Bagian 1 (tak berjudul)
"Mmmh, i love you, Brian. Emmh, ahhh,"
"Sebut namaku lagi, Airin, lagi... aku segera keluar,"
Desahan keduanya tampak nyata, terlebih saat Brian meremas dada Airin, menghentaknya sampai-sampai Airin merasa jika rahimnya diaduk-aduk oleh milik Brian. Semakin lama ritme yang mereka mainkan semakin cepat, sampai Airin berteriak saat dirinya, dan Brian keluar secara bersamaan. Keduanya berpelukan, seolah tenaga mereka telah terkuras habis karena kegiatan mereka itu.
Plak!!!
"Aduh!" dengus Meta, dia langsung melirik ke arah Kinan dengan sebal.
"Elo apaan sih, Met? Hampir tiap hari yang elo tonton vidio porno. Mending elo kawin, deh, kalau enggak elo bakal gue cap jadi ratu porno di dunia. Nganggur udah tiga bulan, enggak cari kerja apa pulang, malah ngedikem aja di kontrakan. Niat lo mau apa? Elo udah tua, Met, inget umur!"
Meta menutup laptop yang ada di depannya, kemudian memutar kursi kerjanya. Memandang Kinan dengan tatapan lebih sebal, kemudian ia bersedekap.
"Pertama, kenapa gue nggak kawin-kawin? Karena nggak ada satu makhluk yang namanya cowok mau deketin gue. Kenapa mereka nggak mau deketin gue? Gue cantik, gue lulusan terbaik dari Universitas Negeri terbaik di Indonesia, gue lulusan terbaik S2 dari Universitas terbaik di Luar Negeri, latas belakang keluarga gue jelas, gue anak baik-baik. Dan fakta itu buat gue subel? Dan yang kedua, gue ini pengangguran terhormat, gue mengundurkan diri, enggak dipecat. Gara-gara tua bangka bernama Broto mau merkosa gue, makanya gue keluar dari kerjaan. Coba kalau tua bangka itu nggak mesum, pastilah gue udah jadi menejer sekarang. Dan ketiga, kenapa gue nggak mau pulang...." kata Meta terputus.
"Kenapa?" tanya Kinan dengan mata memincing. Dia tak mau kalah dengan Meta dalam masalah ini.
"Apa yang harus gue katakan ama Emak gue, Kin, masak iya gue pulang karena gue udah jadi pengangguran. Tolonglah, tampung gue sebentar lagi. Gue pasti dapet kerja, kok!"
Kinan mendengus dengan sebal, sedari beberapa bulan yang lalu, Meta selalu bilang untuk menampungnya. Bukannya enggan, toh Meta pun telah memberi uang untuk kontrak rumah ini sampai tahun depan. Hanya saja, kebiasaan Meta setelah menjadi pengangguran benar-benar membuat Kinan sebal. Meta hampir tidak pernah keluar rumah, yang ia lakukan dari pagi sampai malam adalah, menonton film-film, dan mayoritas dari itu adalah film porno. Meta mengabaikan mandi, mengabaikan kegiatan-kegiatan berguna lainnya, dan itu benar-benar membuat Kinan sebal.
"Elo beneran mau kerja?" tanya Kinan pada akhirnya. Antara yakin, dan tidak yakin dia menawarkan itu juga kepada Meta.
"Emang kerjaan apa?" tanya Meta meremehkan, dia itu tipikal memilih pekerjaan. Karena baginya, dengan kualifikasi terbaiknya, dia akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bukan pekerjaan sembarangan, dan rendahan.
"Kerjaan sekarang, yang dipandang siapa yang bawa elo, Met. Bukan dari lulusan mana elo, paham?" kata Kinan.
Meta langsung memalingkan wajahnya, masih melipat kedua tangannya di dada, dia mendengus.
"Jadi sekertaris bos gue. Elo tahu, kan, perusahaan gue kayak gimana? Nggak diragukan lagi, dan tentu lo tahu juga kalau jadi sekertaris dari--"
"Oke," jawab cepat Meta. Bahkan Kinan belum sempat menyelesaikan kalimatnya.
Kinan mengulum senyum, dia memandang Meta yang tampak acuh itu dengan jenaka. Sebenarnya sahabatnya ini cantik, cantik sekali. Itulah kenapa tidak ada cowok yang mau mendekatinya, karena mereka merasa minder dengan semua yang melekat pada Meta.
"Beruntung lo punya temen gue, sepupu bos itu temen deket gue. Sepupunya sendiri yang nyuruh gue nyariin sekertaris buat bos gue. Jadi, elo bisa masuk dengan mudah. Beliin gue sepatu entar...," kata Kinan menodong. "Tapi," katanya lagi, seolah dia ingat sesuatu. Alasan kenapa dia sampai dimintai tolong Bian--sepupu bosnya untuk mencarikan seorang sekertaris.
