Chapter 60🌼

Bismillah, moga kalian baper sama chapter ini😅.

🌼

   PEREMPUAN berhijab itu menengok ke sebelah kanannya. Terlihat gurat kecemasan disana. Perempuab itu menunduk. Dia sebab ini semua. Sebab luka hati seorang wanita lain. Mengapa ia tak mundur dari awal? Ah, lagi-lagi egois selalu menguasai.

"Mas"

Alif menengok ke arah kiri. Azira menunduk dalam. Ada apa?

"Hm? Ada apa?" tanya Alif masih fokus menyetir.

"Zira turun disini aja. Lebih baik Mas Alif langsung ke rumah Zahra ya" cicit Azira sambil memainkan jarinya abstrak.

"Mas akan kesana setelah nganterin kamu ke rumah, ya" sahut Alif tetap fokus pada jalanan di depannya.

"Tapi, Mas—"

"Sst" Alif langsung membungkam bibir ranum Azira dengan telunjuknya di bibir Azira.

🌼

Gadis itu menengok ke arah meja makan. Senyumannya terlihat begitu getir. Miris sekali. Seakan dirinya menertawakan dirinya sendiri. Miris bukan?

Masih sempat-sempatnya dirinya berharap jika akan ada seseorang pria tengah duduk disana bersamanya makan bersama. Akankah itu terjadi? Jika iya, kapan?

Langkah gadis itu ke arah meja makan lalu dirinya terduduk disana dengan perasaan yang kacau. Amat kacau. Bagaimana tidak kacau saat berulang kali seorang laki-laki yang sama selalu mempermainkan dirinya dan begitu bodohnya ia selalu saja masuk perangkap.

"Pagi, Nona Zahra" Neneng menghampiri Zahra sambil membawa segelas susu coklat kesukaan Zahra. Diletakannya susu itu di hadapan Zahra.

"Pagi, bi. Makasih ya susu coklatnya" Zahra melempar senyum sekilas pada Neneng. Neneng pun mengangguk lalu pamit untuk ke dapur lagi sedangkan Zahra asyik mengacak-acak isi tasnya untuk mencari power bank. Untuk sekedar mengecek.

Setelah mengeluarkan semua isi tasnya, Zahra kembali membereskan barangnya tanpa ia sadar barang-barang berserakan dan ada yang ia tinggalkan.

"Ahm, bi. Za mau langsung berangkat aja ya. Nanti Za sarapan di kampus aja. Kalo Mas Alif datang, tolong bilang Za udah kuliah" Zahra segera menandaskan susu coklatnya lalu bersiap ke kampus.

"Enya¹ siap, Non"

Zahra bangkit dari duduknya lalu permisi kepada Neneng. Semoga saaj dirinya bisa fokus kuliah dan tidak memikirkan problematika hidupnya. Bukannya semua yang terbaik baginya dari Allah?

"Pagi, Nona Zahra. Badé angkat ka kampus², Non?" sapa Ujang yaitu satpam rumah Zahra dengan begitu ramahnya.

Zahra menggaruk tengkuknya, tidak paham dengan apa yang dibicarakan oleh Ujang.

"Ehehe, hapunten³, Non. Saya lupa malah pake bahasa Sunda" Zahra melempar senyum tipis pada Ujang.

"Mau berangkat ke kampus sekarang ya?" ucap Ujang yang diangguki Zahra.

"Iya, Pak. Saya berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

Zahra berjalan keluar pekarangan rumahnya dengan langkah antara mau dan tak mau. Ia tidak ingin kuliah saat ini tapi ia harus. Ia tak boleh menyia-nyiakan ini semua bukan?

🌼

Azira dan Alif turun dari mobil bersama. Tubuh Azira sebenarnya masih lemas, tapi tidak selemas kemarin.

Dengan sigap, Alif menuntun Azira memasuki rumahnya lalu membawa Azira ke kamar.

"Mas lebih baik segera samperin Za. Nanti dia keburu berangkat kuliah" ucap Azira sekaligus meyakinkan pada Alif bahwa dirinya baik-baik saja.

