Chapter 52🌼

🌼بسم الله الر حمن الر حيم🌼

Selamat Membaca🌼
Vote»Read»Coment»Share

🌼

 

    SETELAH Aryati keluar dari kamarnya, Zahra berdiri tepat di sisi balkon yang dibatasi pagar. Zahra menghirup udara sore yang terbilang cukup cerah ini. Jiwanya mulai tenang, ia mulai bangkit dari rasa kehilangan. Ah, ternyata mengikhlaskan memang sulit, tapi akan terasa nikmat saat berhasil.

Kesendirian saat ini terasa lebih damai dan menentramkan. Zahra bisa merenung untuk sesaat saja. Setitik air mata menembus pelupuk mata Zahra. Dengan cepat Zahra menyekanya. Ia akan berusaha tidak terlalu sering menangisi seseorang yang telah pergi. Sekarang Zahra akan berdoa bukannya menangis saja.

Azira yang sedang membereskan buku-buku bacaannya, tertarik atensinya pada pintu depan rumah. Sepertinya ada tamu karena bel terus berbunyi.

Azira berjalan cepat menuju pintu depan untuk membukakan pintu. Ternyata ada Alif yang juga akan membukakan pintu. Akhirnya mereka membuka pintu bersama.

Deg!

Dada Alif saat ini sesak. Pasokan oksigen seakan tidak cukup untuknya bernapas. Alif sangat terhenyak melihat siapa yang datang. Pada awalnya Alif mengira bunga pesanannya yang datang, tapi ternyata sepertinya ujian baru yang datang.

Azira yang tidak mengenal 4 orang yang terdiri 3 perempuan berbeda usia dan 1 laki-laki di depannya ini hanya menggantungkan senyumnya.

"As-salamu'alaikum, Alif?" mereka berempat sepertinya terheran-heran dengan kehadiran Azira. Terbukti saat mereka menatap Azira dengan tatapan heran.

Alif menjawab salam dengan sedikit terbata. Berbeda dengan Azira yang menjawab salam dengan lancarnya.

"Mari masuk dulu!" ajak Azira begitu ramah. Walau belum memgenal mereka, Azira berusaha bersikap seramah mungkin agar mereka tidak tersinggung.

"Mana Zahra?"

Deg!

Langkah Zahra terhenti di anak tangga kala ia melihat siapa yang datang ke rumah ini. Dadanya mendadak terasa sesak. Ia mulai ketakutan. Akhirnya apa yang ia sembunyikan akan terbongkar juga.

Alif rasa tamatlah riwayatnya sekarang. Ia tak tau harus menjawab apa kala Lastri yakni perempuan yang paling tua diantara 4 orang itu bertanya padanya seolah menganggap ajakan Azira adalah angin lalu.

"Dan siapa wanita ini, Alif?" kini wanita yang lebih muda bertanya dengan banyak pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Ia sungguh heran ketika melihat Azira begitu dekat dengan Alif.

Aryati yang baru saja datang dari dapur, terhenyak. Ini sungguh mendadak. Apa yang ditutup-tutupi akhirnya mulai akan terbongkar. Ia sungguh terkejut ketika melihat siapa yang datang.

Zahra memberanikan diri berjalan mendekat ke arah ambang pintu dengan dada bergemuruh. Ia menundukan kepalanya. Lututnya serasa lemas untuk dipakai menyangga tubuhnya. Ia ingin ambruk saja saat ini.

Aryati berjalan mendekat juga ke arah ambang pintu. Ia sebagai orang tua nantinya akan menjelaskan pada keluarganya Zahra. Ia yang harus menjelaskan nantinya.

"Zahra?" Zahra meraih tangan keluarganya satu per satu untuk dicium punggung tangannya. Disusul oleh Alif juga Azira walau Azira masih tak mengerti apa dan siapa.

"Lebih baik eyang, bu'de, sama pa'de masuk dulu, ya" akhirnya keempat orang itu memasuki rumah dengan banyak pertanyaan menggantung di benak.

"Bu Aryati" Aryati menyalimi eyang dengan santun lalu cipika-cipiki dengan 2 perempuan lainnya. Aryati juga menangkupkan kedua tangan di depan dada sebagai tanda hormat pada lelaki satunya.

"Kita duduk dulu, ya" mereka pun mengikuti perkataan Aryati yang mempersilahkan untuk duduk. Mereka berkumpul.

Saat Zahra akan mengambilkan minum untuk keluarganya itu, Aryati mencegahnya lalu Aryati mengajak Azira untuk membuat minum untuk para tamunya.

Sungguh Azira masih dibuat kebingungan saat melihat ekspresi Zahra, Alif, dan Aryati yang terlihat cukup kaget melihat tamu yang datang. Ada apa?