"Tapi, apa? Dia nggak bos tua bangka yang mesum, kan?" selidik Meta, dia begidik ngeri saat mengingat direkturnya yang dulu. Lelaki berusia 54 tahun sudah beristri, dan punya anak tapi tetap saja selalu berusaha menggodanya.
Kinan menggeleng kuat, "enak aja!" ketusnya tak terima. "Lagian, ya, bos gue masih muda. Hanya saja, sifat yang semuanya harus sempurna itu membuat banyak sekertaris yang nggak betah. Akhirnya, mereka milih ngundurin diri dari pada harus tekanan batin, gila, atau bahkan bunuh diri. Dan gue rasa, elo cocok ama bos gue, sama-sama suka hal-hal yang selalu sempurna," jelas Kinan lagi.
Meta terdiam beberapa saat, bekerja dengan seseorang yang perfectionist sampai membimuat karyawannya terdahulu harus undir diri? Apa dia benar bisa melakukannya?
Meta bukanlah Meta beberapa bulan yang lalu, yang gila kerja sampai membuatnya selalu mendapat penghargaan di kantor. Meta sekarang, lebih suka bermalas-malasan sambil nontom vidio porno.
Lagi, Meta berdehem beberapa saat, kemudian dia melirik ke arah Kinan yang tampaknya masih menunggu jawabannya. Ini adalah seorang sekertaria dari bos perusahaan besar, Meta tahu perusahaan tempat Kinan bekerja bukanlah perusahaan main-main. Dan tentu, gajinya akan besar. Ditambah, dia tidak akan membuat bundanya kecewa, karena dia telah mendaatkan pekerjaan kembali.
"Jadi, kapan gue udah bisa kerja?" tanya Meta pensaran.
"Enak aja!" dengus Kinan, menoyor kepala Meta sampai cewek itu mengaduh kesakitan. "Besok bawa lamaran elo, karena besok langsung akan wawancara."
"Hah? Besok?!" pekik Meta. Dia tidak punya persiapan apa pun sekarang!
"Makanya buru siapin berkas elo, jangan nonton bokep terus! Emangnya kalau elo nonton bokep mau elo lampiasin ke siapa? Terong? Apa mentimun?" seloroh Kinan, beranjak dari kamar Meta, untuk masuk kamarnya.
Kontrakan ini adalah sebuah rumah mungil, yang kebetulan milik sahabat Mama Kinan, mereka kebetulan pinda ke luar negeri. Jadi, dari pada rumah mereka kosong, lebih baik digunakan untuk kontrakan. Tentu dengan banyak catatan di dalamnya. Dan kebetulan di kontrakan itu ada empat kamar, satu di lantai bawah, dan tiga di lantai atas. Kamar-kamar tersebut sudah diisi semua oleh sahabat Kinan, termasuk Meta.
"Yakali pakek mentimun, nggak bisa crot," keluh Meta.
Kinan menghentikan langkahnya, kemudian dia membalikkan badannya. Memandang Meta sambil melotot.
*******
"Kin, Kinan! Gue pinjem kemeja putih elo! Sekalian rok elo, ya!" teriak Meta dari luar. Sambil menggedor-gedor pintu kamar Kinan dengan tak sabaran.
Kinan, yang sudah sibuk dengan persiapan kerjanya pun mengumpat, sambil mengenakan anting, dia membuka pintu kamarnya. Matanya melotot, melihat Meta yang hanya memakai handuk masuk ke dalam kamarnya, sementara rambutnya masih tampak basah.
"Elo apa-apaan, sih, Met! Eh, jangan obrak-abrik lemari gue!" teriak Kinan, berlari dan mengambil posisi tepat di depan pintu lemarinya. Membuat Meta tidak bisa membuka.
"Gue pinjem kemeja, ama rok elo! Ih, buruan!" kata Meta tak sabaran.
"Buat apaan? Bukannya elo punya sendiri?" tanya Kinan masih merentangkan kedua tangannya di dalam lemarinya.
"Baju kerja gue udah gue bakar semua, waktu itu gue sedang frustasi," jawab Meta hati-hati.
"Apa? Elo bakar? Seorang yang selalu tampil sempurna kayak elo? Ya ampun, gue lupa. Sejak elo jadi pengangguran elo udah jadi Meta sinting!" ejek Kinan.
Meta memaksa membuka lemari milik Kinan, membuat Kinan nyaris tersungkur ke belakang. Melihat Meta mengobrak-abrik isi lemarinya membuat Kinan semakin sebal.