"Kalo Allah meridhoi Mas sama Za ketemu, jalan apapun akan Allah berikan" ucap Alif sambil menuntun Azira ke kamar.

"Udah sana Mas! Disini juga Mbok Tati, jadi Mas gak perlu khawatir. Zira khawatirin Zahra, Mas. Udah sana ke rumah Zahra ya" Azira melepaskan gandengan Alif.

Mata Alif dan Azira bersirobok. Benarkah Alif melihat kesungguhan di mata Azira? Benarkah Azira telah ikhlas dengan takdir ini? Jika iya, Alif akan sangat bahagia. Semuanya akan mulai terkendali. Bismillah saja.

Alif menarik Azira dalam dekapannya.

"I always love you, zaujati"

Azira diam tidak membalas pelukan Alif. Hatinya masih saja terasa sesak. Dirinya bukanlah wanita hebat yang mampu baik-baik saja saat suaminya mulai mencintai istri lain. Egois memang, tapi apakah Zahra tidak merasakan hal yang sama?

Alif pun mengecup kening Azira sekilas, lalu punggung tangannya dicium Azira.

"Mas pamit dulu, ya. Kamu baik-baio disini. Assalamu'alaikum"

🌼

Zahra berjalan memasuki area kampusnya dengan perasaan yang seperti biasanya. Sakit. Merasa terbohongi, merasa korban php, merasa jadi korban ingkar janji suaminya sendiri. Bolehkah Zahra sakit hati? Padahal Zahra juga tidak tau apa alasan suaminya bersikap demikian. Apa setidak berhargakah Zahra di mata Alif?

Zahra menarik napas dengan berat lalu menghembuskannya perlahan, mencoba menghilangkan sesak yang menyeruak dalam dada. Takdir yang tergores telah Allah kehendaki. Bukannya Allah tak pernah salah dalam menggoreskan takdir hamba-Nya? Ah, Zahra saja yang kadang sering melupakan hal itu.

"ZAHRA!!"

Tubuh Zahra hampir saja terjerembab ke tanah kalau saja kakinya tidak kuat menahan beban pelukan erat dari seorang berhijab itu. Siapa lagi jika bukan Nani.

"Nan, lepasin ah" Zahra menggoyang-goyangkan tubuhnya agar Nani melepaskan pelukan. Bukan alasan apa-apa, mereka kembali jadi pusat perhatian para mahasiswan di sekitar mereka.

"Iih, Nani. Hobi banget sih bikin orang malu!" pelukan pun terlepas dengan Nani yang malah terkekeh renyah merasa tak bersalah.

"Alah, biasanya juga kamu malu-maluin, Za" Nani tertawa renyah sambil merangkul Zahra. Mereka berjalan menuju kantin.

Bukannya dia yang selalu nyeret aku buat jadi partner konyol dan memalukannya?

"Tau ah!" Zahra malah kesal sendiri dengan Nani.

Gadis bernama lengkap Edzina Meyzika Suryani itu malah lebih semangat membuat kekonyolan bersama Zahra.

"Nanti temenin aku ketemu anak psikologi ya" Nano melepaskan rangkulannya dan mencoba bicara agak serius.

"Sadar juga kalo kamu perlu konsultasi ke psikologi" Zahra terkekeh renyah dan ditanggapi delikan mata Nani.

"Ah, pokoknya temenin aku ketemu Kayra"

Langkah Zahra terhenti ketika nama Kayra disebut. Apakah yang dimaksud Nani adalah Kayra adiknya Amar?

Nani juga berhenti berjalan dan melempar tatapan aneh pada Zahra.

"Ada apaan sih?" Nani kembali berjalan meninggalkan Zahra.

"Eh, Nan. Kayra yang kamu maksud itu Kayra Anastasya Kusumawardi ya?" Zahra berjalan mengimbangi langkah Nani.

"Lah, kok tau?" Nani bereaksi sedikit tak percaya. "Kenal dimana?"

"Ceritanya panjang" Zahra malah deh harus menjelaskan panjang lebar pada Nani yang kadang super lemot. Mungkin RAM Nani hanya 1 GB.

