Chapter 43🌼
Happy Reading
Vote»Read»Coment»Share
⚠Hak Cipta dilindungi
Allah SWT⚠
🌼
"UPS"
Zahra menghentikan langkahnya sambil menutup bibirnya. Ia keceplosan soal Alif. Ia merutuki bibirnya jika saat cemburu kurang bisa direm. Bagaimana jika Nani akan bertanya tanpa henti soal ini? Sepertinya sehabis ini ia harus ke dokter THT.
"Apa?!" Nani membulatkan matanya sambil berjalan mendekati Zahra yang berdiri terdiam sambil merutuki dirinya sendiri.
"Kamu udah punya suami?! Jadi dia bukan sepupu kami?! Jawab Za!!" mata Nani begitu membulat seperti hendak keluar dari tempatnya.
Zahra menarik napas lalu menghembuskannya perlahan agar ia lebih tenang dan tidak gugup. Ia tidak mau menambah kecurigaan Nani.
"Nani, kamu tau nggak sih? Kamu tuh terlalu banyak nanya soal sepupu aku sampe aku pusing dengernya. Biar kamu diem, aku sebut aja dia suami aku. Tapi, aku salah. Kamu malah makin bawel" ucap Zahra meyakinkan. Gadis di hadapan Zahra itu malah nyengir tanpa rasa bersalah.
"Hehe" sahut Nani. "Ya udah kita ke kelas yu"
Zahra pasrah saja ketika Nani menggandeng tangannya ke kelas. Syukurlah Nani tidak bertanya lebih banyak lagi.
Alhamdulillah, si bawel ini tutup mulut juga
🌼
Malam Sabtu telah datang. Alif kini sedang duduk di sofa yang ada di kamar Azira sedangkan sang pemilik kamar membereskan bajunya.
"Mas, dari selepas Isya 1 jam lalu kamu sibuk sama laptop kamu lho. Istirahatin dulu mata kamu, mas" ucap Azira begitu lembut sambil memasukan baju-bajunya ke lemari.
Alif yang mendengar hal itu tersenyum. Matanya juga sudah terasa sedikit perih kala menatap lama-lama layar laptop.
Alif mengalihkan pandangannya ke arah Azira.
"Liat kamu aja udah buat mata mas seger, Zira" ucap Alif diakhiri kekehan kecil.
Mendengar hal itu, wajah Azira mulai memerah. Wajahnya terasa panas. Ia malu dengan perkataan Alif.
"Mas Alif gombal terus" ucap Azira sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Alif malah terkekeh.
Alif mematikan laptopnya lalu ia berjalan ke arah Azira.
"Jangan tutupin wajah kamu. Nanti cantiknya gak keliatan" ucap Alif yang membuat Azira semakin malu.
Alif malah terkekeh puas.
"Mm, Zira. Mas mau pamit ke kamar Zahra dulu, ya."
Deg!
Tiba-tiba dada Azira terasa sesak. Ia kuatkan hatinya untuk menerima konsekwensi atas hubungan ini. Azira membuka wajahnya lalu tersenyum kecil.
"Ya udah, mas. Sana ke kamar Zahra. Pasti dia nunggu disana" ucap Azira begitu lembut membuat Alif tersenyum.
Alif berjalan keluar kamar Azira. Alif hanya ingin berusaha bersikap adil atas kedua istrinya.
Setelah pintu kamar Azira tertutup, Azira berjalan menuju tepian kasur lalu duduk disana.
Kenapa aku begitu lemah? Ini resikonya bukan? Harusnya aku harus terima hal ini. Segala yang ada dalam rumah tangga kami, harusnya bisa ku terima.
🎶"Mulia indah cantik berseri
Kulit putih bersih merahnya pipimu
Dia Aisyah, putri Abu Bakar, Istri Rasulullah
Sungguh sweet Nabi mencintamu
Hingga Nabi minum di bekas bibirmu
Bila dia marah, Nabi kan bermanja
mencubit hidungnya"
Alif menghentikan langkah di depan pintu kamar Zahra. Ia tertegun ketika mendengar suara merdu yang terdengar dari kamar Zahra. Lagu itu... lagu itu lagu Aisyah RA istri Rasulullah.