Zahra sungguh dibuat cemas saat ini. Bagaimana jika keluarganya ini akan menanyakan soal Azira? Ia harus menjawab apa?

Sana halnya dengan Zahra, Alif juga merasakan hal yang sama. Ia tidak mungkin menutupi selamanya dari keluarganya Zahra bahwa ia juga memiliki Azira. Ia membulatkan tekad untuk menjelaskan semuanya.

"Za, gimana kabar kamu, nak?" Lastri lebih baik memendam dulu pertanyaannya soal wanita muda yang ke dapur bersama Aryati itu.

"Ahm, Alhamdulillah, Za masih diberi rahmat oleh-Nya" ucap Zahra sebaik mungkin. Ia tidak mau terlihat mencurigakan. Syukurnya, Zahra sempat untuk memoleskan make up untuk menutupi wajahnya yang kacau akibat menangis. Make up yang tipis, tapi cukup untuk menutupinya.

"Alhamdulillah kalau begitu" sahut Lastri bahagia melihat Zahta baik-baik saja.

"Zahra, Alif, siapa wanita muda tadi?"

Deg!

Ternyata pertanyaan itu muncul juga dari keluarga Zahra. Zahra sendiri saja kini tengah sibuk merangkai alasan yang tepat untuk menutupi semuanya sementara saja sampai ia siap menjelaskan.

Jangan tanya bagaimana Alif saat ini. Ia tidak sedang mencari-cari alasan untuk menutupi semuanya. Ia sedang menbulatkan tekad dan mengumpulkan keberanian untuk bicara pada keluarga Zahra.

Sungguh Asih tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya pada keponakan dan suaminya itu. Pertanyaan demi pertanyaan terus menggantung di benaknya. Ia merasa curiga dengan kehadiran perempuan muda itu.

Tidak lama kemudian Aryati dan Azira datang membawa minum dan cemilan untuk tamunya. Untuk menemani saat mengobrol.

Aryati dan Azira duduk diantara mereka untuk ikut mengobrol.

"Zahra, tolong jawab pertanyaan kami" kini Dewi mulai mendesak. Pertanyaan itu juga mengusiknya.

Zahra melirik Alif meminta pendapat. Zahra sudah bulat dengan alasannya. Ia yakin keluarganya akan percaya. Baru saja ia membuka mulutnya, Alif dengan cepat memotongnya.

"Dia Azira. Istri Alif juga"

"Apa?!" Dewi menaikan nada bicaranya. Ia tidak percaya hal ini.

Zahra sangat dibuat terkejut dengan jawaban Alif. Ia kira Alif akan menutupinya, tapi Alif malah membeberkannya. Zahra sudah dibuat bingung harus berbuat apa.

Keluarganya Zahra menatap tak percaya kepada Zahra dan Alif.

Azira yang mendengar perkataan Alif tidak merasa ada yang aneh. Ia masih dibuat bingung dengan tamunya yang datang. Ia tidak mengenal mereka.

"Coba jelaskan sama pa'de, Alif!" kini Sastro angkat bicara. Ia tidak sanggup dengan hanya membisu saja.

"Kami meminta penjelasan Bu Aryati juga. Apa ini maksudnya?" tuntut Asih.

Lastri menatap tak percaya ke arah Zahra. Zahra dapat melihat gurat kekecewaan dan kehancuran di mata eyangnya. Zahra sungguh merasa tidak berguna karena membuat keluarganya kecewa.

"Saya bisa jelaskan, bu" ucap Aryati. Mau tidak mau ia yang harus menjelaskan sekarang.

"Ini keinginan Alif" kini Alif angkat bicara lagi. Ia tak bisa lagi menghindar terus menerus. Ia harus menjelaskan.

"Beraninya kamu!" saat Dewi akan mencabik-cabik Alif sampai habis, kakak dan suaminya menahan dirinya untuk menahan emosinya.

Dewi terua meronta untuk segera dilepaskan. Ia tidak ikhlas keponakan kesayangannya di duakan seperti ini.

"Sungguh eyang ndak ridho, Zahra." Lastri menggeleng lemah tanda ia sungguh tak percaya semua ini bisa terjadi. Air mata Zahra tak bisa ditahan lagi. Kehancuran perasaan Lastri sudah membuay dirinya juga hancur.

Kini Azira mengerti siapa sebenarnya keempat orang yang datang ini.

Keluarga Zahra

"Eyang, tolong maafin Alif. Ini kesalahan Alif sepenuhnya bukan kesalahan Zahra" lirih Alif sambil menunduk menyesal tidak memberi tau sejak awal.

"Jelas ini kesalahan kamu, Alif!! Dasar suami tidak tau diuntung! Sudah mempunyai istri sebaik Zahra kamu masih bisa berpaling!!" maki Dewi. Ia tidak bisa diam saja saat tau keadaan keponakannya. Zahra pasti hancur saat suaminya menikah lagi.