"Ceritain aja. Nanti kalo diceritain bakalan semakin pendek ceritanya" Nani malah membujuk.

"Males, Nani" demi apa Zahra harus bercerita saat hatinya tak baik-baik saja. Bad mood.

"Kalo nggak salah abangnya tuh si Amar. Anak bisnis dia mah. Ganteng beuh, tapi ya gitu. Bad boy" Zahra mulai tertarik mendengar cerita Nani. Mengapa gadis itu bisa tau ya?

"Amar mah blasteran, ya sama lah kayak adeknya si Kayra. Muka mereka bule-bule gimana gitu. Ya pokoknya blasteran deh lucu"

"Terus?" tanya Zahra penasaran.

"Darah Spanyol mereka tuh ya dari keluarga Papanya. Nama Papanya tuh Anthonio Muhammad Kusumawardi" Zahra mengernyit bingung. Nama ayahnya Amar kental dengan nama orang barat.

"Jadi, kakeknya Kayra tuh orang Spanyol asli. Suka ikutan matador  gitu. Pokoknya gitu deh." Nani juga bingung harus menceritakan bagian mana lagi. Bibirnya lelah berceloteh.

"Kok kamu bisa tau sebanyak itu sih Nan tentang keluarganya Kayra?" itulah pertanyaan yang Zahra redam tadi dan sekarang muncul ke permukaan.

"Ya iya lah, orang aku suka main ke rumahnya Kayra. Kay kan sahabat aku juga. Sahabat sekitar 5 bulan lalu. Kan kamu jadi jarang kemana-mana sama aku." jelas Zahra jarang kemana-mana karena dia kan sudah menjadi istri Alif.

"Dan si Amar tuh sering buat aku naik darah sama kejailannya" Nani mengerucutkan bibir tipisnya karena kesal pada sosok Amar. Zahra juga tak menyangka jika Nani telah mengenal Amar jauh sebelum dirinya mengenal sosok lelaki itu.

"Zahra, kamu tau Am—"

Drrrt.. drrrrt..

Belum genap ucapanya, Nani harus merogoh ponselnya untuk sebuah panggilan.

"Si Feni ganggu aja!" hardik Nani pada si penelpon.

"Ada apa?!"

Zahra terhenyak ketika Nani bicara dengan kesal pada Feni teman sekelas mereka. Nani seperti sipir yang bertanya pada seorang tahanan.

"Waduh!"

Nani dan Zahra berhenti berjalan karena Nani yang berhenti melangkahkan kaki sambil menepuk jidatnya.

"Yoi-yoi. Ya udah aku segera susul kamu. Iya-iya gak akan lama. Wassalamu'alaikum" dengan cepat Nani masukan ponselnya ke dalam long outernya.

"Za, aku lupa buat fotocopy tugas. Aku harus capcus sama Feni ke tukang fotocopy. Ya udah yah. Assalamu'alaikum"

"Eh, Nan! Tunggu!" Zahra mengerucutkan bibirnya tipis. Dasar Nani!

Zahra berjalan menuju kelas. Asalnya dia akam ke kantin, tapi karena Nani pergi pupuslah harapannya.

Perihal kondisi hatinya, hanya Allah yang tau. Tak ada yang lebih tau dari-Nya. Ingin menyerah karena lelah bukan karena kalah.

Air mata seakan bosan untuk keluar. Seakan habis diserap langit. Tandus. Tandus sekali. Bagaikan tandusnya padang Sahara.

Zahra lelah melangkah dan berjuang sendiri, tapi hati kecilnya memberontak. Hatinya meminta untuk tetap berasa di sisi Alif. Tak masuk akal memang jika dipikir logika. Jika ada yang tau kisah Zahra pasti mereka akan berteriak dengan lantang, "Kau bodoh Zahra! Kau bodoh menolak Amar demi laki-laki ba*ingan macam Alif!"

Terserah. Terserah apa kata mereka yang akan menghardik Zahra. Zahra akan tetp melangkah hingga hatinya sudah benar-benar tak kuat lagi. Selama ia masih bisa mengobati hatinya, ia akan tetap mencoba ikhlas.