Zahra sibuk menyanyi sambil menatap layar laptop. Ia tengah memgerjakan tugas sambil menyanyi sedikit mengiringi lagu yang terlantun dari laptopnya yang disambungkan dengan earphone.
Alif membuka pintu kamar Zahra lalu menutupnya. Alif berjalan mendekat ke arah Zahra yang fokus dengan laptopnya sambil bernyanyi.
"Zahra" teriak Alif menganggetkan Zahra.
"ALLAHU AKBAR!!" teriak Zahra sambil melompat dari ranjang ke lantai dengan wajah ketakutan.
Alif malah tertawa melihat reaksi Zahra. Alif tidak tau saja jika jantung Zahra hampir copot karena Alif mengangetkannya.
"Mas Alif tega ngangetin Za" bibir Zahra mengerucut agak kesal dengan tingkah suaminya. Alif malah tertawa semakin puas hingga perutnya sakit. Adegan kala Zahra terkejut terus berputar di otaknya seperti kaset.
Lengkungan di bibir Zahra mulai nampak melihat Alif begitu tertawa lepas karenanya. Ah, Zahra juga ikut bahagia melihat tawa Alif dan yang paling menyenangkan adalah tawa Alif karenanya.
Teruslah tertawa seperti itu, mas. Za menyukainya
🌼
Mereka duduk bertiga di meja makan pagi ini. Siapa lagi jika bukan Zahra, Alif dan Azira.
Alif meneguk air mineral miliknya lalu menandaskannya hingga habis. Ia tarik napas dalam-dalam untuk mengatakan hal ini.
"Mas Alif, Mbak Zira" Alif tertikung bicara oleh Zahra.
"Ada apa, Za?" Azira yang telah menyelesaikan sarapannya pun bertanya.
"Bagaimana kalo Za sama Mbak Zira pisah rumah?" tanya Zahra takut-takut. Takut penolakan.
"Apa?" Azira menautkan kedua alisnya, bingung. "Maksudnya, Za?"
Zahra mengalihkan pandangannya ke arah Alif sebagai isyarat untuk Alif berbicara dan membujuk Azira agar menyetujui hal ini.
"Jadi gini, Zira" akhirnya Alif angkat bicara untuk mewakili Zahra. "Zahra rasa, ia tidak mau mengganggu kita"
"Kenapa, Za? Kita bisa membangun rumah tangga dalam satu atap bukan?" Azira jelas tidak setuju. Ia takut terjadi sesuatu pada Zahra.
"Tolong, mbak. Tolong mbak setujui hal ini. Za mohon. Za cuma nggak mau mengganggu kalian. Za takut jika kita satu rumah, maka kita akan menyakiti satu sama lain" wajah Zahra begitu memelas.
"Mas, kamu setuju?" kini Azira minta pendapat Alif.
"Terserah pada kalian" Azira rasa percuma bertanya pada Alif jika jawabannya demikian.
"Entahlah, Za" itulah yang terucap dari bibir Azira. Satu sisi ia merasa sedikit bahagia, tapi di satu sisi lagi ia mulai menyayangi Zahra.
"Ayolah, mbak. Setuju, ya? Za mohon" wajah Zahra begitu memelas membuat hati Azira jadi tidak tega untuk menolak.
"Bagaimana ini, mas?" Azira meminta pendapat Alif.
"Dengan pertimbangan mas, mas sih setuju dengan apa yang Zahra usulkan"
Alhamdulillah
Kini Zahra merasakan titik terang hubungan mereka. Semoga pisaj rumah adalah awal yang baik bagi hubungan mereka.
"Za, apa nggak bisa satu atap aja? Kita akan belajar saling memahami" Azira masih merasa sulit untuk menerima hal ini.