Aryati tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya diam sebagai tanda jika ia juga menyesal tidak memberi tau keluarga Zahra sejak awal.

Lastri meneteskan air mata setitik demi setitik melewati wajahnya yang dipenuhi keriput. Ia tidak menyangka semua seperti ini. Entah kenapa ia menyesal telah merestui Zahra menikah dengan Alif jika akhirnya seperti ini. Sungguh ia tidak ridho cucu kesayangannya disakiti seperti ini.

"Ini keputusan Za, eyang. Ini bukan salah Mas Alif, tapi salah Zahra" lirih Zahra sambil menangis. Ia tidak sanggup mengangkat kepalanya untuk menatap wajah eyangnya. Lastri pasti hancur saat tau dirinya seperti ini.

"Salah kamu, Za?! Dimana letak salahnya?! Kamu istri pertama, Zahra! Kamu bukan perebut suami orang! Kamu bukan duri rumah tangga wanita lain, Zahra Maisya Limah!! Ini semua salah Alif!" Dewi benar-benak emosi. Ia sungguh tak bisa menahannya saat ia tau fakta bahwa keponakannya di duakan seperti ini.

Sedikit banyak Azira merasa ada sedikit di relung hatinya saat Dewi membicarakan soal 'duri rumah tangga' yang sepertinya menjurus padanya. Azira berusaha tegar. Ini bukan salah satu konsekwensi yang harus ditelan olehnya?

"Bu'de, Za mohon. Ini bukan salah Mas Alif maupun salah Mbak Azira. Ini sal—"

"Cukup menyalahkan diri sendiri, Zahra! Kami sudah cukup tau siapa yang salah disini" kini Asih yang angkat bicara. Ia berusaha tenang walau dalam dada emosi membuncah.

"Tapi—"

"Kami permisi dulu, ya. Penerbangan kami sebentar lagi. Assalamu'alaikum" Lastri memang tersenyum ke arah Zahra, Alif, Aryati dan termasuk pada Azira. Namun, di senyuman itu tersimpan kelukaan.

Lastri pergu berlalu saat Zahra akan meraih tangannya untuk disalimi. Zahra sungguh tau jika eyangnya itu kecewa. Mungkinkah eyangnya menyesal memiliki cucu pembohong besar sepertinya?

Asih menggeleng ke arah Zahra tanda ia begitu sangat-sangat kecewa pada Zahra. Diamnya Asih barusan cukup menghantam keras dada Zahra.

"Jangan bersandiwara sok kuat, Za. Pintu rumah kami tetap terbuka untuk kamu" kini Dewi lebih tenang walau berbicara dengan nada dingin. Nada yang Zahra tak pernah temukan dalam diri bu'de bawelnya itu.

"Jangan sia-siakan para wanita hebat dalam hidupmu, Alif" Sastro menepuk pundak Alif walau dengan wajah begitu kecewa. Mereka berpamitan dan menyusul Lastri untuk segera angkat kaki dari rumah ini.

Hati Zahra sungguh hancur saat keluarganya nampak begitu kecewa padanya. Mereka mungkin saja menganggapnya seseorang yang bodoh karena rela membagi suami untuk wanita lain. Jiwa Zahra kembali rapuh. Ia mulai kembali di permainkan takdir.

Azira terus meneteskan air mata. Ia tau jika saat ini Zahra begitu hancur. Sangat terlihat saat ini Zahra menangis dengan derasnya.

Saat Alif akan merengkuh Zahra dalam dekapannya, Zahra lebih dulu melangkahkan kakinga menuju kamarnya. Alif tau Zahra membutuhkan waktu untuk sendiri.

Mengapa takdir semakin pelik? Mengapa takdir seperti mempermainkan kami? Mengapa aku tak bisa berdamai dengan takdir? Mengapa semuanya semakin terasa rumit dan sulit untuk mencari jalan keluar terbaik dari setiap ujian?

🌼

Assalamu'alaikum

Khusus nih buat chapter ini dipanjangin. Feelnya gak dapet ya? Maaf kalo feelnya kurang dapet😩. Kalo gini terus mungkin aku akan kurangin jadwal jadi wajib update 3 kali dalam satu minggu dengan catatan hanya satu chapter biar aku juga fokus dan feelnya lebih dapat. Kan percuma update banyak, tapi feelnya gak dapet. Aku bisa sih sekali update 5 chapter tapi feelnya gak akan dapet karena kan aku juga udah gak punya banyak stok chapter buat update saat males nulis.

Please berkomentrlah dengan lisan yang baik

Jazakumullah khairan katsiiran😍
Harap coment dengan bahasa yang baik ya😊

Tania Ridabani.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top