"Ukuran baju gue nggak sama kayak elo, Met! Ukuran tubuh elo lebih tinggi, ukuran dada elo lebih besar, bisa-bisa pakaian gue bakal pressbody dipakek ama elo. Atau bahkan, kancing kemeja gue bisa lepas. Udah pinjem Mbak Tanti, apa Mbak Mei aja deh!"
Mendengar itu, Meta langsung melotot. Sambil berkacak pinggang dia menghela napas panjang, "emangnya elo pikir, dua embak-embak kuntet itu bakal cocok gitu pakaiannya ama gue?" tanya Meta, Kinan terkekeh dibuatnya.
Memang benar, di kontrakan ini, satu-satunya cewek semampai yang perawakannya bak model hanya Meta. Sementara yang lain, pendek-pendek seperti kurcaci di dekatnya.
"Gue nggak tanggung jawab, kalau nanti kancing kemeja gue lepas, dan bos gue mikir yang enggak-enggak ama elo!" kata Kinan memperingati.
Meta terkekeh, sambil mengibas rambut basahnya dia pun berkata kepada Kinan, "kata elo, bos lo masih muda, kan? Kalau dia merangsang lihat buah dada gue, bakal gue goda tuh bos elo. Dan kami akan...."
"Meta! Berhenti ngomong ngeres!" teriak Kinan. Sekarang, dia jadi ragu. Apakah mempromosikan Meta untuk jadi sekertaris bosnya akan cocok? Bosnya, adalah tipikal bos yang membuat semua orang gila. Bukan hanya karena sifatnya, tapi karena paras tampannya juga.
*****
Setelah turun dari mobil Kinan, Meta memandang gedung perusahaan yang ada di depannya. Matanya terpaku untuk sesaat, seolah telah mengagumi bangunan kokoh itu. Bukan karena dia tak pernah bekerja di tempat bergengsi seperti ini, hanya saja, asri adalah julukan pertama yang ia sematkan pada perusahaan ini.
"Tempatnya sejuk, Kin, suka gue...," celetuk Meta. Senyumnya tersungging dari kedua sudut bibirnya, "kayaknya gue bakal betah, deh, kerja di sini," Meta menoleh ke arah Kinan, kemudian kembali tersenyum.
Sementara Kinan merasa bersyukur, setidaknya sahabatnya sudah mulai normal. Tidak sesinting biasanya.
"Ayo, masuk. Nanti gue tunjukin ruangan bos gue, ya. Dia udah nungguin elo sedari tadi sebelum dia pergi rapat," ajak Kinan. Menggandeng tangan Meta untuk masuk ke dalam perusahaan.
Meta mengekori langkah Kinan, masuk di lift khusus para direktur kemudian menutup pintu lift itu.
"Weh, spesial banget, lo, Kin, pakek lift ini. Bukan lift kariyawan biasa," celetuk Meta. Meta tebak pacar Kinan adalah salah satu direktur di sini.
"Karena elo, nih, khusus hari ini gue disuruh makek lift ini," jawab Kinan ketus.
"Oh, kirain gue, elo simpenan Om-Om,"
Kinan tak menanggapi ucapan ngawur Meta, selain menyikut perut sahabatnya. Setelah lift berhenti, dia pun mengajak Meta menuju ke ruangan paling ujung. Ruangan yang memiliki pintu paling besar, dan mewah, dan di depan ruangan itu, ada satu ruangan yang kosong.
"Ini nanti ruangan gue?" tebak Meta, Kinan mengangguk.
"Ya, kalau elo lolos tes wawancara ini," celetuk Kinan, "udah, ya, ketuk aja pintunya. Pak Yoga ada di dalam, nanti kabarin gue, elo diterima apa ditendang ama bos gue."
"Sip!" jawab Meta. Sambil mengetuk pintu ruangan itu dengan keras.
Setelah Meta melihat sosok sahabatnya menghilang dari balik lift, ada seseorang membuka pintu. Perawakannya pendek, sambil memakai kacamata. Rambutnya beruban, dan itu berhasil membuat Meta menarik alisnya.
Apa-apaan? Bosnya setua ini? Pikirnya mencemooh.
"Maaf, Pak Yoga sudah menunggu Anda...."
"Meta, nama saya Meta," jawab Meta dengan senyuman simpul.