"Za hanya ingin memperbaiki semuanya. Tatanan hidup kita. Za gak mau semuanya terasa semakin rumit dan pelik. Za ingin mempermudah hubungan kita" Zahra takut semakin lama semakin lama pula hati mereka tersakiti. Zahra tidak ingin ada yang tersakiti dengan hubungan ini.
Azira menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Baiklah, mbak setuju dengan keputusan ini" akhirnya mau tidak mau Azira menyetujui hal ini. Azira juga menyetujui apa yang Zahra katakan.
"Ahm, ada yang akan dibicarakan juga saat ini" kini Alif angkat bicara. Azira dan Zahra telah mengalihkan atensi mereka pada Alif.
"Jadi, malam ini akan ada pesta makan malam dari rekan kerja" Alif memulai perbincangannya.
"Lalu apa masalahnya, mas? Mas tinggal berangkat kan?" sahut Azira.
"Mas harus membawa salah satu dari kalian" lirih Alif.
Zahra tidak terkejut. Ia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tak mau berharap lebih. Tidak mungkin untuk dirinya ikut dengan Alif.
"Ahm, Zira rasa Mas Alif bisa ajak Zahra" ujar Azira begitu lembut. Dalam hatinya, ia merasa dirinya begitu munafik karena apa yang diucapkan tak sesuai dengan di dalam hati. Ia ingin ikut dengan Alif, tapi tidak mungkin bagi Azira.
"Mas rasa mas harus ajak kamu, Zira" lirih Alif. Zahra benar-benar tidak terkejut. Semuanya sudah tertebak di luar kepala. Mana mungkin ia ikut dengan Alif secara Alif tidak ingin semua orang tau bahwa Zahra juga istri Alif. Lagipula semua orang mengenal Zahra sebagai istir Alif. Jika Alif membawanya, maka akan banyak orang bertanya-tanya akan kehadirannya.
"Kenapa mas? Kenapa nggak Zahra aja?" Azira sungguh merasa tidak enak jika harus terus menerus dalam keadaan seperti ini.
"Zir—" baru saja Alif angkat bicara, Zahra cepat memotong.
"Mbak Zira, Mas Alif, Za rasa Za nggak perlubikut ke acara itu. Lagian ya Za banyak tugas kuliah. Za mau kerjain malam ini aja. Jadi, kalian nggak papa pergi aja"
Munafik, Zahra!
Sungguh Zahra ingin menangis dan berhambur ke pelukan ibundanya dan menceritakan keluh kesahnya. Mungkin beban hidupnya akan sedikit berkurang.
"Za, kenapa nggak kamu aja sih? Mbak gak papa kok disini. Kalian bisa quality time malam ini" sahut Azira dengan senyum kecil.
"Mbak, Za nggak bisa tinggalin tugas Za. Za mohon Mbak Zira temani Mas Alif ke acara itu, ya"
Alif hanya jadi pendengar. Ia tidak mau memperburuk keadaan dengan ia salah bicara.
"Kamu aja yang ikut—" batu saja Azira akan bicara, Alif cepat memotong. Jika terus seperti ini, kapan akan selesai perdebatan mereka?
"Zira, kamu yang ikut"
Zahra menunduk. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Jujur, ia ingin ikut. Ia pasti akan sangat bahagia ketika Alif mengajaknya ke pesta itu, tapi sayang Alif masih menyembunyikan identitasnya sebagai istri pertama Alif.
"Tapi, mas—" Azira tidak setuju dan ingin berpendapat, tapi perkataannya kembali di potong.
"Mbak Zira, Za kan udah bilang kalo Za punya banyak tugas. Harus di kumpulin besok, jadi biat Mbak Zira aja yang nemenin Mas Alif" Zahra memaksakan tersenyum.Ia berusaha kuat walau hatinya tak bisa.
Zahra, pasti kamu kuat. Bertahanlah demi Mas Alif.
🌼
Assalamu'alaikum
Para readers yang budiman, makasih udah support cerita ini dengan voment dari kalian semua. Aku yakin akan bisa menyelesaikan cerita ini jika support kalian terus bisa mengalir. Jazakumullah khairan katsiiran🌸.
Tania Ridabani.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top