saling jotos. Benar juga apa kata Yoga, dan ketiga temannya pun tak memiliki hak untuk mengadili pilihan Yoga. Hanya saja ketiganya menjadi semakin penasaran dengan perempuan itu. Sehebat apa sampai bisa membuat Yoga bertekuk lutut di hadapannya.
Dan di sisi lain, Meta tampak melirik Fabian dengan sebal. Sedari tadi yang dilakukan cowok di sampingnya ini hanya bercerita sambil meneguk minuman beralkoholnya.
"Beneran elo ke sini ama Yoga?" tanya Fabian. Meta mengangguk seperlunya. "Ini kan pesta, Met. Yoga nggak mungkin butuh sekertaris di pesta ulang tahun, kan?" tanya Fabian lagi. Dia benar-benar merasa aneh dengan Yoga. "Kalau lo mau ke pesta ini, elo tinggal ngomong ama gue. Gue bakal temenin elo."
"Enggak, makasih," ketus Meta. Dan itu berhasil membuat Fabian terkekeh geli. Baru kali ini, dan baru Meta yang bisa menjutekinya sampai seperti ini.
"Lo pasti mau diperalat Yoga...," kata Fabian pada akhirnya. "Lo tahu, yang ngadain pesta ulang tahun ini adalah cewek yang sedari dulu naksir Yoga. Dan gue yakin, dengan ngajak elo, Yoga akan beralasan udah punya cewek biar nggak digangguin cewek itu."
Ya, Meta juga merasa seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, toh dia tak memiliki hak untuk menolak perintah telak atasannya.
"Yoga sepertinya nggak kenal Becca. Cewek itu punya 1001 cara untuk mendapatkannya,"
"Mbak Becca?"
"Lho elo Meta, kan?"
Meta langsung berdiri, menyalami Becca kemudian memeluknya sekilas.
"Kalian kenal?" tanya Fabian kaget.
Becca tertawa, kemudian dia menjitak kepala Fabian.
"Dia ini mantan karyawan gue yang paling kompeten. Asal lo tau!" katanya.
Kemudian dia menarik tangan Meta, mengajaknya untuk menjauh dari Fabian.
"Met, gue denger elo sekarang jadi seketarisnya Yoga, ya?" selidik Becca.
Meta hanya tersenyum hampar, tampaknya Meta baru paham jika Becca yang tergila-gila dengan Yoga adalah Becca mantan bos perusahaannya.
"Oh, itu...." kata Meta bingung.
Bagaimana jika Becca tahu dia ke sini dengan Yoga? Terlebih, Yoga menjadikannya tameng sebagai alasan menolak Becca. Meta benar-benar bingung. Dia harus segera mencari cara agar bisa menghindari situasi darurat ini.
Mata Meta melotot saat Yoga berjalan ke arahnya, dia tahu betul seperti apa Becca. Ini benar-benar kiamat baginya.
"Mbak, sepertinya gue harus ke toilet, deh,,"
"Eh tunggu dulu, gue ada kerjaan buat elo. Menguntungkan," kata becca.
Lagi Meta menelan ludahnya dengan susah, sambil melihat ke arah Yoga yang tampak sudah melotot ke arahnya.
"A... apa, Mbak?"
"Gue beri elo sepuluh juta, dengan catatan elo harus dapetin nomor Yoga buat gue,"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top