Ikhlas? Apa definisi ikhlas yang sesuangguhnya? Rasa Zahra pada Alif seakan menarik-narik kaki Zahra untuk berusaha ikhlas. Begitu sulit, lalu apa yang harus ia lakukan? Berpisahkah? Apa tak ada jalan lain?

Zahra pun menarik napas dalam-dalam. Semua itu membuat pundaknya dibebani berton-ton kesedihan. Kesedihan yanv menghalangi perjalanan ikhlasnya.

Tiba-tiba ada seseorang yang menarik tas Zahra dari belakang hingga Zahra saja terhenyak.

"Astagfirullah" Zahra menengok ke arah kirinya, reflek.

"Morning, Za"

Zahra menghembuskan napas sedikit lega saat mengetahui yang menarik tasnya adalah Amar. Ia kira orang lain yang tak ia kenal.

Zahra sedikit heran dengan nada bicara Amar yang kalem, tak seperti saat pertama kali mereja bertemu. Kali ini lebih halus.

"Pagi juga" Zahra sedikit menganggukan kepalanya kecil sebagai tanda permisi pada Amar. Sedikit banyak telah membuat suasana canggung bagi Zahra.

"Za tunggu!" Amar menyusul langkah Zahra dan mengimbangi langkag gadis itu. Zahra memberi jarak antara dirinya dan Amar. Bagaimana pun ia harus menjaga hati Alif.

"Ada apa?" Zahra berjalan menuju gedung tempat ia belajar.

Amar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia bingung bagaimana cara mencairkan suasana canggung ini.

"Maaf untuk kejadian yang kemarin sore"

Zahra berhenti melangkah saat Amar menyodorkan sebuket bunga mawar putih yang sangat indah.

Zahra melirik Amar sekilas. Sekelebat Zahra melihat kesungguhan di mata Amar. Kali ini lelaki itu lebih kalem.

"Gak apa, Amar" Zahra tersenyum kecil membuat hati Amar semakin berdesir. Ada apa dengannya saat melihat senyuman itu?

"Kalo lo nggak kenapa-napa, ambil bunganya! Gue capek tau nyodorin bunga ini tanpa lo ambil" kini nada bicara Amar kembali santai.

Zahra sebenarnya bingung untuk apa Amar memberinya sebuket bunga mawar putih. Apa alasan sebenarnya di balik ini semua?

"Gue gak tambahin sianida di bunganya kali, Za" Zahra segera meraih buket bunga itu karena Amar nampaknya mulai kesal dengan reaksinya.

"Makasih, Amar" Zahra tersenyum kecil dalam tundukan kepalanya lalu pamit dengan mengucap salam.

Ah, Zahra. Nama indah itu terngiang di kepala Amar. Nama yang menurutnya jika disandingkan dengan namanya akan terasa sangat cocok. Senyuman gadis itu membuat hatinya berdesir. Ritme jantungnya tak teratur. Hanya karena Zahra. Gadis berpakaian tertutup itu mampu menarik hati Amar. Sebelumnya tak ada perempuan yang mampu menark hatinya seperti Zahra. Zahra sosok gadis yang berbeda di benak Amar.

"Nama lo bagus ya kalo disandingin sama nama gue di undangan"

Amar hanya bisa menatap kepergian Zahra dengan senyum getir. Ia tak tau apa yang membuat Zahra begitu berbeda di matanya. Zahra seakan setitik embun yang membasahi kegersangan hatinya selama ini.

Zahra, boleh gak sih kalo gue nyebutin nama lo di doa-doa gue?

🌼

Assalamu'alaikum

Maaf update lama banget banget banget. Yang udah join gc, maaf udah bikin kalian kecewa banget. Kalian readers yang di gc pasti kecewa banget sama aku. Maaf ya, aku ngecewain kalian semua. Besok nyusul 2 chap:)

Jazakumullah khairan katsiiran

NOTE:
¹ Enya= iya
² Badé angkat ka kampus= mau berangkat ke kampus
³ Hapunten= maaf

Tania Ridabani.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top