Meta paham sekarang, jika bukan orangtua ini bosnya. Mata Meta teralih, sembari dia melangkah, memandang ke arah kursi kebesaran yang tampak begitu agung. Sosok itu terlihat begitu tegap, rahang tegasnya yang ditumbuhi bulu-bulu kecil begitu sangat menggoda, rambut hitam ikalnya yang disibak ke belakang seolah menampilkan nyata bagian-bagian wajahnya yang sempurna. Alis hitamnya, bulu mata lentiknya, mata cokelatnya, dan hidung bangirnya. Meta menelan ludahnya, pria ini seperti gambaran-gambaran tokoh yang berada dalam vidio yang sering ia tonton. Pria ini benar-benar membuatnya sesak napas.
"Silakan duduk," kata pria yang ada di depannya itu.
Untuk sesaat Meta masih diam, kemudian dia terperanjat dari imajinasinya dan tersenyum hambar.
"Oh, iya, terimakasih," jawabnya. Duduk di kursi depan kursi bosnya itu, kemudian dia memandang ke arah orangtua yang ada di sampingnya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak," pamir orangtua itu.
"Tidak ada jawaban dari sang bos, dia tampak masih sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya, kemudian dia memandang ke arah Meta dengan seksama. Penampilan Meta, rambut pirang Meta, wajah cantik Meta, kemudian... pandangan Yoga terhenti ke arah dada Meta. Entah sengaja atau tidak, entah itu bagian dari penampian sehari-hari perempuan yang ada di depannya itu, yang pasti hal itu benar-benar sangat mengganggunya.
"Boleh saya lihat berkas lamaran Anda?" tanya Yoga.
Meta mengangguk, menyerahkan berkas lamarannya kepada calon bosnya. Dadanya benar-benar berdebar, dia takut jika tidak diterima sekarang.
"Kata Fabian Anda adalah lulusan terbaik, punya pengalaman kerja yang cermelang di perusahaan terdahulu. Saya pikir itu benar. Tapi omong-omong, bisa saya tahu kenapa Anda berhenti di perusahaan yang sebelumnya?" tanya Yoga yang berhasil membuat Meta hampir tersedak.
Matanya melotot, kedua pipinya terasa panas ditanyai hal seperti itu. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dia keluar dari perusahaan yang lama karena nyaris diperkosa oleh direkturnya, kan?
"Saya ingin suasana baru, Pak, untuk mengembangkan bakat saya, sepertinya terus menerus bekerja di bidang yang sama dalam rentan waktu cukup lama adalah hal yang sangat menjenuhkan. Jadi, saya ingin tantangan baru yang lebih lagi," kilah Meta. Masih dengan senyuman lebarnya.
Yoga berdehem beberapa kali, kemudian dia mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar terganggu dengan dada Meta yang terekspos sempurna itu.
"Maaf, apakah itu adalah gaya Anda?" tanya Yoga pada akhirnya. Dia pikir mungkin saja jika Meta tak tahu jika beberapa kancing kemejanya lepas.
"Maaf?" tanya Meta tampak tak mengerti.
"Pakaian Anda," jelas Yoga.
Sontak, Meta langsung melihat ke bawah. Tiga buah kancing kemeja milik Kinan benar-benar lepas sampai membuat hampir seluruh dadanya terekspose sempurna. Untung branya tak tampak, tapi tetap saja, itu adalah hal yang memalukan. Namun begitu, Meta tak mungkin berkata jika itu sebuah kesalahan. Calon bosnya ini adalah seseorang yang ingin semuanya serba sempurna. Jika begini ceritanya, tak diterima kerja adalah hal yang lebih baik dari pada dia harus menanggung malu seumur hidup.
"Oh, ini....," kata Meta bingung, antara malu dan harus membuat jawaban secepat kilat. Akhirnya, dia membusungkan dadanya dengan percaya diri. Senyum samar tercetak jelas di wajahnya. "Anda tahu saya adalah perempuan dewasa, jadi saya rasa, hal seperti ini bukanlah hal yang aneh. Apa pertanyaan Anda ingin mempermalukan saya?" kata Meta ketus. Dadanya benar-benar terpacu hebat. Bahkan jika bisa, dia ingin menghilang saat ini juga.
"Oke, kita bahas lamaranmu ini," kata Yoga, mengalihkan topik pembicaraan meski matanya susah untuk teralih pada buah dada yang menggairahkan itu.
"Jadi?" tanya Meta, dia benar-benar berharap ditolak, tidak diterima bekerja di tempat ini.
"Besok Anda sudah mulai bekerja di sini,"
"Apa?"
"Anda harus datang pagi, saya tidak menerima alasan telat karena macet. Anda harus memeriksa dokumen yang akan saya tanda tangani, atur jadwal saya, dan konfirmasi ke saya paling lambat dua hari sebelum hari H. Dan lagi...," jata Yoga terhenti. "Saya harap, Anda lebih memerhatikan cara pakaian Anda saat bekerja di sini."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top